BATAM TERKINI
Korban Penipuan Pengadaan Kantin Pollux Habibi Pasrah, Hakim Perintahkan Uang Dirampas Untuk Negara
Korban penipuan pengadaan kantin Pollux Habibi hanya pasrah setelah mendengar putusan Majelis Hakim PN Batam. Uang mereka dirampas untuk negaara
BATAM, TRIBUNBATAM.id - Pilu mendalam dirasakan 25 korban penipuan pengadaan kantin Pollux Habibi dari terdakwa Erdi Erlangga. Ibarat pepatah "Sudah jatuh tertimpa tangga".
Bagaimana tidak, uang kerugian yang diharapkan kembali ke mereka dan bisa menjadi modal usaha justru dirampas negara.
Sebagaimana putusan Majelis Hakim dari Pengadilan Negeri (PN) Batam, Kamis (4/2/2021) siang, terdakwa Erdi Erlangga dinyatakan terbukti bersalah dan dihukum 1,5 tahun penjara serta barang bukti hasil kejahatan dirampas oleh negara.
Sebagaimana diketahui bersama, bahwa barang bukti hasil kejahatan dari terdakwa Erdi Erlangga, oknum yang mengaku sebagai manager dari Pollux Habibi adalah uang dari hasil menipu 25 korban.
• Uang Korban Penipuan Pengadaan Kantin Pollux Habibi Dirampas Negara, Jaksa Tuntut 2 Tahun Penjara
Terungkap, bahwa tedakwa menawarkan 17 unit kantin sebagai tempat usaha di Pollux Habibi, dan setiap satu unit ditawarkan dengan harga Rp 60 juta dan korban 25 orang yang notabenenya adalah pelaku UMKM mencicil ke terdakwa dengan total Rp 1,2 miliar.
Sebelum pembacaan putusan, 25 korban bersama Kuasa Hukumnya, Risman R Siregar menaruh harapan besar agar barang bukti hasil kejahatan terdakwa dikembalikan ke korban.
"Kami menaruh harapan barang bukti dikembalikan ke korban, minimal bisa menjadi modal untuk kembali memulai usaha. Namun kenyataan berkata lain, uang tak kembali justru barang bukti dirampas negara," ucap Risman usai pembacaan putusan.
Belajar dari kasus tersebut, lanjut Risman, seharusnya ada terobosan hukum atau skema khusus yang mampu mempertimbangkan kerugian korban, barang bukti dan sitaan dinyatakan dirampas untuk negara.
"Jangan biarkan para korban harus tetap dalam kondisi menanggung kerugian," kata Risman.
Dijelaskan, bahwa kasus tersebut Negara yang tidak mengalami kerugian justru mendapatkan tambahan untuk kas negara. Sementara korban yang mengalami kerugian justru tambah merugi.
"Sudah seharusnya ada terobosan hukum oleh Negara juga memikirkan kerugian yang dialami puluhan korban," kata Risman.
Terakhir disampaiakan, bahwa kasus ini patut menjadi pemikiran bersama.
"Negara jangan hanya mengambil gampangnya, tapi harus memikirkan keadilan bagi korban," katanya.
Minta Uang Dikembalikan
Korban penipuan dengan terdakwa Erdi Erlangga minta keadilan dalam kasus yang mereka alami.
Di mana barang bukti termasuk uang, bukan dikembalikan kepada para korban. Malah, uang itu akan dirampas negara.
Hal tersebut tertuang dalam tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam, Senin (18/1/2021) lalu.
Sehingga puluhan korban merasa kecewa. Pasalnya, ada kekawatiran tuntutan akan dikuatkan dalam putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Batam yang akan diagendakan sidang Kamis (28/1/2021) medatang.
Baca juga: Mengaku Manajer Perusahaan BUMN, Erdi Tipu Korbannya Hingga Rp 1,2 Miliar, Berujung di Polda Kepri
Melalui Penasihat Hukum Risman R Siregar SH, 22 korban penipuan yang merupakan pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Kota Batam minta keadilan.
Diketahui 22 pelaku UMKM ditipu secara oleh terdakwa Erdi Erlangga, yang mengaku sebagai manajer PT Pembangunan Perumahan (Persero) yang diketahui sedang mengerjakan proyek dari Pollux Habibi.
Dimana sebanyak 17 unit kantin di proyek tersebut ditawarkan Erdi kepada para korban, dan meminta para korban untuk menyerahkan uang sebesar Rp 60 juta agar bisa mengelola kantin tersebut.
• Ada Dugaan Korupsi di BP Batam, PT Tria Talang Emas Akan Cari Bukti Untuk Lapor ke KPK dan Bareskrim
Ditemui di kantornya di Sungai Panas, Batam Center, Risman mengaku bingung melihat tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Batam, dimana salah satu poin tuntutan adalah seluruh hasil kejahatan pelaku dirampas oleh negara.
"Kami minta keadilan, dimana dasarnya uang hasil menipu klien kami justru oleh Jaksa diminta untuk dirampas negara," kata Risman, Kamis (21/1/2021).
"Uang itu uang siapa? uang negara atau uang swasta atau masyarakat atau perorangan? Kalau uang negara mestinya harus kembali ke negara, kalau bukan uang negara maka harus juga kembali ke pemilik awal," katanya.
• Anak Gubernur Kepri Terseret Kasus Dugaan Korupsi di Pemprov Kepri, Ini Reaksi Isdianto
Dijelaskan, bahwa aset yang dijadikan barang bukti dalam tuntutan JPU diminta untuk dirampas negara, sangat jelas dan tidak terbantahkan itu merupakan uang hasil penipuan terhadap 22 korban yang nilainya kurang lebih Rp 1,2 miliar.
Uang tersebut, jelasnya, digunakan pelaku untuk membeli barang kebutuhan pribadi, diantaranya beli mobil Pajero Sport serta barang-barang lainnya.
"Aset yang dijadikan barang bukti tak terbantahkan adalah uang korban, harusnya dikembalikan kepada korban bukan dirampas negara," tegasnya.
"Dimana kerugian negara, ini yang rugi adalah korban atas tindakan pelaku," terangnya.
Atas sejumlah fakta tersebut, pihaknya segera mengajukan permintaan kepada Kepala Keiaksaan Negeri (Kajari) Batam dan Ketua Pengadilan Negeri Batam agar aset yang disita sebagai barang bukti bisa segera dijual dan hasilnya dikembalikan ke korban, guna meringankan beban korban.
• DPM-PTSP Batam Terbitkan IMB Baru Formosa Residence Sebelum Eksekusi Putusa MA, Ini Kata Firmansyah
"Harapan kita uang korban kembali, berapapun jumlahnya," jelasnya setelah sejumlah korban datang menghadap, diantaranya Ibnu Zayed, Afandi dan Hudi Winarto.
Rehnaini salah satu korban mengaku terkejut atas tuntutan JPU terhadap terdakwa.
"Itu kan semua uang dari kami untuk membeli mobil dan lainnya. Kenapa pula harus dirampas untuk negara. Seharusnya dikembalikan kepada korban. Kami minta keadilan kepada negara," katanya.
"Kami sudah dirugikan dan menjadi korban dalam perkara ini. Kami hanya minta uang kami dikembalikan. Jangan pula dirampas untuk negara," katanya.
Tipu Korbannya Hingga Rp 1,2 Miliar

Aksi dugaan penipuan Erdi Erlangga akhirinya berakhir di tangan anggota Sub Direktorat 2 Ditreskrimum Polda Kepri.
Ia ditangkap di sebuah gerai restoran cepat saji di kawasan Batam Center, Kota Batam, Provinsi Kepri, Sabtu (12/9/2021) siang.
Tidak tanggung-tanggung, dari aksinya Erdi diketahui menguras uang para korbannya hingga Rp 1,2 miliar.
Ia dibekuk karena membuat sejumlah dokumen palsu pengerjaan sebuah proyek di kawasan Bengkong, Kota Batam.
Mengaku sebagai manajer PT Pembangunan Perumahan (Persero) yang diketahui sedang mengerjakan proyek tersebut, Erdi menawarkan pengelolaan kantin kepada sejumlah korbannya di kawasan proyek itu.
• Polresta Barelang Gerebek Tambang Pasir Ilegal di Nongsa Batam, Pelaku Langsung di Tangkap
Sebanyak 17 unit kantin di sebuah proyek ditawarkan Erdi kepada para korban dan meminta para korban untuk menyerahkan uang sebesar Rp 60 juta agar bisa mengelola kantin tersebut.
"Untuk meyakinkan korbannya, tersangka biasa memberikan satu lembar surat dengan kop surat PT PP yang di tanda tangani oleh Baskoro Nugaraha, Project Manajer Batam PT PP," ucap Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Kepri, AKBP Ruslan Abdul Rasyid, Minggu (13/9/2020).
Ruslan mengungkapkan, untuk lebih meyakinkan korbannya, tersangka membuat sendiri surat berikut kuitansinya sendiri di laptopnya kemudian disimpan di flashdisk.
• Menkumham Berharap Literasi Digital Harus Menjadi Bagian Pendidikan Masyarakat
Dari hasil penyelidikan Subdit 2 Ditreskrimum Polda Kepri diketahui, surat dan dokumen yang digunakan oleh tersangka untuk melancarkan aksinya tersebut merupakan surat palsu.
"Saat bertemu korban lalu ia mencari warnet terdekat untuk diprint, sehingga terlihat dokumen itu dikirim dari Jakarta," ujarnya.
Tersangka saat ini sedang menjalani pemeriksaan oleh Subdit 2 Ditreskrimum Polda Kepri.(TRIBUANBATAM.id/REBEKHA ASHARI DIANA PUTRI)
Baca juga Berita Tribun Batam lainnya di Google