Poligami Diam-diam, Istri Siram Suami dengan Air Panas Hingga Tewas

Peristiwa itu terjadi karena Aminah cemburu atas tindakan Bahtiar (28) tak lain suami pelaku, menikah tanpa sepengetahuanya.

Humas Polres Jeneponto
Kapolsek Bangkala Iptu Bahtiar mendatangi rumah korban di Kampung Beru, Desa Kapita, Kecamatan Bangkala, Jeneponto. Seorang wanita bernama Aminah (30) tega menyiram air panas ke tubuh suaminya sendiri hingga melepuh dan tewas di Kampung Paranga, Desa Kapita, Kecamatan Bangkala Jeneponto. Peristiwa itu terjadi karena Aminah cemburu atas tindakan Bahtiar (28) tak lain suami pelaku, menikah tanpa sepengetahuanya. 

TRIBUNBATAM.id - Seorang wanita bernama Aminah (30) tega menyiram air panas ketubuh suaminya sendiri hingga melepuh dan tewas di Kampung Paranga, Desa Kapita, Kecamatan Bangkala, Jeneponto.

Peristiwa itu terjadi karena Aminah cemburu atas tindakan Bahtiar (28) tak lain suami pelaku, menikah tanpa sepengetahuanya.

Hal itu dibenarkan Kasubag Humas Polres Jeneponto, AKP Syahrul keTribunJeneponto.com, Sabtu (20/7/2019) pagi.

 

"Pada hari Sabtu (13/7/2019) lalu, korban Bahtiar sedang tidur, lalu pelaku yang tak lain istrinya sendiri memasak air panas dan menyiramkan kearah tubuh korban," kata AKP Syahrul.

Begini Tips Terhindar dari Penipuan Berkedok Program Travel Online

Soto Bogor Gurihnya Bikin Tambah Nasi, Contek Resepnya

Bunga BI Turun, Inilah Saham - saham yang Menarik untuk Investasi

Ramalan Zodiak Cinta Besok 21 Juli 2019, Aries Pengin Putus, Gemini Cinlok, Virgo Semakin Harmonis

 

Akibatnya korban mengalami kulit melepuh hampir sekujur tubuh terutama pada bagian dada dan perut.

Mantan Kapolsek Tamalatea itu menambahkan korban sempat mendapat perawatan di RSUD Takalar.

"Setelah kejadian tersebut korban dibawa oleh keluarga pelaku kerumah sakit umum Padjonga Dg Ngalle Takalar untuk mendapatkan perawatan," tutur Syahrul.

"Namun tidak ada perubahan sehingga keluarga korban memutuskan untuk dilakukan pengobatan tradisional hingga akhirnya meninggal dunia," jelasnya.

Rencananya, jenasah pria yang bekerja sebagai sopir angkot di Makassar itu akan dimakamkan hari ini di rumah saudaranya di Kampung Beru, Desa Kapita, Kecamatan Bangkala, Jeneponto.

Istri korban Aminah(30) yang juga pelaku telah diamankan pihak kepolisian dan penanganan perkara ke Sat Reskrim Polres Jeneponto.

Syarat dan Prosedur Poligami yang Sah

Melansir hukumonline.com, berikut syarat dan prosedur poligami yang sah.

Pada dasarnya, sesuai ketentuan Pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Jadi, berdasarkan ketentuan tersebut, hukum Perkawinan Indonesia berasaskan monogami.

Asas monogami lebih ditegaskan lagi di dalam bunyi Pasal 3 ayat (1) UU Perkawinan yang mengatakan bahwa pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri. Di mana seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami. Ini berarti sebenarnya yang disarankan oleh undang-undang adalah perkawinan monogami.
Akan tetapi, UU Perkawinan memberikan pengecualian, sebagaimana dapat kita lihat Pasal 3 ayat (2) UU Perkawinan, yang mana Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan
Dalam hal seorang suami akan beristeri lebih dari seorang, maka si suami wajib mengajukan permohonan kepada Pengadilan di daerah tempat tinggalnya (Pasal 4 ayat [1] UU Perkawinan). Dalam Pasal 4 ayat (2) UU Perkawinan dijelaskan lebih lanjut bahwa Pengadilan hanya akan memberikan izin kepada si suami untuk beristeri lebih dari satu jika:

a.    isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;

b.    isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;

c.    isteri tidak dapat melahirkan keturunan.

Selain hal-hal di atas, si suami dalam mengajukan permohonan untuk beristeri lebih dari satu orang, harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (Pasal 5 ayat [1] UU Perkawinan):

a.    adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri;

b.    adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka;

c.    adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka.

Persetujuan isteri/isteri-isterinya tidak diperlukan jika isteri/isteri-isterinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari isterinya selama sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun, atau karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari Hakim Pengadilan (Pasal 5 ayat [2] UU Perkawinan).

Dalam Hukum Islam pengaturan tentang poligami merujuk pada Kompilasi Hukum Islam (“KHI”). Ketentuan KHI menyangkut poligami tidak jauh berbeda dengan UU Perkawinan. Hanya saja di dalam KHI dijelaskan antara lain bahwa pria beristeri lebih dari satu diberikan pembatasan, yaitu seorang pria tidak boleh beristeri lebih dari 4 (empat) orang. Selain itu, syarat utama seorang pria untuk mempunyai isteri lebih dari satu adalah pria tersebut harus mampu berlaku adil terhadap isteri-isterinya dan anak-anaknya (Pasal 55 KHI).
Menurut KHI, suami yang hendak beristeri lebih dari satu orang harus mendapatkan izin dari Pengadilan Agama. Jika perkawinan berikutnya dilakukan tanpa izin dari Pengadilan Agama, perkawinan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum (Pasal 56 KHI).
Sama seperti dikatakan dalam UU Perkawinan, menurut Pasal 57 KHI, Pengadilan Agama hanya memberi izin kepada seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang jika:

a.    istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri;

b.    istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;

c.    istri tidak dapat melahirkan keturunan.

Selain alasan untuk menikah lagi harus jelas, Kompilasi Hukum Islam juga memberikan syarat lain untuk memperoleh izin Pengadilan Agama. Syarat-syarat tersebut juga merujuk pada Pasal 5 UU Perkawinan, yaitu: (Pasal 58 KHI)

a.    adanya persetujuan istri;

b.    adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka.

Pasal 58 KHI ini juga merujuk pada Pasal 41 huruf b Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (“PP 9/1975”), yang mengatakan bahwa persetujuan isteri atau isteri-isteri dapat diberikan secara tertulis atau dengan lisan, tetapi sekalipun telah ada persetujuan tertulis, persetujuan ini dipertegas dengan persetujuan lisan isteri pada sidang Pengadilan Agama.
Jika si isteri tidak mau memberikan persetujuan, Pengadilan Agama dapat menetapkan tentang pemberian izin setelah memeriksa dan mendengar isteri yang bersangkutan di persidangan Pengadilan Agama, dan terhadap penetapan ini isteri atau suami dapat mengajukan banding atau kasasi (Pasal 59 KHI).
Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 43 PP 9/1975 yang menyatakan bahwa: ”Apabila Pengadilan berpendapat bahwa cukup alasan bagi pemohon untuk beristeri lebih dari seorang, maka Pengadilan memberikan putusannya yang berupa izin untuk beristeri lebih dari seorang”.
Menurut Mukti Ali Jalil, S. Ag., M.H., Wakil Panitera Pengadilan Agama Bengkalis, dalam eseinya Tinjauan Sosio-Filosofis Urgensi Pemberian Izin Poligami Di Pengadilan Agama(diunduh dari www.pt-bengkalis.go.id), izin berpoligami oleh Pengadilan Agama dapat diberikan apabila alasan suami telah memenuhi alasan-alasan alternatif sesuai ketentuan Pasal 4 ayat (2) UU Perkawinan dan syarat-syarat kumulatif yang tercantum dalam Pasal 5 ayat (1) UU Perkawinan sebagaimana tersebut di atas.
Menurut Mukti Ali, kedudukan izin untuk berpoligami menurut ketentuan di atas adalah wajib, sehingga apabila dilakukan tanpa lebih dahulu mendapat izin, maka perkawinan itu tidak mempunyai kekuatan hukum, dengan demikian perkawinan itu juga tidak sah karena dianggap tidak pernah telah terjadi.
 
Dasar Hukum:

1.    Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;

2.    Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;

3.    Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.

 
Referensi:

Mukti Ali Jalil, S. Ag., M.H.,Tinjauan Sosio-Filosofis Urgensi Pemberian Izin Poligami Di Pengadilan Agama, diunduh pada 18 Maret 2013 dari http://www.pa-bengkalis.go.id/images/stories/berita/Data/Tinjauan-poligami.pdf.

(TribunJeneponto.com)

Artikel ini telah tayang di tribun-timur.com dengan judul Tak Terima Suami Nikah Lagi, Perempuan Jeneponto Ini Siram Suami Air Panas Hingga Tewas, https://makassar.tribunnews.com/2019/07/20/tak-terima-suami-nikah-lagi-perempuan-jeneponto-ini-siram-suami-air-panas-hingga-tewas?page=all.

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved