Sinyal Kuat Resesi Indonesia, Beban APBN Luar Biasa Berat, Utang Banyak Devisit Melebar
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali memberi sinyal pertumbuhan ekonomi akan minus di kuartal III mendatang
Sinyal Kuat Resesi Indonesia, Beban APBN Luar Biasa Berat, Utang Banyak Devisit Melebar
TRIBUNBATAM.id - Perekonomian nasional di masa pandemi berdarah-darah.
Perusahaan yang merumahkan karyawannya makin banyak, menurunnya transaksi dan tak jelasnya situasi di masa Covid-19, membuat perekonomian runyam.
• Memahami Istilah Resesi Ekonomi, Dialami Sejumlah Negara Akibat Pandemi
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali memberi sinyal pertumbuhan ekonomi akan minus di kuartal III mendatang.

Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi akan mengalami kontraksi selama dua kali berturut-turut lantaran pada kuartal II yang lalu, kinerja perekonomian RI telah mencatatkan kontraksi hingga minus 5,23 persen.
• RI Siap-siap Resesi, Menkeu Sri Mulyani Proyeksi Ekonomi Kuartal III Minus 2,9 Persen
Dengan demikian, RI bakal masuk ke dalam definisi resesi secara teknis.
Sri Mulyani mengatakan, perekonomian pada kuartal III mendatang bakal minus 2,9 persen hingga minus 1,1 persen.
Selain itu, Bendahara Negara itu juga mengungkapkan, beban Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) untuk menopang kinerja perekonomian RI sangat berat.
• Indonesia dan Bayang-bayang Resesi, Sri Mulyani Prediksi Ekonomi Kuartal III Minus 2 hingga 0 Persen
Pasalnya, utang baru pemerintah hingga akhir Agustus telah mencapai Rp 693 triliun.
Di sisi lain, pendapatan negara juga mengalami tekanan ketika pemerintah melakukan belanja negara secara jor-joran untuk menggenjot kinerja perekonomian.
Dengan demikian, defisit APBN pun diperkirakan bakal melampaui target di dalam Perpres Nomor 72 tahun 2020 yakni sebesar 6,34 persen.

Minus Lagi
Sri Mulyani mengungkapkan Kementerian Keuangan kembali mengubah proyeksi pertumbuhan ekonomi pada kuartal III tahun ini.
Menurut dia, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III akan berada di kisaran minus 2,9 persen hingga minus 1,1 persen.
• Jurang Resesi Menganga Periode Ini, Setelah 2 Dekade Ekonomi Indonesia Terancam seperti Krismon 1998
Angka tersebut lebih dalam jika dibandingkan dengan proyeksi awalnya, yakni sebesar minus 2,1 persen hingga 0 persen.
Adapun keseluruhan, pertumbuhan ekonomi hingga akhir tahun akan berada di kisaran minus 1,7 persen hingga minus 0,6 persen.
Sebelumnya, proyeksi Sri Mulyani berada di kisaran minus 1,1 persen hingga positif 0,2 persen.
• BERCERMIN KE CHINA, RI Dalam Bayang-bayang Resesi Ekonomi? Kuartal III Pertumbuhan Diprediksi Minus
"Kementerian Keuangan merevisi forecast untuk September, sebelumnya untuk tahun ini minus 1,1 persen hingga positif 0,2 persen.
Forecast terbaru September untuk 2020 di minus 1,7 persen hingga minus 0,6 persen," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa secara virtual, Selasa (22/9/2020).
Dengan revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi yang cenderung negatif pada akhir tahun, Sri Mulyani mengatakan, pertumbuhan ekonomi juga bakal negatif pada kuartal III dan IV.

Sebelumnya, Sri Mulyani selalu optimistis pada kuartal IV perekonomian masih bisa tumbuh positif.
Meski demikian, pemerintah masih mengupayakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV mendatang bisa mendekati 0.
Utang Menggunung
Realisasi utang pemerintah untuk membiayai anggaran hingga akhir Agustus 2020 telah mencapai Rp 693,6 triliun.
Bendahara Negara menjelaskan, jumlah tersebut setara dengan 57,2 persen dari perkiraan yang dicantumkan dalam Perpres Nomor 72 tahun 2020 yang mencapai Rp 1.220,5 triliun.
• Ditemukan Surat Bersejarah, Berisi Utang Negara ke Warga OKI Dimasa Agresi Militer Tahun 1947
Sedangkan jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp 285,1 triliun, utang yang ditarik pemerintah meningkat 143,3 persen.
"Beban APBN kita luar biasa berat, dan ini terlihat dari sisi pembiayaan," ujar Sri Mulyani ketika memberikan keterangan dalam APBN KiTa, Selasa (22/9/2020).
Secara lebih rinci Sri Mulyani menjelaskan, utang tersebut sebagian besar berupa penerbitan SBN yang mencapai Rp 671,6 triliun atau 57,2 persen dari rencana penerbitan SBN tahun ini yang mencapai Rp 1.173,7 triliun.
Peningkatan nilai penerbitan SBN tersebut mencapai 131 persen jika dibandingkan dengan tahun lalu yang sebesar Rp 290,7 triliun.
• Menko Luhut Pandjaitan Sudah Tak Sabar Hadapi Debat dengan Rizal Ramli soal Utang Negara
Adapun lainnya berupa pinjaman sebesar Rp 22 triliun.
"Kalau dilihat memang ada kenaikan luar biasa dari SBN," kata Sri Mulyani.
Sementara itu dari sisi pembiayaan investasi hingga akhir Agustus realisasinya mencapai Rp 27,2 triliun.
Investasi tersebut disalurkan kepada BUMN sebesar Rp 11,3 truliun, Badan Layanan Umum (BLU) sebesar Rp 11 triliun, dan lembaga atau badan lainnya sebesar Rp 5 triliun.
• Di ILC, Sherly Annavita Soroti Utang Negara, Bersama Rocky Gerung Kritik Jokowi Soal Ibu Kota Pindah
"Kalau dilihat dari target Perpres itu Rp 257,1 triliun," ujar Sri Mulyani.
Adapun untuk pemberian pinjaman hingga akhir Agustus realisasinya mencapai Rp 1,7 triliun dan kewajiban penjaminan terealisasi Rp 400 miliar.
Defisit Melebar
Kementerian Keuangan pun memperkirakan defisit Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) tahun ini bakal kian melebar.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Luky Alfirman mengatakan, defisit APBN 2020 diperkirakan bakal melampaui target yang terdapat dalam Perpres Nomor 72 tahun 2020.
Di dalam Perpres tersebut, defisit APBN ditargetkan sebesar Rp 1.039,2 triliun atau 6,34 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
"Dengan ada pandemi defisit 6,34 persen, kemungkinan ada melebar lagi, kita monitor seperti apa," ujar Luky ketika memberikan keterangan dalam APBN KiTa, Selasa (22/9/2020).
"Terkait pelebaran defisit ini, penambahan beban utang akan diikuti penambahan beban bunga utang," sambung dia.
Hingga 31 Agustus 2020, APBN telah mengalami defisit hingga Rp 500,5 triliun.
• Alasan Devisit, Pembangunan Ruang Kelas Jauh SDN 028 Lingga Dibatalkan
Angka tersebut setara dengan 3,05 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Defisit APBN tersebut setara dengan 48,2 persen dari target yang tertuang dalam Perpres 72 tahun 2020.
Defisit terjadi lantaran angka pendapatan negara yang lebih rendah sementara belanja negara membengkak.
Rinciannya, pendapatan negara hingga akhir Agustus tercatat mencapai 1.034,1 triliun.
• Tiga Sektor di Kepri ini Paling Berdampak Selama Covid-19 Menurut Kemenko Perekonomian, Apa Saja?
Angka tersebut terkontraksi 13,1 persen jika dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun lalu, yakni sebesar Rp 1.190,2 triliun.
Di dalam Perpres 72, pemerintah merancang pendapatan negara bakal mencapai 1.699,9 di akhir tahun.
Sehingga realisasi tersebut setara dengan 60,8 persen dari yang direncanakan pemerintah.
• Dua Usulan KEK Disetujui Menko Bidang Perekonomian, Kepala BP Batam: Ruang Investasi Makin Besar
Untuk belanja negara secara keseluruhan sudah terealisasi Rp 1.534,7 triliun atau 56 persen dari alokasi dalam Perpres 72.
Angka tersebut juga meningkat 10,6 persen jika dibandingkan dengan relaisasi tahun lalu yang sebesar Rp 1.388,1 triliun.
.
.
.
(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Sinyal Kuat Resesi Ekonomi Indonesia