Pandemi Covid-19 Pukul Perekonomian, Utang Amerika Serikat Tembus Rp 782.600 Triliun

Federal Reserve menyatakan nilai utang Amerika Serikat kembali mengalami lonjakan. Sebagai dampak dari pukulan pandemi Covid-19 pada perekonomian.

AFP
Warga San Diego, Amerika Serikat, berdemo mendesak pemerintah untuk menghentikan lockdown, Sabtu (19/4/2020) karena mereka kehilangan pekerjaan dan penghasilan. 

TRIBUNBATAM.id, WASHINGTON - Kabar terkait utang negara Amerika Serikat kembali menjadi sorotan publik.

Kali ini, Federal Reserve menyatakan nilai utang Amerika Serikat kembali mengalami lonjakan.

Bank sentral Amerika Serikat itu juga menyinggung soal perbedaan jumlah utang yang terus naik.

Adapun pada saat bersamaan, kekayaan rumah tangga merosot pada kuartal I 2020, sebagai dampak dari pukulan pandemi virus Corona (Covid-19) terhadap perekonomian.

Total utang domestik melonjak 11,7 persen menjadi 55,9 triliun atau sekitar 782.600 triliun (kurs Rp 14.000).

Jika dibandingkan dengan kuartal IV-2019, nilai utang tersebut meningkat 3,2 persen.

Merasa Hanya Diberi Janji Manis, Korea Utara Meradang ke Amerika Serikat

Dikutip dari CNBC, Jumat (12/6/2020) lebih rinci The Fed menjelaskan, lonjakan utang terbesar terjadi pada utang swasta yang tumbuh 18,8 persen, sementara utang pemerintah federal tumbuh 14,3 persen.

Secara keseluruhan, utang pemerintah AS saat ini sebesar 26 triliun dollar AS.

Utang rumah tangga tercatat tumbuh 3,9 persen, sebagian besar dikontribusikan oleh Kredit Pemilikan Rumah (mortgage) yang tumbuh 3,2 persen, sedangkan utang konsumen tumbuh 1,6 persen.

Di saat bersamaan, jatuhnya nilai pasar saham mengikis total nilai kekayaan bersih Negeri paman Sam, yang merosot 7,4 triliun dollar AS menjadi 110,8 triliun.

Meski demikian, Wall Street telah memulih setelah sempat berada pada titik terendah pada bulan Maret. Adapun nilai ekuitas tercatat merosot 7,8 triliun pada kuartal I-2020, dengan nilai real estate meningkat 400 miliar dollar AS.

The Fed menjelaskan, lonjakan nilai utang dan penurunan nilai kekayaan rumah tangga terjadi seiring dengan berakhirnya masa ekspansi perekonomian terpanjang sejarah Amerika Serikat.

Sebelumnya, awal pekan ini Biro Riset Ekonomi Nasional setempat menyatakan Amerika Serikat mengalami resesi pada Februari tahun ini, setelah selama 11 tahun mengalami ekspansi.

Dihantam Covid-19, Amerika Serikat Umumkan Alami Resesi Ekonomi Pada Februari 2020 Lalu

Bukan rahasia lagi, sejumlah negara mengalami penurunan sektor perekonomian akibat wabah virus Corona atau Covid-19.

Termasuk Amerika Serikat (AS) yang mengalami lesunya perekonomian usai dihantam wabah ini.

Ya, Amerika Serikat bahkan mengumumkan telah masuk ke jurang resesi ekonomi.

Dilansir dari BBC, Selasa (9/6/2020), Biro Riset Ekonomi Nasional AS (NBER) mengumumkan hal tersebut. Pertimbangannya adalah skala dan tingkat keparahan kontraksi ekonomi AS saat ini.

NBER menyatakan, kegiatan ekonomi dan angka pengangguran dengan jelas mencapai puncak pada Februari 2020, sebelum anjlok.

Pernyataan NBER mengenai resesi secara resmi mengakhiri periode ekspansi ekonomi selaama lebih dari satu dekade, terlama dalam sejarah AS.

Resesi telah diprediksi setelah pertumbuhan ekonomi AS mengalami kontraksi atau minus 5 persen pada kuartal I 2020.

Perusahaan-perusahaan juga dilaporkan memangkas setidaknya 22 juta pegawai pada Maret dan April 2020.

Ini sejalan dengan adanya pembatasan kegiatan untuk mengendalikan penyebaran virus Corona memaksa banyak perusahaan menutup aktivitasnya.

Sejumlah ekonom berharap pemangkasan jumlah pegawai telah berhenti saat ini dan diikuti oleh rebound alias penguatan kembali.

Pada Mei 2020, perusahaan-perusahaan AS menambah 2,5 juta pegawai, sejalan dengan sejumlah negara bagian telah membuka kembali perekonomian.

NBER menyatakan, pihaknya memandang skala penurunan ekonomi yang dimulai pada Februari 2020 lebih signifikan daripada durasinya.

"Besarnya penurunan jumlah tenaga kerja dan produksi yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan jangkauan luasnya di seluruh ekonomi, menjamin penetapan periode ini sebagai resesi, bahkan jika ternyata lebih singkat dari kontraksi sebelumnya," kata NBER.

NBER sendiri mendefinisikan resesi sebagai kondisi kontraksi ekonomi yang berlangsung selama beberapa bulan.

NBER telah mengumumkan 12 resesi yang dialami AS sejak tahun 1948. Adapun periode resesi terpanjang pasca Depresi Besar adalah periode Desember 2007 sampai Juni 2009 atau 18 bulan.

Banyak ekonom telah memperingatkan, pukulan ekonomi kemungkinan besar akan terus terjadi, bahkan jika kondisi terburuk telah berlalu.

Bank Dunia pada Senin (8/6/2020) memperkirakan ekonomi global akan terkontraksi alias minus 5,2 persen tahun ini, atau mengalami resesi terdalam sejak Perang Dunia II.

Bank Dunia pun memperkirakan ekonomi AS minus 6,1 persen, sementara perekonomian kawasan Eropa menyusut 9,1 persen.

Adapun pertumbuhan ekonomi global diperkirakan mencapai 4,2 persen pada tahun 2021 mendatang.

Namun demikian, Bank Dunia memperingatkan bahwa perkiraaan tersebut bersifat tidak pasti dan besar kemungkinan terjadi risiko penurunan.

Ini terjadi bila ada kemungkinan pandemi yang terjadi berlarut-larut, gejolak di pasar keuangan, serta kemunduran pada perdagangan dan rantai pasok global.

Amerika Serikat Klaim Punya Bukti China Sabotase Pengembangan Vaksin Covid-19, Apa Alasannya?

Ketegangan antara Amerika Serikat dan China di tengah wabah virus Corona atau Covid-19 terus berlanjut.

Kali ini Amerika Serikat (AS) mengklaim memiliki bukti China sedang mencoba memperlambat atau menyabotase pengembangan vaksin Covid-19.

Pengembangan ini diketahui memang sedang dilakukan oleh negara-negara barat.

Tudingan ini disampaikan Senator AS dari Partai Republik Rick Scott, Minggu (7/6).

"Kami harus menyelesaikan vaksin ini. Sayangnya kami memiliki bukti bahwa komunis China berusaha menyabotase kami atau memperlambatnya," katanya dalam wawancara di BBC TV yang dikutip Channel News Asia.

"China tidak ingin kami melakukannya terlebih dahulu. Mereka telah memutuskan untuk menjadi musuh bagi Amerika dan saya pikir untuk demokrasi di seluruh dunia," imbuhnya.

Ditanya bukti apa yang dimiliki AS, Scott menolak memberikan perincian.

Tetapi ia mengatakan, informasi itu datang melalui komunitas intelijen.

"Vaksin ini sangat penting bagi kita semua agar perekonomian kita kembali berjalan.

Apa yang saya benar-benar percaya adalah apakah Inggris yang pertama melakukannya atau kita yang pertama, kita akan berbagi. Komunis China, mereka tidak akan berbagi," kata Scott.

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berharap, vaksin virus Corona akan tersedia akhir tahun ini.

Trump membentuk tim khusus untuk mempercepat pengembangan vaksin corona.

Trump menunjuk seorang mantan eksekutif farmasi untuk menjadi ujung tombak upaya tersebut.

"Kami ingin mendapatkannya pada akhir tahun, jika kami bisa, mungkin sebelumnya," kata Trump saat ia menyampaikan pembaruan tentang perlombaan untuk mendapatkan vaksin virus Corona, Jumat (15/5).

"Kami pikir, kami akan memiliki beberapa hasil yang sangat baik keluar dengan sangat cepat," ujarnya.

Trump menambahkan, ketika vaksin virus Corona siap, militer akan ia perintahkan untuk mendistribusikannya, dan membangkitkan semangat kerjasama global.

"Kami bekerjasama dengan banyak negara yang berbeda, dan sekali lagi, kami tidak memiliki ego," tegas Trump.

"Siapa pun yang mendapatkannya, kami pikir itu hebat, kami akan bekerja dengan mereka dan mereka akan bekerja dengan kami.

Jika kami mendapatkannya, kami akan bekerja dengan mereka," imbuhnya.

(*)

WHO Kecolongan, Amerika Sebut China Bohong Soal Awal Munculnya virus Corona, Beri Bukti Foto Satelit

Angka Kematian Capai 112 Ribu Orang, Total Kasus Covid-19 di Amerika Serikat Tembus 2 Juta

Ternyata Denjaka Pasukan Khusus TNI AL Pernah Bikin Keder Navy SEAL Amerika Karena Dinilai Misterius

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Naik, Utang Amerika Serikat Tembus Rp 782.600 Triliun".

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved