SIDANG PUTRA SIREGAR

Sidang Putra Siregar, Kejari Jakarta Timur Hadirkan Saksi, Pengusaha Batam Terancam 8 Tahun di Bui

Pengusaha asal Batam, Putra Siregar ditangkap Bea Cukai Kanwil DKI Jakarta lantaran diduga melanggar Undang-undang No. 17 tentang kepabeanan.

|
Warta Kota/Rangga Baskoro
Terdakwa kasus dugaan pelanggaran kepabeanan, Putra Siregar saat menghadiri sidang perdana di PN Jakarta Timur, Senin (10/8/2020) 

Editor: Septyan Mulia Rohman

TRIBUNBATAM.id, CAKUNG - Penyidik Kejaksaan Negeri Jakarta Timur menghadirkan saksi pada sidang kedua kasus dugaan pelanggaran kepabeanan yang menyeret Putra Siregar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Selasa (18/8/2020).

Kehadiran saksi diakui Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri Jakarta Timur Milono untuk memperkuat bukti dakwaan.

Namun, dia enggan membocorkan sosok saksi yang bakal memberi keterangan ke majelis hakim terkait dugaan penjualan ponsel yang dilakukan Putra Siregar.

Pekan lalu, Milono mengatakan, kejaksaan akan menghadirkan saksi sebanyak 3 orang.

"Sidangnya mulai sekira pukul 11.00 WIB, untuk saksi yang dihadirkan siapa nanti kita lihat saja bareng-bareng," kata Milono saat dikonfirmasi di Cakung, Jakarta Timur seperti dikutip dari Wartakotalive.com, Selasa (18/8/2020).

Kuasa hukum Putra Siregar, Lukman Candra mengatakan, dalam sidang kedua, kliennya akan hadir.

Sidang diketahui dimulai sekira pukul 11 siang dengan agenda eksepsi (pembelaan) atas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU), namun tim kuasa hukum Putra Siregar sepakat tak mengajukan.

Putra Siregar didakwa melakukan tindak kepabeanan sesuai pasal 103 huruf d UU No 17 tahun 2006 tentang Kepabeanan.

Jika Putra Siregar dinyatakan bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur, maka dia terancam hukuman maksimal 8 tahun penjara.

Pengusaha elektronik asal Batam, Putra Siregar ditangkap Bea Cukai Kanwil DKI Jakarta lantaran diduga melanggar Pasal 103 huruf d Undang-undang No. 17 tahun 2006 tentang Kepabeanan.

Bea Cukai juga telah menyerahkan barang bukti ke Kejaksaan Negeri Jakarta Timur berupa 190 ponsel bekas berbagai merk dan uang tunai hasil penjualan sejumlah Rp 61,3 juta.

Rizky Billar dan Lesti Kejora Tak Hadir di Pernikahan Kakak Dinda Hauw, Rey: Mungkin Ada Kerjaan

DAFTAR Riwayat Kontak 7 Pasien Positif Covid-19 di Batam, Satu Orang Baru Pulang dari Medan

Selain itu, aset-aset miliknya berupa uang sebesar Rp 500 juta, rumah senilan Rp 1,15 milyar dan rekening bank senilai Rp 50 juta juga disita.

Penyitaan harta benda milik Putra Siregar itu sebagai jaminan pembayaran denda dalam rangka pemulihan keuangan negara.

Putra Siregar mengatakan bahwa kasusnya dengan Bea Cukai terjadi ketika awal dirinya merintis karier sebagai pengusaha di Jakarta tahun 2017.

"Jadi saya didatangi Bea Cukai itu bukan di pelabuhan atau bandara. Tapi di toko saya yang berukuran 2x3 meter di kawasan Condet, Jakarta Timur," kata Putra Siregar ketika ditemui disela acara pemberian rekor MURI kurban, di Jalan Raya Condet, Jakarta Timur, Jumat (31/7/2020).

Ia menceritakan kronologi ketika didatangi petugas Bea Cukai ke tokonya tersebut.

Hal itu bermula ketika temannya menjual barang kepadanya karena butuh uang.

"Saya lupa kapannya, tapi di tahun 2017 itu teman saya menghubungi malam-malam mau jual barang ke saya.

Posisi saya di Batam. Dia butuh uang dan mau jual barang, dan saya bilang datang saja ke toko di Condet," ucapnya.

Saat itu, di tokonya ada saudaranya bernama Lahatta dan Leris yang biasa menjaga dan melayani pembeli.

"Kemudian tiba-tiba dia datang ngantar barang bersama petugas Bea Cukai. Nah, ditanyakan lah ini barang (ponsel) punya siapa, karena kepabeanannya belum selesai katanya atau bermasalah.

Padahal itu barang mau dilihat dulu baru dibayar. Tapi sama petugas Bea Cukai langsung dibawa barangnya ke kantor, terus saudara saya dibawa untuk diperiksa," katanya.

Dia mengatakan, saudaranya diperiksa selama tiga hari oleh petugas Bea Cukai.

Lantas, Putra Siregar pun mendatangi kantor Bea Cukai dan menjalani pemeriksaan.

"Terus tak lama kemudian ceritanya tiba-tiba saya dapat surat panggilan.

Ya ditanyakan lah siapa yang memesan barang di teman saya itu. Saya bilang ya saya. Terus ya saya melengkapi berkas segala macam lah mondar mandir ke sana," katanya.

Tak hanya dituduh melakukan dugaan penjualan ponsel ilegal, Putra juga dituduh melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Putra Siregar saat memberi keterangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (10/8/2020)
Putra Siregar saat memberi keterangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (10/8/2020) (TribunJakarta.com/Bima Putra)

"Pas dituduh TPPU, ya saya serahkan rekening dan aset saya. Silakan dicek, saya enggak pernah uang saya lalu lalang ke luar negeri.

Karena saya pedagang mulai dari nol, jika dapat uang ya saya beli barang," tuturnya.

Ia pun berkomitmen akan menyelesaikan kasusnya di Bea Cukai sampai ke persidangan, dan akan membayar kerugiannya agar masalahnya bisa segera berakhir.

"Saya memutuskan apabila ada kerugian pabeanan. Saya akhirnya menitipkan uang saya Rp 500 juta ke Bea Cukai. Jika belum beres soal apa pun, maka bisa langsung saya bayar," ujarnya.

Penyuplai HP Ilegal Masih Misterius

Tiga tahun berlalu semenjak kasusnya ditangani Bea dan Cukai (BC) jakarta, Putra Siregar pemilik PS Store akhirnya menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta.

Selama ini, BC Jakarta belum bisa menemukan Jimmy yang berstatus sebagai DPO BC Jakarta.

Keberadaan Jimmy tentunya sangat dipertanyakan dalam kasus pengusaha muda asal Batam ini.

'Raja handphone Batam' Putra Siregar menjalani sidang perdana perkara ponsel ilegal di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (10/8/2020).

Putra Siregar didakwa melanggar kepabeanan terkait aktivitasnya menyimpan dan menjual handphone ilegal.

Dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tersebut dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (10/8/2020).

Putra Siregar didakwa melanggar Pasal 103 huruf D UU Nomor 17 tahun 2006 tentang Kepabeanan.

“Terdakwa menimbun, menyimpan, memiliki, membeli, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan barang impor yang diketahui atau patut diduga berasal dari tindak pidana,” jelas isi dakwaan atas nama Jaksa Penuntut Umum, Elly Supaini.

Putra Siregar disela pemberian Rekor MURI di Jalan Raya Condet, Kramat Jati, Jakarta Timur, Jumat (31/7/2020)
Putra Siregar disela pemberian Rekor MURI di Jalan Raya Condet, Kramat Jati, Jakarta Timur, Jumat (31/7/2020) (Warta Kota/Arie Puji Waluyo)

Dalam dakwaan, dijelaskan bahwa penyelidikan yang dilakukan pihak Bea Cukai dimulai pada 2017.

Kala itu, Putra Siregar baru merintis usaha berdagang handphone dan membuka toko di kawasan Condet, Jakarta Timur.

Putra Siregar mendapat handphone yang dibelinya di Batam dan seseorang bernama Jimmy.

“Menjual beberapa jenis handphone yang berasal dari pembelian oleh terdakwa di Batam dan juga pembelian berasal dari Jimmy (DPO),” kata jaksa.

Pada bulan April, handphone tersebut dikirimkan ke toko milik Putra Siregar di Condet untuk segera dijual ke masyarakat.

Pihak Bea Cukai kemudian mendapatkan informasi dari masyarakat adanya dugaan penimbunan dan penjualan barang ilegal yang digerakan oleh Putra Siregar.

Pada Jumat (10/12/2017), dua orang anggota Bea dan Cukai mendatangi toko Putra Siregar guna menindaklanjuti informasi tersebut.

“Setelah memperkenalkan diri dengan menunjukan identitas sebagai pegawai Bea dan Cukai Kanwil Jakarta melakukan pemeriksaan terhadap handphone yang berada di toko tersebut dengan cara melakukan pengecekan secara acak terhadap Nomor IMEI handphone yang ada di toko tersebut dengan mempergunakan website http://kemenperin.go.id/imei,” kata jaksa.

Setalah dilakukan pengecekan, ternyata IMEI handphone yang dijual Putra Siregar tidak terdaftar dalam database Kementerian Perindustrian.

Atas temuan itu, pihak Bea Cukai melakukan penyitaan terhadap 150 unit handphone yang ada di dalam toko.

Tim juga menyita sejumlah unit handphone milik Putra Siregar di dua cabang toko lainya di Jalan Raya Sawangan Depok dan Jalan KH Hasyim Azhari, Cipondoh, Tanggerang Selatan.

Total 190 Handphone Ilegal Disita

Pihak Bea Cukai kemudian mengkalkulasikan kerugian negara akibat pajak yang tidak dibayarkan.

Dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar Rp 15.041.668 dan Pajak Penghasilan (PPH) senilai Rp. 11.281.251, maka total pajak yang tidak diterima negara sebesar Rp.26.332.919.

Mengenakan batik lengan pendek, Putra yang didampingi istrinya tampak santai menghadiri sidang perdana agenda pembacaan dakwaan yang digelar Pengadilan.

Sebelum memasuki ruang sidang utama, dia mengaku tak memiliki persiapan khusus menghadapi Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Timur.

"Saya kooperatif," kata Putra di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (10/8/2020).

Namun saat dikonfirmasi pernyataannya yang merasa dijebak rekan bisnisnya saat diamankan penyelidik Kanwil Bea dan Cukai DKI Jakarta tahun 2017.

Putra enggan menjelaskan dengan alasan hal tersebut bakal dijelaskan tim pengacaranya yang membelanya atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum.

Dia hanya meminta publik mendoakan hal yang terbaik atas perkara UU Nomor 17 tahun 2006 tentang Kepabeanan yang didakwakan kepadanya.

"Doain yang baik-baik," ujarnya.

Didampingi istrinya, Putra mengikuti jalannya sidang pembacaan dakwaan yang dimulai sekira pukul 15.29 WIB hingga selesai pukul 14.42 WIB.(Wartakotalive.com/Rangga Baskoro) (TribunJakarta.com) (TribunBatam.id)

Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Sidang Kasus Dugaan Pelanggaran Kepabeanan Putra Siregar Hadirkan Saksi Perkuat Dakwaan, https://wartakota.tribunnews.com/2020/08/18/sidang-kasus-dugaan-pelanggaran-kepabeanan-putra-siregar-hadirkan-saksi-perkuat-dakwaan?page=all.
Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved