Bagi Nenek Awe, perjuangan ini lebih dari sekadar mempertahankan rumah.
Ini tentang warisan yang harus dijaga, tentang masa depan anak cucu yang ia khawatirkan.
"Saya hanya memikirkan bagaimana nasib anak cucu kita nanti. Dikasih tempat tinggal tak jelas. Kalau memang nanti saya ditahan karena saya melakukan kesalahan, saya siap," katanya tanpa ragu.
Di matanya, mempertahankan tanah kelahiran bukanlah kesalahan.
"Rasanya kalau menuntut hak kita, membela hak kita, itu tak bersalah. Kita berjuang bukan untuk kepentingan sendiri, tapi untuk anak cucu kita nanti," lanjutnya.
Usia Nek Awe boleh senja, namun semangatnya tetap menyala.
"Hidup sekali, mati sekali. Kita berjuang membela hak-hak kita," tegasnya.
Baca juga: LAM Kepri Kota Batam Desak Polisi Cabut Status Tersangka Nenek Awe dan Dua Warga Rempang
Bagi Nenek Awe, rumah dan tanah ini bukan sekadar tempat tinggal.
Ini adalah sejarah, identitas, dan kehormatan yang harus diperjuangkan sampai titik terakhir.
Sebelumnya diberitakan, polisi menetapkan dua pekerja PT MEG sebagai tersangka dalam kasus penganiayaan yang terjadi di Rempang, Desember 2024 lalu.
Mereka dijerat pasal 170 dan pasal 351 KUHP.
Keduanya kini mendekam di sel tahanan Polresta Barelang.
Tak cuma dari PT MEG, penyidik Polresta Barelang juga menetapkan tiga warga Sembulang masing-masing Siti Hawa atau yang dikenal dengan Nenek Awe, Abu Bakar dan Sani Rio sebagai tersangka.
Penetapan tersangka terkait laporan yang dibuat oleh perwakilan PT MEG.
Kapolresta Barelang, Kombes Pol Heribertus Ompusunggu melalui Kasat Reskrim Polresta Barelang, AKP M Debby Tri Andrestian mengatakan, jika ketiga warga itu ditetapkan tersangka berdasarkan pasal 170 dan pasal 333 KUHP.