13 Hari Gubernur Kepri Ditahan KPK, Istri Nurdin Basirun Tak Pernah ke Tanjungpinang

13 hari sudah Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Nurdin Basirun ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (23/7/2019).

TRIBUNNEWS
Gubernur Kepri Nurdin Basirun ditahan KPK dalam kasus suap izin reklamasi, Kamis (11/7/2019). KPK menggeladah rumah pribadi Nurdin Basirun di Karimun, Selasa (23/7/2019) 

Selain rumah dinas gubernur, policeline di dua tempat di Kantor Gubernur Provinsi Kepulauan Riau, Pulau Dompak, Tanjungpinang juga sudah dicabut, yakni di pintu khusus Gubernur Kepri sebelah kiri bangunan utama kantor Gubernur lantai 1 dan di ruang kerja Gubernur Kepri di lantai lV.

"Masih kosong ruangannya, gak ada aktivitas," ujar petugas Satpol PP.

Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Kepri, Isdianto masih menempati ruangnnya dan tidak banyak berkomentar ketika ditanya mengapa tidak menempati ruang kerja gubernur.

"Kan masih ruangan Pak Nurdin itu, saya kan ruangan sendiri. Saya ini Plt hanya menjalankan tugas-tugas saja," ujar Isdianto.

Di Jakarta, hingga kemarin Nurdin Basirun dan tiga tersangka lain masih menjalani pemeriksaan intensif, hingga 2 Agustus 2019 mendatang.

Nurdin ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) K-4 KPK, di kompleks Gedung Merah Putih, Kuningan, Jakarta Pusat.

Seperti diberitakan, Gubernur Kepri Nurdin Basirun ditangkap KPK terkait suap izin reklamasi di Tanjungpiayu, Batam.

Selain Nurdin Basirun, KPK menetapkan tersangka lain yakni Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Edy Sofyan, Kepala Bidang Perikanan Tangkap DKP Budi Hartono, dan pihak swasta Abu Bakar yang menyerahkan uang suap.

Dalam kasus ini, untuk keperluan reklamasi Gubernur mengajukan Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZW3K) Pemanfaatan Laut dan Wilayah Pesisir kepada DPRD Kepri.

Salah satunya pihak swasta bernama Abu Bakar mengajukan izin pemanfaatan laut untuk melakukan reklamasi di Tanjung Piayu, Batam untuk pembangunan resort dan kawasan wisata seluas 10,2 hektare.

Padahal kawasan tersebut merupakan kawasan budidaya dan hutan lindung bagi perikanan nelayan. Wilayah Tanjungpiayu sendiri merupakan kawasan bakau yang mesti dilindungi sebagai kawasan tangkap ikan nelayan, maka disiasati dengan cara tipu-tipu.

Dalam proses reklamasi tersebut, pihak pengusaha kemudian memberikan uang suap dalam bentuk dolar Singapura, dolar AS dan rupiah dalam beberapa tahap.

Rinciannya, pada 30 Mei 2019, Abu Bakar memberikan uang Sin$ 5.000 dolar dan Rp 45 juta kepada Nurdin. Kemudian, tanggal 31 Mei 2019 izin prinsip proyek reklamasi untuk kepentingan Abu Bakar pun terbit.

Pada tanggal 10 Juli 2019, saat OTT berlangsung, ABK memberikan tambahan uang sebesar Sin$ 6.000 dolar kepada Nurdin melalui Budi Hartono.

Di luar penerimaan suap, KPK menduga Nurdin menerima gratifikasi terkait jabatannya.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved