Polemik Keraton Agung Sejagat
Keraton Agung Sejagat Berujung Kasus Hukum, Polisi Tangkap Totok Santosa dan Fanni Aminadia
Perjalanan kisah Keraton Agung Sejagat di Purworejo berakhir pada hukum. Polisi menangkap Totok Santosa (42) dan istrinya Fanni Aminadia (41)
Masyarakat Purworejo tengah dihebohkan dengan keberadaan Kerajaan Keraton Agung Sejagat (KAS) beberapa hari terakhir.
Keraton itu berada di RT 3 RW 1 Desa Pogung Jurutengah, Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.
Layaknya sebuah kerajaan, Keraton Agung Sejagad dipimpin oleh seorang yang dipanggil dengan sebutan Sinuhun.
Nama asli sinuhun sendiri adalah Totok Santoso Hadiningrat. Dari penuturan warga setempat, Totok merupakan warga asal kota Yogyakarta.
Istrinya yang juga merupakan permaisuri, dikenal sebagai Kanjeng Ratu, memiliki nama asli Dyah Gitarja.
Keberadaan Kerajaan Keraton Agung Sejagat dianggap sebagai cara menunaikan janji 500 tahun dari runtuhnya Kerajaan Majapahit tahun 1518.

Kemunculannya Keraton Agung Sejagat ini adalah untuk menyambut kehadiran Sri Maharatu (Maharaja) Jawa kembali ke Jawa.
Para pengikut KAS disebut dengan istilah punggawa kerajaan. Akhir-akhir ini aktifitas KAS membuat para warga sekitar resah.
Pada mulanya warga sama sekali tidak tahu-menahu dengan berbagai kegiatan yang dilakukan.
Warga hanya tahu bahwa di dalam area rumah yang sekarang disebut sebagai keraton, sering melakukan aktifitas budaya.
"Akan ada semacam museum, ada berbagai macam kesenian lainnya, sehingga masyarakat sekitar makmur karena ada wisatawan akan datang," ujar Sumarni (53) tetangga yang rumahnya dekat dengan area keraton, Selasa (14/1).
Dulunya hanya dikenal sebagai perkumpulan-perkumpulan biasa yang menamai dirinya sebagai Development Economic Commite (DEC).
"Itu adalah komunitas yang akan mencairkan dana pemerintah zaman dulu," katanya.
Sumarni mengatakan kegiatan mulai ramai dan datang berbagai orang dari luar mulai 14 Agustus 2019. Orang-orang datang berdatangan menggunakan kain-kain tradisional seperti kerajaan.
Orang-orang itu datang bukan dari Purworejo atau orang asli di situ, melainkan mereka datang dari luar seperti Bantul, Imogiri, dan lainnya.