Keluarga Korban Penembakan di Paniai Papua Tolak Uang Rp 4 Miliar. Obet: Darah Saya yang Ditembak
Keluarga korban kasus penembakan di Kabupaten Paniai, Papua, menolak uang senilai Rp 4 miliar yang sempat ditawarkan pemerintah sebagai kompensasi.
TRIBUNBATAM.id, JAKARTA - Keluarga korban kasus penembakan di Kabupaten Paniai, Papua, menolak uang senilai Rp 4 miliar yang sempat ditawarkan pemerintah sebagai kompensasi.
Hal itu disampaikan oleh Obet Gobay, salah satu ayah korban penembakan, saat mendatangi kantor Amnesty International, Jakarta Pusat, Jumat (7/12/2018).
Kedatangan Obet ke Jakarta adalah untuk menagih janji Presiden Joko Widodo yang menyebut akan mengusut pelaku penembakan yang menewaskan putranya, Apius Gobay, empat tahun silam.
Obet yang kurang lancar berbahasa Indonesia ini mengatakan, ia bersama tiga keluarga korban lainnya menolak uang ganti rugi lantaran ingin pemerintah terus mencari tahu pelaku penembakan.
Baca: OPM Tantang TNI/POLRI Perang Revolusi Pada 2021 di Papua, Jubir Kodam Papua: Kami Siap Kapan Saja!
Baca: Pimpinan KKB di Papua Tantang Perang, Syaratnya TNI Tak Boleh Gunakan Helikopter dan Bom Udara
Baca: TERUNGKAP! Ini 8 Fakta Pembantaian 31 Pekerja Jembatan di Papua oleh KKB di Kabupaten Nduga
Baca: Keruk Rp 315 Juta Setelah Tipu 65 Pencaker Muka Kuning, MS : Bukan Hanya Saya yang Makan Uangnya
"Rp 4 miliar yang ditawarkan pemerintah, saya menolak, bantuan apapun saya tolak. Pak Jokowi, Kapolri, keadilan harus ada," kata Obet melalui terjemahan aktivis HAM Papua, Yones Douw.
Obet tak menerima uang kompensasi, sebab, bagi dia, nyawa putranya tak bisa dibeli.
"Kalau saya mau ambil Rp 4 miliar yang ditawarkan pemerintah saya bisa ambil. Kalau itu sapi atau babi yang terbunuh saya bisa pergi ke pasar untuk ganti beli. Tapi ini manusia, tidak dijual di pasar. Darah saya yang ditembak," ujarnya.
Obet juga mengatakan, jika memang pemerintah tak mampu tuntaskan kasus tersebut, ia berharap Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bisa menyelesaikannya.
Menegaskan pernyataan Obet, peneliti Amnesty International Indonesia untuk Papua, Papang Hidayat, mengatakan, dalam sebuah kasus, uang kompensasi yang diberikan kepada pemerintah dianggap substitusi atau pengganti dari proses pengadilan.
Jika keluarga korban menerima kompensasi tersebut, maka mereka tak bisa lagi menuntut.
"Kompensasi yang berusaha diberikan kepada keluarga korban itu dianggap sebagai substitusi pengganti dari pengadilan. Jadi kalau dia terima, dianggap sudah tidak boleh ngomong lagi," kata Papang.
Penembakan di Paniai tahun 2014 Pada 7-8 Desember 2018 menandai empat tahun penganiayaan dan penembakan di Kabupaten Paniai, Papua.
Pada 7 Desember 2014, di Jalan Poros Madi-Enarotali, Distrik Paniai Timur, terjadi penganiayaan kepada seorang warga bernama Yulianus Yeimo.
Menurut keterangan tertulis yang dirilis oleh Amnesty International, Yulianus mengalami luka bengkak pada bagian belakang telinga kanan dan kiri, serta luka robek di ibu jari kaki kiri.
Luka tersebut akibat pukulan popor senjata api laras panjang.