HIKMAH RAMADHAN

Ramadhan dan Introspeksi Diri 

Puasa Ramadhan bisa menjadi saatnya melakukan instropeksi diri apakah puasa kita memang penuh keimanan atau hanya sekedar tradisi.

ISTIMEWA
Effendy Asmawi Alhajj 

Kalau lantaran puasa, kesehatan kita semakin menurun, barangkali karena kita belum menahan diri dari cara makan yang benar.

Atau makanan dan minuman tidak termasuk “thayyiban”, baik halal dalam cara memperolehnya maupun halal menurut jenisnya. (Ibnu Majah & al-Hakim). 

Kalau dengan puasa rohani tak terasa, barangkali karena kita belum mengamalkan amalan-amalan yang sangat dianjurkan dalam bulan Ramadhan, antara lain ibadah mahdhah-shalat malam, tadarrus, istighfar, dzikir, baca shalawat dll.

Atau berupa ibadah social, seperti banyak membantu fakir-miskin, suka berinfak dan bersedekah. Atau ibadah pengembangan diri, suka bertadabbur, berpikir, belajar dan senang terhadap majelis taklim dan lain sejenisnya. Kalau semuanya sudah dikerjakan, selanjutnya kita serahkan kepada Allah Ta'ala. Wallahu a’lam. 

Ramadhan Menjauhkan Kita dari Permusuhan 

“Hai orang-orang yang beriman, hindarilah prasangka karena sebahagian prasangka itu dosa, janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan jangan pula sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Pasti kamu akan jijik, bertawakalah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah itu Maha Penerima  taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. 44:12). 

Agenda social Ramadhan menuntut segala kemampuan moral dan intelektual yang tinggi dalam kehidupan kita dewasa ini adalah menyelenggarakan hubungan social yang harmonis dan terhindar dari permusuhan. 

Apalagi dalam suasana Ramadhan ini,  kita perlu membina dan menempa iman kita dalam mewujudkan aplikasi takwa kita kepada-Nya. 

Ada tiga yang perlu kita perhatikan yaitu: 

Pertama, su-udzdzan (buruk sangka) yaitu suatu sifat yang senang menghembuskan angin-angin prasangka kepada orang lain dengan penilaian tertentu yang cenderung kepada negative/buruk.

Rasul Shallallahu 'Alaihi wa Sallam mengingatkan, “Hindarilah prasangka karena prasangka itu berita-berita yang paling dusta.”(HR. Bukhari Muslim). 

Dan bahkan dari itu akan melahirkan sikap aniaya (egois) yang berakibat bukan hanya untuk diri sendiri tapi juga untuk khalayak dan merugikan semua atau dalam bahasa lain “kekurangan kerjaan”.

Maka kalau sudah demikian akan melahirkan sikap yang kedua yaitu “tajassus” (mendiskreditkan orang lain).  

Sifat ini tidak lagi sekedar prasangka melainkan telah bersifat mencari-cari cacat orang lain dan kelemahan orang lain, mencoba membuka aib orang lain atau dalam bahasa lain membentang benang merah tapi juga ikut mementalnya, hingga kusut tak tentu arah. 

Apabila sudah demikian akan melahirkan penyakit yang ketiga yaitu “ghibah” (menggunjing). 

Halaman
1234
Sumber: Tribun Batam
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved