Berdasarkan hasil rapat, siswa itu belum mampu memenuhi kategori naik kelas.
"Sekolah sudah sangat berupaya membuat anak ini mendapatkan nilai yang baik, tapi ternyata jauh dari harapan kami," ujarnya.
Saat disinggung soal Peraturan Mendikbudristek Nomor 21 Tahun 2022 tentang Standar Penilaian Pendidikan, tidak ada siswa yang tinggal kelas, yang dimaksud orang tuanya, Josua juga mempunyai alasan kuat.
"Aturan itu dilakukan jika memang siswa tersebut jelek nilainya, tetapi dari segi sikap atau perilaku baik saat di sekolah. Kami pihak guru menilai, dirinya belum berperilaku baik, sehingga punya kesempatan untuk mengubahnya," ungkap Kepsek ini dengan tegas.
Ia berharap, kasus ini bisa menjadi pelajaran, sebagai efek jera bagi siswa agar bisa berubah.
"Tidak hanya dia yang tidak naik, siswa lain juga ada yang tidak naik kelas. Semoga ini menjadi efek jera dan para siswa tersebut lebih baik ke depannya dengan mengulang pelajaran," tambahnya.
Respons PGRI Lingga
Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Lingga, Juniardi, menuturkan hal ini menjadi ranah Dinas Pendidikan dan turunannya kepada manajemen sekolah.
Keputusan menaikkan kelas siswa tergantung keputusan pihak sekolah.
"Menurut hemat saya itu adalah ranah dinas pendidikan dan turunannya kepada menajemen sekolah. Terkait naik atau tidak, ada tahapan yang dilalui melalui rapat kenaikan kelas," ujarnya via WhatsApp, Minggu (29/6/2025).
Menurutnya pula, keputusan naik atau tidaknya siswa di sekolah, berdasarkan rapat yang digelar majelis guru dengan segala pertimbangan yang ada.
Proses yang dilalui siswa dalam belajar, menjadi keputusan yang dapat diambil dalam hal ini.
"Jadi keputusan yang diambil berdasarkan pertimbangan riwayat anak selama berproses di sekolah tersebut," tambahnya. (TribunBatam.id/Febriyuanda)
Baca juga Berita TribunBatam.id lainnya di Google News