Jelang Demo Besar-besaran, Polisi Tangkap Sejumlah Pentolan Demonstrasi Hong Kong
Aktivis pro-demokrasi Hong Kong ditangkap dari Kamis malam hingga Jumat (30/8/2019), sehari menjelang rencana demo besar-besaran "831 Decision", besok
Hal ini diduga menjadi pendorong bagi Beijing untuk memamerkan kekuatan setelah sebelumnya mengerahkan 12 ribu pasukan anti-huru-hara di Shenzhen, kota yang berbatasan langsung dengan Hong Kong.
Media tersebut menyebutkan bahwa pengiriman pasukan itu sebagai rotasi rutin garnisun Pasukan Pembebasan Rakyat (PLA) yang ditempatkan di negara semi-otonom tersebut.
Cuplikan dari televisi CCTV yang dikelola pemerintah China juga menggambarkan pergerakan kendaraan-kendaraan berat milik People's Liberation Army (PLA) itu.
"Garnisun Hong Kong dari Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok (PLA) pada Kamis pagi menyelesaikan rotasi ke-22 sejak ditugaskan menjaga keamanan Hong Kong pada tahun 1997," lapor kantor berita Xinhua.
Namun, banyak yang menduga bahwa pergantian besar-besaran itu sebagai upaya Beijing menunjukkan kesiapannya jika aksi demo anti-pemerintah semakin tak terkendali.
Rotasi terjadi kurang dari 24 jam setelah polisi menolak izin untuk mengadakan rapat umum baru yang direncanakan Sabtu lusa yang diperkirakan akan mengerahkan ratusan ribu orang ke jalanan Hong Kong.
• Makin Parah, Polisi Hong Kong Terpaksa Gunakan Pistol dan Meriam Air ke Demonstran
• Para Konglomerat di Hong Kong Teriakkan Stop Demo, Harta Tergerus Hingga 15 Miliar
• Sempat Damai, Kerusuhan di Hong Kong Kembali Pecah Hingga Gunakan Semprotan Merica
Polisi sebelumnya juga menolak memberi izin bagi demonstran tetapi perintah tersebut sebagian besar diabaikan.
"Sebelum datang ... kami belajar tentang situasi Hong Kong," kata perwira PLA, Letnan Kolonel Yang Zheng dalam video yang disiarkan media China, "Kami telah memperkuat pelatihan kami ... untuk memastikan kami dapat memenuhi tugas pertahanan kami."

Informasi yang berkembang, jumlah pasukan baru yang dikerahkan ke Hong Kong antara 8.000 hingga 10.000 pasukan yang berasal dari berbagai pos-pos militer dari Cina selatan.
Anggota militer China ini disebut telah meningkatkan berbagai latihan rutin mereka, tetapi jarang terlihat di luar markas mereka.
Saksi-saksi menyebutkan bahwa ribuan pasukan ini terlihat di sekitar pangkalan militer Shek Kong.
China sebelumnya mengatakan bahwa mereka tidak akan "duduk dan menonton" demo dan kerusuhan di Hong Kong.
China juga menuduh Amerika Serikat dan Inggris mencampuri urusannya di Hong Kong dan telah mengungkapkan peringatan yang jelas bahwa intervensi yang kuat dimungkinkan jika Hong Kong tak juga mereda.
Dalam perjanjian penyerahan antar Inggris dan China tahun 1997, China tidak bisa melakukan intervensi keamanan terhadap Hong Kong jika tidak ada permintaan resmi dari pemerintah eksekutif dan kepolisian Hong Kong selama 30 tahun sejak penyerahan.
Hingga saat ini, baik pemerintah eksekutif Carrie Lam maupun kepolisian Hong Kong menyatakan bahwa mereka masih mampu untuk menyelesaikan masalah Hong Kong dan belum akan meminta bantuan dari Beijing.
Carrie Lam mengatakan, pemerintahannya berusaha melakukan pendekatan-pendekatan terhadap berbagai faksi yang membuat Hong Kong lumpuh secara politik dan ekonomi dalam tiga bulan terakhir.
Sayangnya, hingga saat ini, belum ada perkembangan dari upaya Carrie Lam tersebut meskipun sebagian masyarakat dan pengusaha di Hong Kong mulai mengeluh oleh aksi demo.
Salah satu yang terberat adalah anjloknya kunjungan wisata hingga 79 persen selama libur musim dingin ini.
China juga wajib menjamin demokratisasi di Hong Kong atau dikenal dengan "satu negara dua sistem".
Namun, aksi demo dan kerusuhan Hong Kong yang beraswal dari penolakan RUU ekstradisi telah berubah menjadi kampanye anti-China dan keinginan untuk menentukan hak-hak sendiri.
Para pendemo mendesak pemilihan umum universal atau referendum untuk hal itu, sesuatu yang tidak mungkin dikabulkan oleh Beijing.
Aksi demo damai di awal Juni kemudian berubah menjadi reli yang brutal karena pendemo melakukan aksi anarkis serta terjadinya sejumlah bentrokan dengan kepolisian Hong Kong.
Pemimpin Front Hak-Hak Sipil (CHRF) Jimmy Sham mengatakan kelompok itu akan mengajukan banding terhadap keputusan polisi yang menolak memberikan izin, Sabtu.
"Anda dapat melihat tindakan polisi semakin intensif, dan Anda dapat melihat (pemimpin Hong Kong) Carrie Lam sebenarnya tidak memiliki niat untuk membiarkan Hong Kong kembali ke perdamaian," katanya.
Demonstran telah didesak untuk berkumpul di pusat kota dan berbaris ke Kantor Penghubung, departemen yang mewakili pemerintah China di Hong Kong.
Reli terakhir yang diselenggarakan oleh CHRF pada 18 Agustus membawa ratusan ribu orang ke ruang publik utama kota.
Meskipun dilarang oleh polisi dan diminta meninggalkan daerah itu, mereka kemudian berbaris dengan damai di jalan-jalan.
Protes yang awalnya menolak RUU ekstradisi --termasuk ke China daratan-- berkembang menjadi seruan yang lebih luas untuk demokrasi yang lebih besar dan penyelidikan terhadap kebrutalan polisi pada aksi 11 Juni 2019.