Soal Perppu KPK, Taufiequrachman Ruki: Presiden Jokowi Sudah Punya Komitmen, Tapi Dipatahkan DPR

Dia mengatakan Presiden telah menginisiasi penerbitan Perpu KPK. Namun, upaya itu gagal karena banyak anggota dewan yang menolak.

|
Tribunnews.com/ Lusius Genik
Mantan Komisioner KPK Taufiequrrahman Ruki di Galeri Cemara, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (4/10/2019). 

"Dalam pengertian sudah disahkan, tinggal membuat tanda tangan. Kalau presiden misalnya tidak mau tanda tangan 30 hari sesudah disahkan itu berlaku sendiri," ungkap Mahfud MD di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (26/9/2019).

Kata Mahfud, Jokowi pun tidak bisa mencabut sebuah RUU yang sudah disahkan.

Hal itu sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Pasal 20 ayat 5 UUD 1945.

"Jadi misalkan Presiden 'saya mau cabut', nggak bisa, sudah disahkan, sudah diketok palu. Sehingga bagaimanapun Presiden harus menandatangani atau tetap masuk lembaran negara," jelas dia.

Seperti diketahui, pemerintah dan DPR menyepakati poin-poin revisi RUU KPK pada tanggal 16 September 2019.

Kemudian dibawa ke rapat paripurna untuk pengesahan pada 17 September 2019.

Maka, Mahfud menyebut RUU KPK akan berlaku setidaknya pada Rabu, 17 Oktober 2019.

"Sudah berlaku meskipun presiden menolak tanda tangan," katanya.

Dari sisa waktu yang ada sebelum resmi berlaku, Mahfud mengusulkan beberapa solusi sebagai jalan tengahnya.

Diantaranya lewat legislatif review, Judicial Review, dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu).

Jalan tengah yang paling ringan dan prosedural yakni upaya perubahan lewat mekanisme legislatif review.

Yakni, membiarkan RUU KPK disahkan menjadi Undang-Undang, lalu tak lama kemudian struktur keanggotaan DPR yang baru menyusun agenda dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) untuk dibahas kembali.

Kalau perlu, bisa dijadikan prioritas.

"Bisa. Itu nggak akan menimbulkan keributan, itu proses legislasi biasa dan bisa diprioritaskan pada awal pemerintahan," ujar Mahfud.

Kalau masyarakat terlanjur kecewa dengan sikap DPR terdahulu dan tidak percaya proses legislatif review, maka publik dapat mengajukan Judicial Review (JR) ke Mahkamah Konstitusi.

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved