Hamza, Putra Osama bin Laden yang Kepalanya Dihargai Rp 14 Miliar Dilaporkan Tewas
Hamza bin Laden adalah orang yang paling diburu Amerika Serikat dan kepalanya dihargai 1 juta dolar atau Rp 14 miliar untuk menghabisi sel-sel teroris
Dalam artikel September 2017, mantan agen FBI dan pakar kontra-terorisme Ali Soufan berkata, Hamza memang dipersiapkan menggantikan si ayah di tampuk kepemimpinan.
"Dengan 'kekhalifahan' ISIS yang nampaknya sudah mulai di ujung tanduk, Hamza kini dipandang sebagai sosok yang bisa menyatukannya," papar Soufan saat itu.
Ketika mendampingi ayahnya dalam tragedi 9/11, Hamza bin Laden sudah belajar memegang senjata dan mempunyai pandangan negatif mengenai AS dan sekutunya.
Pada 2016, Al Qaeda mempublikasikan pesan berisi seruan Hamza agar ISIS maupun kelompok ekstremis lain di Suriah bersatu dan "membebaskan Palestina".
Masuk Daftar Hitam
Nama Hamza bin Laden sudah dimasukkan dalam daftar hitam teroris global sejak 2017 lalu.
Pada 2015, seorang pemimpin senior al Qaeda mengungkapkan bahwa Hamza telah bergabung barisan kelompok teroris.
Hamza kemudian muncul dalam rekaman propaganda bagi kelompok Al-Qaeda, menyerukan serangan serigala terhadap Barat dan Arab Saudi, demikian dilansir DailyMail.

Foto Hamza bin Laden kecil di Afghanistan pada tahun 2001
Hamza menyerukan kelompoknya melakukan serangan di Washington, DC, Paris dan Tel Aviv, Israel.
Dalam rekaman audio itu, ia menyerukan balas dendam terhadap Amerika Serikat.
Bahkan ia menyerukan bangsa-bangsa Arab untuk bersatu dengan afiliasi Al Qaeda di Yaman untuk berperang melawan Kerajaan Arab Saudi, sekutu AS.
Meskipun sudah tewas, Osama diyakini masih memiliki aset yang cukup besar sehingga pihak AS terus menelusuri kekayaan Osama tersebut untuk diblokir.
Sejauh ini belum jelas peran Hamza dalam kelompok al Qaeda, apakah hanya sebagai alat untuk mengumpulkan kekuatan atau menguasai aset Osama untuk melanjutkan perjuangan ayahnya yang ditembak di Pakistan dalam sebuah operasi militer.
Dalam beberapa tahun terakhir, Al Qaeda dan afiliasi Suriahnya, Jabhat al Nusra, telah kehilangan wilayah dan orang-orang.
Hal ini karena perang di sejumlah wilayah basis mereka, seperti Irak dan Suriah, perang juga sedang berkecamuk.