Kisah Nauru, Negeri Kecil di Pasifik yang Kini Dijadikan Australia 'Penjara' Pengungsi

Di negeri Nauru ada kebijakan pemberlakuan visa jurnalis sebesar 8.000 dolar Australia atau lebih dari Rp 80 juta.

AFP/TORSTEN BLACKWOOD
Negeri kecil Nauru yang kini digunakan Australia sebagai pusat detensi pengungsi dan pencari suaka. 

Meski demikian, pemerintah Nauru membatasi jumlah jurnalis yang bisa meliput yaitu hanya sebanyak 30 orang, sudah termasuk fotografer dan operator kamera beserta para reporter.

Pemerintan Nauru beralasan, wilayah negeri itu yang amat kecil tak mampu mengakomodasi jurnalis dalam jumlah besar dan membantah telah membatasi kebebasan pers.

Baca: Kedapatan Simpan Video Blue Sadis di HP, Turis Asal Malaysia Ditolak Masuk Australia

Baca: Karena Cuaca, Aspal di Jalan Raya Australia Meleleh. Para Pengendara pun Berhak Dapatkan Kompensasi

Baca: Dinamit Denmark Tak Meledak, Tapi Beruntung, Australia Justru Dikalahkan Peru

"Kami adalah negara kecil dan memiliki fasilitas akomodasi yang terbatas untuk ajang PIF ini," demikian pernyataan pemerintah Nauru.

"Media dari seluruh dunia sudah memahami masalah ini dan sudah mengajukan permohonan secara resmi, tetapi ABC merasa harus mendapatkan perlakuan istimewa," tambah pemerintah.

Di sisi lain, para pengamat menilai pernyataan pemerintah Nauru itu sekadar upaya untuk meminimalkan pandangan negatif.

"Meski infrastruktur memainkan peran dalam pembatasan ini tetapi kami amat terkejut dengan upaya mengontrol peliputan media," demikian pernyataan New Zealand Parliamentary Press Gallery.

Pulau Pengungsi

"Alergi" Nauru terhadap media berakar dari keberadaan pusat pemrosesan pencari suaka yang dibiayai Australia.

Dengan luas pulau yang hanya 21 kilometer persegi, maka lokasi pusat detensi itu tak jauh dari lokasi digelarnya KTT PIF 2018.

Di bawah kebijakan imigrasi keras yang diterapkan Canberra, para pencari suaka dicegah untuk mendarat di daratan Australia.

Pemerintah Australia mengirim para pengungsi lajang ke Pulau Manus di Papua Niugini, sementara mereka yang sudah berkeluarga, anak-anak, dan perempuan dikirim ke Nauru.

Pusat detensi Nauru yang kini menampung 240 orang termasuk perempuan dan anak-anak, memberikan keuntungan ekonomi bagi negeri terisolasi berpenduduk 11.000 jiwa itu.

Apalagi, satu-satunya sumber pendapatan Nauru yaitu fosfat yang merupakan bahan dasar pembuatan pupuk sudah semakin sedikit jumlahnya.

Pada 2010-2011, pendapatan pemerintah Nauru baru sekitar 20 juta dolar Australia atau sekitar Rp 213 miliar.

Namun pada 2015-2016, pendapatan negeri itu melonjak hingga 115 juta dolar atau Rp 1,2 triliun.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved