Bahkan, ia justru mencoba mencari jalan damai saat peristiwa itu berlangsung.
"Saya bilang ke polisi waktu kejadian, kalau orang MEG dibawa, orang PT MEG yang di kantor camat itu juga harus pergi. Itu kan punya masyarakat, kalau bisa kita bertemu dan berunding baik-baik di kantor camat," kenangnya.
Namun permintaannya tak mendapat tanggapan. Bahkan, ia heran sampai polisi mengambil tindakan dengan menetapkan dirinya sebagai tersangka.
"Saya heran juga ditetapkan tersangka. Menyentuhpun tidak. Tiba datang surat itu saya bilang, kasih saja ke LBH, ke orang hukum," ujarnya.
Ia heran, bagaimana mungkin dirinya dituduh merampas kemerdekaan seseorang?
"Tak ada saya menahan orang, saya nak angkat barang sudah tak bisa, tulang pergelangan dah patah. Saya sudah minta polisi membawa orang MEG itu dan temukan kami, berunding apa yang sebenarnya terjadi di posko saat itu. Tapi tak ada tanggapan," katanya.
Baca juga: Cerita Zakaria Warga Rempang Batam Korban Penyerangan Oknum PT MEG, Saat Sadar Saya di Rumah Sakit
Meski menghadapi ancaman hukum, Nenek Awe tetap tegar.
Keriput di wajahnya tak menyembunyikan keteguhan hatinya.
"Alhamdulillah saya sehat, semua baik-baik saja," kata nenek berkerudung merah muda itu.
Meski ditetapkan tersangka, ia tak merasa trauma maupun takut.
"Memangnya saya buat salah apa?," tanyanya retoris.
Namun ia tak bisa menutup mata terhadap kekhawatiran yang melanda keluarganya.
Anak-anaknya, begitu juga tetangga, merasa bimbang dan cemas.
Namun, ia justru menjadi penyemangat bagi mereka.
"Saya bilang, tetap semangat pertahankan kampung. Jangan patah semangat. Kita tak merusak orang, tapi kampung kita ini yang dirusak," ujarnya dengan nada penuh ketegasan.