BATAM TERKINI
Tjipta Belum Juga Ditahan, Edward Tantang Jaksa Adu Argumentasi Hukum
“Setelah kami cari-cari dasar hukumnya, bahwa perintah hakim untuk menahan lalu jaksa sebagai eksekutor tidak menahan, tidak kami temukan sama sekali.
TRIBUNBATAM.id, BATAM – Terdakwa Tjipta Fudjiarta sejak divonis Selasa (11/12/2018) tiga tahun penjara dan perintah untuk ditahan oleh mejelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Batam, hingga saat ini belum juga ditahan.
Konferensi pers oleh Kajari Batam Dedie Tri Hariyadi dan Kasipidum Filpan FD Laia yang digelar Jumat (14/12/2018) lalu, menjelaskan alasan tidak ditahannya Tjipta meski ada perintah penahanan, belum juga memuaskan Edward Banner Purba Penasehat Hukum dari Conti Chandra.
Edward yang mendampingi Conti Chandra mengatakan, tidak ada alasan yuridis yang mendasar alasan yang dikeluarkan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam. Edward menduga, statement Kajari dan Kasipidum terkesan tidak berdasar.
“Setelah kami cari-cari dasar hukumnya, bahwa perintah hakim untuk menahan lalu jaksa sebagai eksekutor tidak menahan, tidak kami temukan sama sekali. Terkesan, statement Filpan hanyalah sebuah statement yang cenderung tidak berdasar pada aturan yang ada dan membela terdakwa. Saya siap adu argumen hukum soal ini,” kata Edward Banner Purba.
Edward menjelasakan alasan yuridis yang semestinya terdakwa Tjipta Fudjiarta sudah seharusnya ditahan terdapat, pada pasal 193 ayat (2) KUHAP berbunyi, pengadilan dalam menjatuhkan putusan, jika terdakwa tidak ditahan, dapat memerintahkan supaya terdakwa tersebut ditahan, apabila dipenuhi ketentuan pasal 21 dan terdapat alasan, cukup untuk itu.
Baca: Jaksa Kejari Batam Ajukan Banding Vonis Hakim Kasus Terdakwa Tjipta Fudjiarta
Baca: Tjipta Fudjiarta Belum Juga Ditahan, Pengacara Conti Candra Bakal Polisikan Kajari Batam
Baca: Tjipta Fudjiarta Divonis 3 Tahun Tapi Tak Dipenjara, Begini Penjelasan Kajari Batam
Tambah Edward, kemudian, pasal 21 ayat (1) KUHAP menyatakan, perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan/atau mengulangi tindak pidana.
“Artinya sudah harus ditahan. Tidak ada alasan untuk itu. Coba dibaca pasal 193 ayat (2) KUHAP jelas di situ. Pertanyaannya sekarang banyak beredar, dia (jaksa) belum incrach. Betul. Putusan itu belum incrach karena terdakwa banding. Tapi banding tidak menghalangi putusan pengadilan. Soal ia banding adalah urusannya. Soal putusan hakim tahan, ya segera tahan,” papar Edward Banner Purba.
Lebih jelas dikatakan Edward, sebagai pembanding perkara penodaan agama mantan Gubernur DKI Basuki Tjahya Purnama alias Ahok. Kalau dilihat persis putusan Ahok, sama persis putusan yang dibacakan oleh PN Batam terhadap terdakwa Tjipta Fudjiarta.
”Tidak ada bedanya. Ahok langsung ditahan. Lalu apa hebatnya Tjipta Fudjiarta kok belum ditahan?,” keta Edward seraya memperlihatkan salinan amar putusan perkara Ahok.
"Agar tidak rancu dan ada pembanding, berikut diuraikan putusan Ahok di Pengadilan Negeri Jakarta Utara dengan putusan Tjipta Fudjiarta," katanya.
Baca: Hakim Perintahkan Tjipta Fudjiarta Ditahan, Lapas dan Rutan Belum Terima Pelimpahan dari Jaksa
Baca: Terkait Pengadilan Perintah Penahanan Tjipta Fudjiarta, Jaksa Enggan Bicara
Baca: Usai Divonis, Tjipta Fudjiarta Dibawa dengan Mobil Pribadi. Alfonso Tuding Jaksa Tidak Taat Hukum
Petikan Putusan Ahok, pertama menyatakan terdakwa Ir Basuki, Tjahaja Purnama alias Ahok terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah. Kedua, menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun. Kemudian ketiga, memerintahkan agar terdakwa ditahan.
"Saat itu, atas perintah hakim pada PN Jakarta Utara, jaksa selaku eksekutor yang menangani perkara Ahok, langsung menahan dan menyeret ke penjara,"ujar Edward.
Selanjutnya, kata Edward hal yang sama juga sama dengan petikan putusan Tjipta Fudjiarta. Pertama, menyatakan terdakwa Tjipta Fudjiarta terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penipuan dan menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam surat autentik, sebagaimana dalam dakwaan gabungan penuntut Umum.
Kedua menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana penjara selama tiga tahun. Kemudian ketiga, menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan kepadanya dan keempat memerintahkan agar terdakwa ditahan.
Saat itu, atas perintah hakim pada PN Batam, jaksa selaku eksekutor yang menangani perkara Tjipta Fudjiarta, tidak menahan. Bahkan sewaktu pulang, terlihat dengan kasat mata wartawan dari jarak sekitar 1,5 meter, terdakwa Tjipta Fudjiarta naik mobil pribadi merek Fortuner warna putih dengan nopol BP 99 H.
“Jadi alasan apa lagi jaksa dalam perkara ini,” imbuh Edward.
Seterusnya, Edward menjelaskan surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum tertanggal 6 Mei 2002 yang dijabat oleh B Fachri Nasution SH saat itu, telah mengatur soal penahanan seorang terdakwa jika sudah divonis oleh pengadilan.
Edward sendiri yakin, surat itu masih berlaku hingga saat ini.
“Katanya rahasia. Rahasia apa? Kenapa bisa didowload di google kalau rahasia. Rahasia itu tidak bisa dibuka ke umum. Itu baru rahasia. Ini bisa dibuka di goolge. Berarti, siapa pun bisa mempelajari dong?,” katanya.
Baca: Tjipta Fudjiarta Divonis 3 Tahun Penjara, Hakim Perintahkan BCC Hotel Dikembalikan ke Conti Chandra
Baca: Pengacara Tjipta Fudjiarta: Keterangan Saksi Tak Cukup Buktikan Kesalahan Terdakwa
Baca: Sidang Selalu Ditunda, Jaksa Tuntut Tjipta Fudjiarta Bebas dari Dakwaannya Sendiri
Surat yang dimaksud Edward, berbunyi, pasal 270 KUHAP pada dasarnya Jaksa belum dapat melaksanakan setiap keputusan yang belum mempunyai kekuatan hukum yang tetap; Akan tetapi dalam hal perintah penahanan secara tegas dimuat/dinyatakan dalam amar putusan Pengadilan (Negeri/Tinggi).
Maka yang dilaksanakan oleh Jaksa Umum adalah Penetapan Hakim yang terkandung dalam amar putusan dimaksud dan sama sekali bukan dalam rangka eksekusi putusan pengadilan yang masih dalam tahap upaya hukum.
“Dapat kami lanjutkan dan bacakan bahwa sebagai persyaratan dari perintah Hakim tersebut adalah memenuhi ketentuan pasal 193 (2) huruf a KUHAPidana, yang berbunyi, pengadilan dalam menjatuhkan putusan, jika terdakwa tidak ditahan dapat memerintahkan supaya terdakwa tersebut ditahan, apabila di penuhi ketentuan pasal 21 dan terdapat alasan cukup untuk itu. Artinya harus tahan,” papar Edward.
Lebih jelas dikatakan dan dijelaskan Edward, dapat ditegaskan kembali bahwa apabila ada perintah untuk menahan terdakwa yang dimuat dalam amar putusannya, maka Jaksa Penuntut Umum harus segera melaksanakannya, meskipun putusannya belum mempunyai kekuatan hukum yang tetap, sebab pelaksanaan penahanan terdakwa yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum bukan mengeksekusi putusan pengadilan, akan tetapi semata-mata melaksanakan perintah Hakim yang terdapat pada amar putusan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 197 ayat (1)butir K KUHAP.
“Jadi, amar putusan pengadilan lain yang harus dilaksanakan oleh Jaksa Penuntut Umum, meskipun belum mempunyai kekuatan hukum yang tetap, adalah perintah pembebasan terdakwa dari tahanan seperti tersebut pada pasal 192 ayat (1) atau pada pasal 129 ayat (2) b KUHAP. dan Perintah penyerahan barang bukti, seperti tersebut pada pasal 194 ayat (2) dan (3) KUHAP (disertai dengan syarat tertentu),” tambahnya.(leo)