Ahli Bertarung di Air dan Darat, Tim Elite TNI AL Bikin Pembajak Kapal Babak Belur
Untuk menyelamatkan para sandera, akhirnya dibentuk tim intelijen Kopaska atau Komando Pasukan Katak menggagalkan aksi GAM
TRIBUNBATAM.id - Para pembajak yang menyandera awak kapal dan meminta tebusan, terpaksa berhadapan dengan pasukan elite TNI Angkatan Laut (AL).
Pembajakan kapal ini dilakukan kawanan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Aceh Timur pada 2006 silam.
Untuk menyelamatkan para sandera, akhirnya dibentuk tim intelijen Kopaska atau Komando Pasukan Katak menggagalkan aksi GAM.
• Pendaftaran Gratis, Danlanal TBK Ajak Generasi Muda Karimun Jadi Prajurit TNI AL
Kisah bak di film-film perang ini tertulis dalam buku Kopaska, Spesialis Pertempuran Laut Khusus.
Prajurit Kopaska adalah prajurit elite yang bisa bertarung dalam air dan daratan dengan keahlian khusus.
Seperti kisah berikut, tahun 2006 saat salah satu kelompok sayap GAM melakukan pembajakan kapal ikan Indonesia di kawasan Perlak, Aceh Timur menjadi bukti Kopaska andal dalam operasi darat.
Kopaska yang pada saat itu dipimpin Kolonel Irawan membentuk sebuah tim intelijen bernama Tim Kejar untuk menggagalkan pembajakan tersebut.
• Tentara Tewas Ditembak di Tambora, Pelaku Diduga Oknum TNI AL & Berhasil Ditangkap Polisi Militer
Kelompok sayap GAM itu melepaskan kapal ikan, namun mereka menyandera nahkoda dan kepala kamar mesin untuk dijadikan tawanan.
Keduanya kemudian disekap di sebuah tambak milik GAM sampai uang tebusan dibayarkan.
Seperti kebiasaan kelompok separatis, GAM juga membuat tambak yang digunakan untuk kedok semata.
Jika dilihat dari tengah perairan sudah pasti tak ada orang yang menyangka tambak itu adalah markas GAM.
Seperti tambak-tambak lainnya, ‘tambak’ GAM juga ada ikan, bambu-bambu penyekat dan kapal-kapal kecil.
Kembali ke cerita penyergapan, tawar-menawar uang tebusan dilakukan lewat telepon yang telah disadap.
• Ternyata Denjaka Pasukan Khusus TNI AL Pernah Bikin Keder Navy SEAL Amerika Karena Dinilai Misterius
Penyadapan inilah yang menjadi kunci keberhasilan operasi.
Kopaska bekerja sama dengan salah satu operator telekomunikasi di Jakarta untuk membantu penyadapan tersebut.
Salah seorang anggota Tim Kejar di ujung telepon berpura-pura sebagai pihak operator kapal.
Saat negosiasi berlangsung nomor yang dipakai penyandera terlacak masih berada di kawasan Perlak.
Semula GAM meminta tebusan antara Rp 250 juta-Rp 500 juta.
Namun kemudian keduanya sepakat menebus nahkoda dan KKM kapal dengan uang Rp 60 juta dan akan ditransfer secara bertahap lewat rekening bank BUMN.
“Awalnya kami mau antar sendiri uangnya, tapi mereka tidak mau, takut ditipu.
• Ternyata Denjaka Pasukan Khusus TNI AL Pernah Bikin Keder Navy SEAL Amerika Karena Dinilai Misterius
Jadinya kami transfer Rp 20 juta dulu lewat bank di Lhoksumawe,” tutur Kopral Satu (Koptu) Totok yang saat itu menjadi salah satu anggota tim Kejar berpangkat Kopral dua.
Setelah sepakat, si ‘operator kapal’ yang sebenarnya anggota Tim Kejar menghubungi kembali si penyandera untuk memberi tahu bahwa uang telah ditransfer dan dapat diambil.
Saat itu tim lain di Jakarta yang bertugas mengawasi penyadapan telepon mendeteksi lokasi nomor tersebut sudah berpindah ke kawasan Lhoksumawe.
Artinya, si anggota separatis ini sudah mendekati bank. Tepat seperti yang diharapkan.
Merasa kesempatan tidak datang dua kali, Tim Kejar Kopaska langsung berkoordinasi dengan pihak bank dan membagi tugas.
Satu anggota tim langsung berganti peran menjadi teller bank, sedangkan anggota tim lainnya menyamar menjadi nasabah.
• Tentara Tewas Ditembak di Tambora, Pelaku Diduga Oknum TNI AL & Berhasil Ditangkap Polisi Militer
Waktu terus berjalan, anggota tim mulai cemas, jangan-jangan buruannya tahu kalau dirinya masuk jebakan.
Di tengah rasa khawatir yang menggantung di hati, tiba-tiba orang yang ditunggu-tunggu datang.
Ia masuk dengan santai, Tim Kejar juga berusaha keras untuk memainkan perannya bak pemain teater.
Si teller melayani laiknya teller dan si nasabah berlagak seperti nasabah.
“Sebentar ya, Pak, sistemnya agak bermasalah. Tunggu sebentar,” kata si teller yang berusaha mengulur waktu.
Si target manggut-manggut saja.
Saat sedang menunggu itulah beberapa ‘nasabah’ langsung menyergap target yang bernama Syafrizal Sofyan itu.
Setelah diinterogerasi, Syafrizal Sofyan mengaku hanya keponakan dari Budiansyah alias Jepang, salah satu pimpinan kelompok penyandera yang menjadi incaran utama Kopaska.
• Tentara Tewas Ditembak di Tambora, Pelaku Diduga Oknum TNI AL & Berhasil Ditangkap Polisi Militer
Sofyan hanya ditugaskan sang paman untuk mengambil uang tebusan.
Setelah ditangkap, Kopaska memerintahkan Sofyan untuk menelepon si paman untuk mengabari bahwa uang sudah diambil dan tawanan dapat dilepaskan.
Empat hari disandera si nahkoda dan KKM akhirnya dibebaskan.
Begitu dilepas, Jepang baru curiga kenapa kemenakannya tidak kunjung tiba.
Jarak Lhokseumawe ke Perlak agak jauh memang, sekitar 2,5 hingga tiga jam perjalanan darat.
Itu pun kalau jalannya mulus. Tapi tentu tak sampai seharian, maka tak heran jika Jepang mulai curiga.
Jepang kemudian membuat laporan orang hilang ke kantor polisi.
“Dia bilangnya ada bantuan dari Jakarta untuk membangun jalan.
• Siapkan Dirimu, Ini Jadwal Penerimaan Prajurit TNI AL di Karimun
Tapi yang bertugas mengambil uang hilang,” ujar Koptu Totok.
Kebetulan beberapa anggota Tim Kejar di saat yang sama sedang istirahat di sebuah kedai kopi dekat Polsek Perlak.
Mereka melihat dengan jelas, lewat mata sendiri kalau si Jepang keluar dari Polsek.
Bukannya langsung disergap, tim tidak mau gegabah.
Tim Kejar berpikir sangat riskan jika melakukan penangkapan di daerah Perlak karena daerah tersebut sudah dikuasai GAM.
Apa jadinya jika begitu disergap mereka malah gantian dipentungi masyarakat sekitar yang ternyata anggota GAM.
Tim Kopaska memilih untuk membuntuti incarannya yang pergi ke rumah orang tua Sofyan di Lhoksumawe.
Sampai di rumah kakaknya Jepang belum juga disergap.
Tim penyergap dengan sabar membuntuti sasarannya ini ke tujuan berikutnya, bank tempat Sofyan menarik uang.
Pihak bank memperlihatkan bukti pengambilan uang kepada Jepang dan kakaknya yang ikut serta.
Merasa uangnya memang sudah dicairkan Jepang akhirnya kembali ke Perlak.
Tiba di salah satu perempatan jalan di ujung Kota Lhokseumawe, Jepang dipaksa berhenti oleh lampu merah.
Serombongan orang di sebuah mobil ikut berhenti di sebelahnya.
Saling pandang, sama-sama memberi senyum.
Seluruh penumpang mobil turun dengan cepat, langsung menghampiri pengendara motor di sebelahnya.
Tak disangka, seisi mobil tersebut adalah anggota Tim Kejar.
Tertangkaplah Jepang tanpa perlawanan berarti.
Operasi ini dianggap cukup sulit dilakukan karena alat penyadap yang menjadi kunci keberhasilan operasi ini ada di Jakarta.
Tim Kejar harus terus berkoordinasi dengan pihak operator dan tim Kopaska di Jakarta untuk memastikan keberadaan pembajak yang diincar.
Artikel ini telah tayang di Tribunjambi.com dengan judul Jebakan Kopaska TNI AL Tak Terdeteksi, Pembajak Babak Belur saat Ambil Uang di Bank
