Warga Batam Kekeringan, Air di Dam Tambesi Melimpah Ruah, Ada Solusi Tapi ATB Tak Bisa Berkerja
Masyarakat Kota Batam bingung menghadapi krisis air di Kota Batam. Sejauh ini, saat ditanyakan pemerintah terus berlindung dibalik faktor alam
Keresahan warga pun semakin menjadi-jadi setelah Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Hang Nadim Batam memprediksi rendahnya curah hujan sejak bulan Februari hingga akhir Maret 2020 nanti.
Kondisi ini pun tak luput dari sorotan banyak pihak. Salah satunya anggota Komisi III DPRD Batam, Thomas Arihta Sembiring.
Menurutnya, Batam sangat bergantung dengan intensitas curah hujan.
Namun ia menegaskan, kondisi ini tak seharusnya membuat pihak-pihak terkait berpangku tangan.
"Jangan salahkan Tuhan dong," ungkapnya kepada Tribun Batam, Selasa (10/3/2020).
Thomas menuturkan, ketidakhadiran inovasi justru membuat beberapa pihak seolah menyalahkan kondisi alam.
"Berbicara faktor alam tentu di luar prakiraan. Kondisi ini sebagai premis mayor harus segera dicari alternatifnya," sambungnya.
Inovasi itu lanjutnya dapat berupa penggunaan teknologi untuk menemukan sumber air baru.
Sehingga kebutuhan air untuk warga relevan dengan pertumbuhan penduduk di Batam.
"Kelemahannya itu belum memaksimalkan research and development. Padahal laboratorium sudah ada di lembaga itu," sesalnya.
Ia meminta pihak terkait sebagai penjamin ketersediaan air baku di Batam tidak bekerja seperti petugas pemadam kebakaran.
"Bekerja saat api membesar dan membahayakan. Tapi lebih baik sedia payung sebelum hujan, istilahnya masalah diselesaikan dari hulu baru ke hilir," pungkasnya. (dna)
Transfer Air Baku Domain BP Batam
Untuk mengatasinya, PT. Adhya Tirta Batam (ATB) sebagai pengelola air bersih di Batam pun menawarkan solusi dengan melakukan pendistribusian (rationing) bergilir terhadap warga.
Walau waktunya masih dipersiapkan, namun skema 2-5, 2 hari off 5 hari on, untuk rationing telah disosialisasikan.