BATAM TERKINI
NGAKU Rugi Rp 1,7 Miliar, Kepala Cabang PT WDSS Tuntut Keadilan dari MA
Juliana mengaku, sepanjang perbaikan kapal tongkang itu, pihak pemilik tongkang tetap menagih uang sewa, tanpa mau mengindahkan semua keluhan mereka.
Bukti bukti yang diajukan oleh pihak PT WDSS diabaikan, padahal justru di bukti bukti kerusakan tongkang itulah sebenarnya letak permasalahan keseluruhan dari perkara ini.
“Kami menilai, hakim Reni Pitua Ambarita, Egi Novita dan Marta Napitupulu tidak objektif memutus perkara ini. Bukti-bukti kami sepertinya diabaikan. Padahal posisi kami adalah pihak yang dirugikan. Patut kami menduga, ada dil-dilan hakim dan penggugat pada perkara ini. Kami sangat dirugikan,” kata Juliana.
Bahkan anehnya jelas Juliana, dalam putusan perkara tersebut pihak tiga majelis hakim itu membuat peletakan sita aset, yakni satu unit kapal yang tidak ada hubungannya dengan perkata ini. Dan juga, sita aset tanpa pemberitahuan kepada PT WDSS selaku tergugat dan pemilik aset yang disita.
”Ini kan salah kaprah semua. Memang sejak awal, kami menduga hakim ini tidak objektif. Putusan bermuatan subjektif dan tidak berkeadilan,” kata dia menerangkan.
Tak mau menyerah begitu saja. Katanya, PT WDSS mengajukan upaya hukum banding di Pengadilan Tinggi Pekanbaru.
Sembari, melaporkan tiga hakim Reni Pitua Ambarita, Egi Novita dan Marta Napitupulu ke Komisi Yudisial (KY) Republik Indonesia ke Jakarta, Ombudsman, dan ke Pengadilan Tinggi Pekanbaru. Atas dugaan, tidak profesional dan ada ketidaknetralan ketiga hakim itu dalam memutus perkara.
“Kami minta Komisi Yudisial juga, jangan berhenti begitu saja. Kami ingin ditindak semua, agar berkeadilan bagi kami. Kami percaya, bahwa Komisi Yudisial profesional memeriksa laporan yang telah kami layangkan. Kami menunggu hasilnya,” terang Juliana memohon.
Masih dengan pemaparan Juliana. Katanya, hasil upaya hukum banding di Pengadilan Tinggi Pekanbaru, keadilan menurut Juliana belum memihak kepada mereka sebagai pemohon banding (semula tergugat). Sebab, Perkara yang diputus oleh hakim pengadilan tinggi Pekanbaru yakni Hakim Ketua Agus Suwargi, Hakim Anggota Rumintang, dan
Hakim Anggota 2 Hasmayetti justru menguatkan putusan pengadilan negeri Batam.
“Kan semua merugikan kami. Kami menduga, pihak pengadilan tinggi ini juga tidak cermat membaca memori banding kami. Sehingga keadilan itu tidak memihak kepada yang benar,” ungkap Juliana.
Perjuangan Juliana dan kuasaha hukum tidak berhenti begitu saja. Mereka melakukan upaya hukum melalui kasasi di Mahkamah Agung RI di Jakarta.
Bahwa menurut Pemohon Kasasi /Pembanding, Putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru yang telah menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Batam tersebut adalah telah mengandung kekeliruan di dalam pertimbangan-pertimbangan hukumnya.
“Sehingga sampai menyebabkan terjadinya keputusan yang keliru, tidak benar dan merugikan kami sebagai Pemohon Kasasi. Maka dari itu Pemohon Kasasi merasa keberatan atas putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru tersebut di atas. Dan kami memohon, keadilan untuk itu. Senantiasa, Mahkamah Agung RI memutus perkara objektif dan membaca seluruh memori kasasi kami. Dan kami percaya, lembaga negara Mahkamah Agung RI profesional memutus perkara kami,” kata Juliana memohon.
“Jika perlu, adakanlah pemeriksaan saksi saksi ahli, agar para ahli diberikan kesempatan untuk menentukan, kebocoran tongkang itu disebabkan oleh apa ? Apakah karena kesalahan pengoperasian seperti tuduhan mereka atau karena ketidak-layakan nya, itu sangat penting dalam hal ini”, tandas Juliana.
Hingga berita ini diturunkan, wartawan masih berupaya melakukan upaya konfirmasi kepada pihak-pihak yang dianggap kompeten dalam pemberitaan ini. (Tribunbatam.id/Leo Halawa)