Omnibus Law Pangkas Hak Pekerja! UU Cipta Kerja Disahkan Tak Ada Lagi Libur 2 Hari dalam Sepekan

Omnibus Law UU Cipta Kerja dianggap memangkas sejumlah hak pekerja yang semula ada dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Tribunnewsbatam.com/Argianto DA Nugroho
Ilustrasi ribuan buruh menggelar aksi damai di depan Gedung Pemko Batam, beberapa waktu lalu 

Omnibus Law Pangkas Hak Pekerja! UU Cipta Kerja Disahkan Tak Ada Lagi Libur 2 Hari Sepekan

TRIBUNBATAM.ID - Rancangan Undang-Undang/RUU Cipta Kerja telah disahkan DPR menjadi undang-undang melalui rapat paripurna pada Senin (5/10/2020).

Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Supratman Andi Agtas memaparkan, RUU Cipta Kerja dibahas melalui 64 kali rapat sejak 20 April hingga 3 Oktober 2020.

MUSUH BURUH! Wakil Rakyat Sahkan UU Cipta Kerja, Daftar Poin Terpenting dari Undang-undang Ini

Daftar Pasal Paling Dimusuhi Buruh di UU Cipta Kerja, Picu Amarah Buruh Seluruh Indonesia

RUU Cipta Kerja terdiri atas 15 bab dan 174 pasal.

Omnibus law UU Cipta Kerja dianggap memangkas sejumlah hak pekerja yang semula ada dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas
Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas (Dok. Humas DPR-RI)

Berdasarkan naskah UU Cipta Kerja yang diterima Kompas.com dari Badan Legislasi DPR, Senin (5/10/2020), ketentuan Pasal 79 yang mengatur waktu istirahat dan cuti pekerja diubah.

DPR Sahkan Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja, Airlangga Hartarto Rapikan 43.600 Regulasi

Pasal 79 ayat (2) huruf (b) dalam Bab IV UU Cipta Kerja mengatur, pekerja wajib diberikan waktu istirahat sepekan satu hari untuk enam hari kerja dalam satu pekan.

Ketentuan ini mengubah aturan dalam UU Ketenagakerjaan yang menyatakan, pekerja wajib diberikan waktu istirahat sepekan satu hari untuk enam hari kerja dalam satu pekan atau dua hari untuk lima hari kerja dalam sepekan.

Kenali Aturan PHK di RUU Omnibus Law Cipta Kerja, Ditolak Buruh

Selain itu, Pasal 79 juga menghapus istirahat panjang dua bulan bagi pekerja yang telah bekerja selama enam tahun berturut-turut.

Pasal 79 ayat (3) UU Cipta Kerja hanya mengatur pemberian cuti tahunan paling sedikit 12 hari kerja setelah pekerja/buruh bekerja selama 12 bulan secara terus-menerus.

LIVE Streaming Sidang Paripurna DPR RUU Cipta Kerja Omnibus Law
LIVE Streaming Sidang Paripurna DPR RUU Cipta Kerja Omnibus Law (YouTube/DRP RI)

Pasal 79 Ayat (4) menyatakan, pelaksanaan cuti tahunan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Kemudian Pasal 79 ayat (5) menyebut, perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

DIGUYUR Hujan Deras, Para Pendemo Tetap Teriakkan Penolakan UU Omnibus Law

Sementara, UU Ketenagakerjaan mengatur bahwa perusahaan wajib memberikan istirahat panjang sekurang-kurangnya dua bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing satu bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja enam tahun berturut-turut.

Ketentuan ini berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja enam tahun.

Aturan tersebut tertuang dalam Pasal 79 ayat (2) huruf (d).

Pada dua ayat lainnya, disebutkan hak istirahat panjang berlaku bagi pekerja/buruh yang bekerja di perusahaan tertentu yang diatur dengan keputusan menteri.

Demo Tolak Omnibus Law Serentak di 28 Provinsi, Ketua FSPMI Batam Ungkap Tanggal Aksi Hari Ini

RUU Cipta Kerja telah disahkan DPR menjadi undang-undang melalui Rapat Paripurna, Senin (5/10/2020).

Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Supratman Andi Agtas, dalam pemaparannya di rapat paripurna menjelaskan, RUU Cipta Kerja dibahas melalui 64 kali rapat sejak 20 April hingga 3 Oktober 2020. RUU Cipta Kerja terdiri atas 15 bab dan 174 pasal.

"Baleg bersama pemerintah dan DPD telah melaksanakan rapat sebanyak 64 kali: 2 kali rapat kerja, 56 kali rapat panja, dan 6 kali rapat timus/timsin yang dilakukan mulai Senin sampai Minggu, dimulai pagi hingga malam dini hari," ujar Supratman.

"Bahkan masa reses tetap melakukan rapat baik di dalam maupun luar gedung atas persetujuan pimpinan DPR," tutur dia.

Omnibus Law
Omnibus Law (Kolase Tribun Timur / Rasni Gani)

Pemerintah yang diwakili Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, RUU Cipta Kerja diperlukan untuk meningkatkan efektivitas birokrasi dan memperbanyak lapangan kerja.

Menurutnya, RUU Cipta Kerja akan memberikan manfaat bagi masyarakat dan pemerintah. 

Mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Kembali jadi Sorotan, Ajak Buruh Tolak Omnibus Law

"Kita memerlukan penyederhanaan, sinkronisasi, dan pemangkasan regulasi.

Untuk itu diperlukan UU Cipta Kerja yang merevisi beberapa undang-undang yang menghambat pencapaian tujuan dan penciptaan lapangan kerja.

UU tersebut sekaligus sebagai instrumen dan penyederhanaan serta peningkatan efektivitas birokrasi," ujar Airlangga.

Tolak Omnibus Law, Buruh di Batam Gelar Aksi di Tengah Covid-19, Ini Kata Kadinkes Kepri

Berikut 7 alasan buruh menolak RUU Cipta Kerja menurut Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal:

Pertama, UMK bersyarat dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) dihapus.

Said Iqbal menegaskan bahwa buruh menolak keras kesepakatan ini, lantaran UMK  tidak perlu bersyarat dan UMSK harus tetap ada.

Di mana UMK tiap kabupaten/kota berbeda nilainya.

Said Iqbal juga menjelaskan bahwa tidak benar jika UMK di Indonesia lebih mahal dari negara ASEAN lainnya.

Hal itu lantaran jika diambil rata-rata nilai UMK secara nasional, justru UMK di Indonesia disebutnya jauh lebih kecil dari upah minimum di Vietnam.

8 Alasan Buruh Batam Tolak Omnibus Law Hingga Kembali Turun ke Jalan

UMSK ditegasksn harus tetap ada, di mana jalan tengahnya ialah penetapan nilai kenaikan dan jenis industri yang mendapatkan UMSK dilakukan di tingkat nasional untuk beberapa daerah dan jenis industri tertentu saja.

Jadi UMSK tidak lagi diputuskan di tingkat daerah dan tidak semua industri mendapatkan UMSK, agar ada fairness.

Sedangkan perundingan nilai UMSK dilakukan oleh asosiasi jenis industri dengan serikat pekerja sektoral industri di tingkat nasional.

Di mana keputusan penetapan tersebut hanya berlaku di beberapa daerah saja dan jenis sektor industri tertentu saja sesuai kemampuan sektor industri tersebut.

Massa buruh menggelar aksi unjuk rasa menuntut pembatalan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (20/1/2020).
Massa buruh menggelar aksi unjuk rasa menuntut pembatalan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (20/1/2020). (TRIBUNNEWS.COM/Lusius Genik)

"Jadi tidak harus sama rata sama rasa, karena faktanya setiap industri berbeda kemampuannya. Karena itu masih dibutuhkan UMSK," ujar Said Iqbal.

Kedua, Said Iqbal menambahkan buruh menolak pengurangan nilai pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan.

Di mana 19 bulan dibayar pengusaha dan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan.

Ketiga, mengenai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dimana disebut Said Iqbal kontrak seumur hidup yang tidak ada batas waktu kontrak.

Buruh disebut Said menolak PKWT seumur hidup.

NYARIS BENTROK, Massa Aksi Tolak Omnibus Law Didatangi Sekelompok Orang Bawa Kayu

Keempat, yaitu outsourcing di mana disebut Said Iqbal tanpa adanya batas jenis pekerjaan yang boleh di outsourcing.

Padahal sebelumnya, outsourcing dibatasi hanya untuk 5 jenis pekerjaan.

Menurut Said Iqbal, karyawan kontrak dan outsourcing seumur hidup menjadi masalah serius bagi buruh.

"Sekarang saja jumlah karyawan kontrak dan outsourcing berkisar 70 persen sampai 80 persen dari total buruh yang bekerja di sektor formal.

Dengan disahkannya omnibus law, apakah mau dibikin 5 persen hingga 15 persen saja jumlah karyawan tetap?

No job security untuk buruh Indonesia, apa ini tujuan investasi?," tegas Said Iqbal.

Respons Penolakan RUU Cipta Kerja, Kapolri Jendral Idham Azis Keluarkan TR Khusus

Said Iqbal mempertanyakan, siapa nantinya yang akan membayar Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) untuk karyawan kontrak dan outsourcing.

Kelima, buruh menolak jam kerja yang eksploitatif. 

Keenam, menolak hak cuti hilang dan hak upah atas cuti hilang.

Dijelaskannya cuti haid dan melahirkan bagi pekerja perempuan hilang, karena hak upahnya atas cuti tersebut hilang.

Kemudian cuti panjang dan hak cuti panjang juga disampaikan hilang.

"Yang hilang saat cuti haid dan hamil, upah buruhnya tidak dibayar, no work no pay.

Akibatnya buruh perempuan tidak akan mengambil hak cuti haid dan hamilnya karena takut dipotong upahnya pada saat mengambil cuti tersebut.

Dengan kata lain, otomatis peraturan baru di Omnibus law tentang cuti haid dan hamil hilang," imbuhnya.

Massa saat melakukan aksi menolak Omnibus law Cipta Kerja di Simpang Tiga UIN Sunan Kalijaga. Selain membuat lingkaran, massa aksi juga membakar ban.
Massa saat melakukan aksi menolak Omnibus law Cipta Kerja di Simpang Tiga UIN Sunan Kalijaga. Selain membuat lingkaran, massa aksi juga membakar ban. ((KOMPAS.COM/YUSTINUS WIJAYA KUSUMA))

Aturan tersebut dinilai bertentangan dengan konvensi International Labour Organization (ILO) yang mengatur bahwa buruh yang mengambil hak cuti maka harus dibayarkan upahnya.

"Dalam peraturan yang lama di UU No 13/2003 dikatakan buruh yang menggunakan cuti haid, hamil, dan cuti lainnya dibayar upahnya," kata Said Iqbal.

Sempat Dukung dan Promosikan RUU Cipta Kerja, Artis Ramai-ramai Minta Maaf, Ngaku Terima Rp 5 Juta

Ketujuh, alasan buruh menolak RUU Cipta Kerja ialah Karena karyawan kontrak dan outsourcing seumur hidup, maka jaminan pensiun dan kesehatan bagi mereka hilang.

"Dari tujuh isu hasil kesepakatan tersebut, buruh menolak keras.

Karena itulah, sebanyak 2 juta buruh sudah terkonfirmasi akan melakukan mogok nasional yang berlokasi di lingkungan perusahaan masing-masing," tegas Said Iqbal.

Versi Pemerintah

Kendati demikian, pemerintah menyebutkan terdapat tujuh substansi pokok perubahan Undang-Undang (UU) nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja atau Omnibus Law.

ARTIS dan Influencer yang Dicap Tak Punya Hati, Promosikan RUU Cipta Kerja, Minta Maaf di Twitter

Dirangkum dari pemberitaan Kontan.co.id dan Indonesia.go.id, berikut ada 7 poin perubahan UU Ketenagakerjaan dalam omnibus law atau isi RUU Cipta Kerja:

Pertama, terkait waktu kerja.

Selain waktu kerja yang umum (paling lama 8 jam/hari dan 40 jam/pekan), RUU cipta kerja ini juga mengatur tentang waktu kerja untuk pekerjaan yang khusus, seperti pekerjaan yang dapat kurang dari 8 jam/hari misalnya pekerjaan paruh waktu dan ekonomi digital atau pekerjaan yang melebihi 8 jam/hari seperti migas, pertambangan, perkebunan, dan pertanian

Kedua, terkait tenaga kerja asing (TKA).

Pemerintah menyebut tidak akan membuka semua jenis pekerjaan untuk TKA, akan tetapi hanya untuk TKA ahli yang memang diperlukan untuk kondisi tertentu seperti untuk darurat, vokasi, dan peneliti.

Ketiga, perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).

Pekerja kontrak belum diberikan perlindungan yang sama dengan pekerja tetap.

Perkembangan teknologi digital dan revolusi industri 4.0 menimbulkan jenis pekerjaan baru yang bersifat tidak tetap dan membutuhkan pekerja untuk untuk jangka waktu tertentu (pekerja kontrak).

Pemerintah ingin ada kepastian di sini untuk PKWT.

Pekerja kontrak diberikan hak dan perlindungan yang sama dengan pekerja tetap antara lain dalam hal upah, jaminan sosial, perlindungan K3 termasuk kompensasi pengakhiran hubungan kerja.

Keempat, alih daya (outsourcing).

Pemerintah menyebut, pengusaha alih daya wajib memberikan hak dan perlindungan yang sama bagi pekerjanya baik sebagai pekerja kontrak maupun pekerja tetap, antara lain dalam hal upah, jaminan sosial dan perlindungan K3.

Kelima, upah minimum.

Upah minimum tidak dapat ditangguhkan, kenaikan upah minimum menggunakan formulasi pertumbuhan ekonomi daerah dan produktivitas, basis upah minimum pada tingkat provinsi dan dan dapat ditetapkan upah minimum kabupaten/kota dengan syarat tertentu dan upah untuk UMKM tersendiri.

.

.

.

(*)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul UU Cipta Kerja Disahkan, Tidak Ada Lagi Libur 2 Hari dalam Seminggu untuk Buruh/Pekerja dan Kompas.com dengan judul UU Cipta Kerja Hapus Hak Libur Pekerja 2 Hari dalam Seminggu

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved