BATAM TERKINI

NGAKU Rugi Rp 1,7 Miliar, Kepala Cabang PT WDSS Tuntut Keadilan dari MA

Juliana mengaku, sepanjang perbaikan kapal tongkang itu, pihak pemilik tongkang tetap menagih uang sewa, tanpa mau mengindahkan semua keluhan mereka.

TRIBUNBATAM.id/LEO HALAWA
Kepala Cabang PT WDSS Batam Juliana, sedang memegang surat perkaranya yang dikirim ke MA untuk meminta keadilan pada perkaranya. 

Untung lah muatan kami saat itu hanya sekitar 1200 ton, jika sampai 2000 ton maka dipastikan tongkang beserta muatan akan karam di tengah pelayaran.

Sedangkan kapasitas muatan maksimal untuk ukuran tongkang sewaan tersebut seharusnya dapat mengangkut hingga 4000 ton, " tambah Juliana.

Setelah dikabarkan ke pihak PT Jati Catur Niaga Trans, menurut Juliana pihak tersebut tidak memberikan sambutan positif saat itu.

Hingga akhirnya, pihak perusahaan PT WDSS sebagai penyewa melakukan inisiatif hingga bagian yang bocor kapal itu diperbaiki di Banyuwangi.

“Malah kru kami dituduh tidak profesional menakhodai kapal sehingga mengalami benturan dan bocor. Itu tidak benar, menurut pantauan kami kapal yang bocor itu karena keropos. Kalau kena benturan pasti penyot atau cekung saja. Tapi ini kan tidak ada. Artinya kapal ini patut kami duga tidak layak berlayar. Kami merasa tertipu atas ini,” ujar Juliana.

Juliana mengatakan, ketertarikan mereka sebelumnya menyewa kapal itu adanya surat kelayakan dari PT Biro Klasifikasi Indonesia (Persero).

Nyatanya menurut dia, tidak selayak yang dikatakan oleh Biro Klasifikasi Indonesia Cabang Batam, antara yuridis dan teknis tidak sinkron.

“Inti persoalan di situ. Kami mau menyewa tongkang itu karena surat dari Biro Klasifikasi Indonesia. Artinya layak. Padahal justru sebaliknya. Patut kami menduga, oknum Biro Klasifikasi Indonesia bermain atas persoalan ini sehingga main lolos lolos saja. Akibatnya kami mengalami kerugian sekitar Rp1,7 miliar,” terang Juliana.

Sepanjang perbaikan kapal tongkang itu, pihak pemilik tongkang tetap menagih uang sewa, tanpa mau mengindahkan semua keluhan pihak Juliana.

Padahal menurut Juliana, tidak semestinya mereka membayar sewa selama perbaikan.

Sebab, dampak kerusakan bukan dari mereka. Melainkan korosi atau kekeroposan plat kapal yang semestinya tidak berlayar, dan merupakan tanggung jawab pemilik.

Singkat cerita, perkara bergulir di pengadilan. Hingga pada Kamis 26 September 2019, pengadilan negeri Batam memutus perkara bernomor 233/Pdt.G/2018/PN Btm tersebut.

Dan anehnya kata Juliana, justru pihak penggugat dalam hal ini PT Jati Catur Niaga Trans dan Wiko dikabulkan oleh Ketua Majelis Hakim Reni Pitua Ambarita, anggota majelis hakim 1 Egi Novita dan Anggota majelis 2 Marta Napitupulu.

Di sini, Juliana menduga ketiga hakim itu tidak cermat dan tidak profesional dalam memutus perkaranya.

Sebab menurutnya, semua bukti-bukti dan fakta hukum perkara itu diajukan oleh PT WDSSD melalui kuasa hukumnya, terkesan tidak diperdulikan ketiga hakim itu.

Halaman
123
Sumber: Tribun Batam
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved