BATAM TERKINI

Bencana Sebabkan Penurunan Kunjungan Wisatawan, Kemenpar Bentuk Manajemen Krisis

Bencana yang tidak ditangani dengan baik akan jadi krisis, tentu mempengaruhi banyak sektor, termasuk pariwisata

TRIBUNBATAM/ZABUR
Kepala Biro Komunikasi Kemenpar, Guntur Sakti menjelaskan, kehadiran manajemen krisis kepada pelaku pariwisata dan wartawan di Pacific Place Hotel, Kamis (1/11/2018). 

TRIBUNBATAM.id, BATAM-Bencana gempa di Lombok dan Bima, Nusa Tenggara Barat, beberapa waktu lalu menjadi pukulan besar bagi sektor pariwisata Indonesia.

Ada ratusan ribu wisatawan manca negara (wisman) yang batal datang ke Indonesia, sehingga mempengaruhi capaian jumlah kunjungan.

Belajar dari pengalaman tersebut, Kementerian Pariwisata (Kemenpar) melalui Biro Komunikasi Publik menghadirkan bagian khusus yang berfokus mengelola bencana yang ada sehingga tidak mengganggu program pariwisata yang dipersiapkan.

Indonesia yang berada di kawasan dengan ancaman bencana terbilang tinggi, khususnya gempa bumi, memang sepatutnya memperhatikan bagaimana penanganan terhadap gangguan tersebut.

Dengan penanganan itu, bencana yang terjadi diharapkan tidak sampai menjadi krisis yang berefek buruk pada program-program yang direncanakan.

Baca: Pelaku Usaha Pariwisata Workshop Bahas Target Wisman 3,5 Juta Masuk ke Kepri

Baca: Pelaku Usaha Wisata Bintan dapat Pencerahan Pariwisata Berbasis Ekonomi Lokal

Baca: Kadin Batam Dorong Perkembangan Sektor Pariwisata dan Digitalisasi, Canangkan 2018 Tahun Investasi

"Bencana yang tidak ditangani dengan baik akan jadi krisis, tentu mempengaruhi banyak sektor, termasuk pariwisata," kata Kepala Bagian Manajemen Krisis Kepariwisataan, Kemenpar, Dessy Ruhati di Pacific Palace Hotel, Batam, Kepulauan Riau (Kepri), Kamis (1/11/2018).

Kemenpar membagi krisis menjadi tiga bentuk berdasarkan efek yang ditimbulkannya. Pertama, Marketing Krisis adalah krisis yang terlihat dari terjadinya penurunan jumlah kunjungan wisatawan di satu destinasi wisata karena bencana.

Kedua, Krisis Sumber Daya, dimana indikatornya adalah wisatawan yang terdampak dari sebuah kejadian atau bencana di suatu daerah.

Ketiga, Krisis Destinasi atau infrastruktur, ini adalah krisis terberat dimana butuh waktu lama untuk mengembalikan stabilitas seperti saat sebelum terjadi bencana.

Krisis ini bisa dilihat dari level kerusakan sebuah destinasi atau kawasan pariwisata.

Sementara itu, proses menjalankan manejemen krisis ini sendiri, dijalankan secara sistematis dengan langkah-langkah yang terukur. Mulai dari proses monitoring informasi dari berbagai sumber dan survei langsung.

Baca: Cemas dan Gugup Dirasakan Peserta Tes CPNS di CK Hotel Tanjugpinang, Kami Gugup Sekali

Baca: Warga Batam Raih Lucky Draw PFF Paint, Beli Cat Kini Bisa Lewat Aplikasi

Baca: 111 Food Point Tawarkan Kulineran Sembari Berwifi Gratis

Dilanjutkan penetapan status melalui rapat terbatas, yang hasilnya bisa menghadirkan langkah lanjutan berupa pembentukan krisis centre di lokasi bencana, proses evakuasi wisatawan jika diperlukan. Hingga akhirnya dilaiukan proses pemulihan.

"Kejadian di Lombok lalu, tim kita turun langsung, sempat dilakukan evakuasi juga, karena wisman di sana ada yang terdampak," kata Dessy lagi.

Sementara itu, Kepala Biro Komunikasi Kemenpar, Guntur Sakti menjelaskan, kehadiran manajemen krisis ini diharapkan bisa hadir di tiap daerah yang memiliki potensi namun memiliki ancaman bencana.

Tidak hanya bencana alam, namun juga bencana sosial dan bencana lain yang efeknya mengarah kepada penurunan kepercayaan masyarakat internasional kepada Indonesia.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved