Ponpes Al Khoziny Ambruk

Tertimpa Bangunan Ketika Sedang Sholat, Rosi Kehilangan Satu Kakinya, Kini Kepingin Punya Kaki Palsu

Diketahui, Rosi tertimbun 3 hari dibalik rerintuhan. Ia bertahan hidup dalam celah reruntuhan bangunan musala ponpes Al

Editor: Eko Setiawan
kolase Liputan 6/istimewa
KAKI PALSU - Rosi, santri yang diamputasi kakinya karena tertimpa reruntuhan musala ponpes Al Khoziny, cuma ingin kaki palsu. 

TRIBUNBATAM.id - Saiful Rosi Abdillah (14) santi korban reruntuhan Ponpes Al Khoziny harus kehilangan satu kakinya dalam musibah tersebut.

Berjuang hidup di balik reruntuhan, kini Rosi mempunyai keinginan besar agar bisa meraih mimpi dan cita-citanya.

Keinginan itu adalah mempunyai kaki Palsu. Hal itu disampaikan oleh Rosi pada Wartwan saat masih menjalani perawatan di RSUD Notopuro Sidoarjo

"Pengen kaki," ucap Rosi pelan. 

Diketahui, Rosi tertimbun 3 hari dibalik rerintuhan. Ia bertahan hidup dalam celah reruntuhan bangunan musala ponpes Al Khoziny sambari menahan rasa sakit.

Ia bercirta kaki kanannya tertimpa reruntuhan bangunan saat dia mau menyelamatkan diri. 

Diceritakan, saat itu dia tengah salat Ashar berjamaah di musala. 

Di rakaat pertama, ada serpihak-serpihak kecil dan kayu yang terjatuh dari atas. 

"Kayak gak ada apa-apa," katanya. 

Kemudian, masuk rakaat kedua lantai atas langsung runtuh menghujam ke bawah. 

"Saya ditarik sama saudara saya. saudara saya lari, saya ikut lari, jatuh. kaki ketimpa reruntuhan," ungkapnya Rosi yang mengaku masih sadar saat itu. 

Setelah tubuhnya terjepit reruntuhan, Rosi mengaku sudah pasrah. 

Awalnya dia berteriak meminta tolong, namun oleh anak-anak lainnya diminta diam sambil menunggu regu bantuan.

"Udah diem aja, tunggu bantuan. Hemat oksigen," katanya. 

Selama tiga hari, Rosi hanya bisa baca salawat dan istighfar bersama anak-anak lainnya. 

"Pikiran sudah mati. mati, mati. Pasrah," akunya dengan suara lirih. 

Setelah tiga hari, datang seseorang berteriak menanyakan apakah ada orang di dalamnya. 

Rosi pun langsung berteriak menjawabnya. 

"Ada pak, sini pak, tolong-tolong. Iya, tunggu tunggu. Ditanyaian namanya siapa," katanya. 

Akhirnya, tim SAR berusaha mengevakuasi Rosi dengan mengebor beton yang menutupinya.

Saat itu, dia terpaksa menepis tangan temannya yang sudah tak berdaya di sampingnya karena harus ditarik ke luar oleh tim SAR. 

"Saya disuruh duluan. Timnya masuk ngebor cor-coran yang ada di kaki, diangkat," ungkapnya. 

Meski insiden itu hampir merenggut nyawanya, Rosi mengaku tidak trauma mondok. 

Dia bahkan bertekat akan melanjutkan belajar di Ponpes Al Khoziny. 

"Kalau udah sembuh, mau melanjutkan mondok," pungkasnya. 

Nur Ahmad Kehilangan Lengan

Kisah tak kalah memilukan dialami Nur Ahmad, santri lainnya. 

Nur Ahmad harus rela kehilangan lengannya setelah diamputasi akibat tertimpa beton runtuhan bangunan ponpes. 

Keputusan amputasi di tempat kejadian itu dilakukan untuk menyelamatkan nyawa Nur Ahmad agar tidak banyak kehilangan darah kalau harus menunggu runtuhan beton diangkat dahulu. 

Nur Ahmad mengaku tidak mampu melarikan diri setelah sejumlah batu dan beton menimpa tubuhnya.

Diceritakan, awalnya dia tidak merasakan tanda-tanda kejanggalan sebelum bangunan tiga lantai itu ambruk saat salat Asar pada Senin (29/9/2025).

Namun, tiba-tiba musala Ponpes Al Khoziny yang tengah dibangun itu runtuh dan menimpa para santri

"Rakaat kedua kejadiannya. Langsung jatuh betonnya,” kata Ahmad saat dirawat di RSUD RT Notopuro Sidoarjo, Jumat (3/10/2025).

Lengan kirinya tertimpa beton dan tidak lagi bisa digerakkan.

“Enggak bisa (menyelamatkan diri), langsung kena tangan. Enggak (tahu sebelah ada siapa), enggak melihat mukanya. Jadi waktu ruku, langsung tiarap setelah ada reruntuhan,” ujarnya.

Saat terjebak, Ahmad berusaha bertahan hingga akhirnya mendengar suara petugas evakuasi. 

Ia langsung berteriak meminta tolong.

“Iya saya teriak minta tolong, ada (petugas) yang mendengar. Bertahannya dari sore sampai malam. Ya sakit (ketika disuntik bius), katanya harus tenang,” ucapnya.

Dokter Spesialis Ortopedi dan Traumatologi RSUD RT Notopuro Sidoarjo, dr. Larona Hydravianto, mengungkapkan keputusan amputasi tangan Ahmad dilakukan langsung di bawah reruntuhan mushala Ponpes Al Khoziny. 

Menurut Larona, tindakan itu merupakan upaya penyelamatan nyawa karena kondisi korban terjepit beton.

“Jadi memang ini sesuatu yang sangat berat ya secara pertimbangan. Kita harus melakukan amputasi atau menghilangkan bagian tubuh. Tapi ada prinsip life saving is number one. Nyawa menjadi prioritas pertama dibanding anggota tubuhnya,” ujar Larona, Jumat (3/10/2025).

Larona menuturkan, awalnya ia menerima laporan adanya santri yang masih hidup di bawah reruntuhan bangunan.

Ia kemudian merangkak sejauh 10 meter ke dalam celah beton untuk mencapai lokasi korban.

“Waktu itu masuk di bawah reruntuhan. Jadi saya merangkak sampai ke dalam itu kira-kira sampai ke tempatnya sekitar 10 meteran,” jelasnya. 

Setelah memastikan Ahmad masih hidup dengan memeriksa nadinya, Larona mendapati lengan kiri korban terjepit beton. Ia pun memutuskan untuk melakukan amputasi di bagian persendian siku.

“Karena kita melakukan amputasi pada daerah lengan, pastinya ada risiko syok dan nyeri yang sangat hebat. Sehingga perlu obat-obatan dari anestesi,” katanya.

Larona keluar terlebih dahulu untuk mengambil obat anestesi, kemudian kembali masuk ke celah reruntuhan.

Proses amputasi dilakukan langsung di lokasi selama sekitar 20 menit.

“Kita amputasi setinggi siku di lokasi kejadian, di bawah reruntuhan. Sekitar 20 menit sudah terpotong, sambil pasien sedikit kita tarik karena sikunya sangat susah dimobilisasi,” tuturnya.

Dijadikan Anak Angkat Cak Imin

Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menyatakan siap menjadikan santri korban amputasi di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Sidoarjo, sebagai anak angkat.

Santri yang dimaksud adalah Haikal, Syaiful Rozi, Nur Ahmad, dan Maulana.

Mereka mengalami amputasi setelah tertimpa reruntuhan mushala yang ambruk.

“Pokoke sing diamputasi tak dadekno anak angkatku ya,” ujar Cak Imin saat menemui para korban di Sidoarjo, Kamis (2/10/2025), dikutip dari Kompas.com.

Cak Imin menegaskan akan menjamin pendidikan mereka hingga perguruan tinggi.

“Tak urus, sampe kuliah ngopo tak bantu kabeh,” lanjutnya.

Menurutnya, langkah ini merupakan bentuk tanggung jawab moral agar para santri tetap memiliki masa depan.

Ia juga meminta keluarga korban bersabar menghadapi cobaan berat ini.

“Ini bentuk tanggung jawab moral agar mereka tetap punya masa depan yang cerah,” tutur Cak Imin dengan suara berat.

Sebelumnya, bangunan tiga lantai asrama putra Ponpes Al Khoziny ambruk pada Senin (29/9/2025). Peristiwa itu terjadi saat para santri tengah melaksanakan shalat asar berjemaah.

Sebanyak 140 santri diperkirakan terjebak di bawah reruntuhan. Dari jumlah itu, 91 berhasil menyelamatkan diri, 11 dievakuasi tim SAR, dan lima santri dilaporkan meninggal dunia.

 

Artikel ini telah tayang di Surya.co.id

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved