Keputusan untuk kabur bukan tanpa risiko. Sabtu malam, sekitar pukul 23.00 WIB, Richi dan dua kawannya membuka jendela kamar mes, melompat, dan berlari ke arah Waduk Pluit.
Dalam kondisi gelap gulita, ketiganya menyusuri tepian waduk dengan kedalaman air lebih dari satu meter, menenggelamkan badan mereka agar tidak terlihat. Setelah berjalan sekitar 200 meter dan hampir 1,5 jam menyusuri perairan, mereka akhirnya tiba di permukiman warga RT 19 RW 17 Kelurahan Penjaringan pada pukul 01.30 dini hari.
“Kita jalan nyusurin waduk, badan basah kuyup, dingin, tapi yang penting bisa lepas,” ucap Richi.
Sesampainya di rumah ketua RT, mereka langsung meminta pertolongan dan menceritakan semuanya dari awal perekrutan hingga penyekapan dan permintaan uang tebusan.
Hanya Sedikit yang Berani Kabur
Richi menyebut, di dalam mes penampungan masih ada belasan calon ABK lain yang mengalami nasib serupa. Namun tidak semuanya berani melarikan diri.
“Yang lain masih takut, karena nggak punya tempat tujuan dan nggak tahu harus bayar berapa kalau mau pulang,” katanya.
Kini, setelah berhasil kabur, Richi, Ahmad, dan Ryan berharap bisa kembali ke kampung halaman mereka di Majalengka.
“Kami cuma ingin pulang. Kami sudah kapok,” tutup Richi.
Artikel ini telah tayang di TribunLampung.co.id