Masih Ingat Mary Jane? Terpidana Mati Asal Filipina 11 Tahun Tunggu Eksekusi, Jago Batik
Masih Ingat Mary Jane? Terpidana Mati Asal Filipina 11 Tahun Tunggu Eksekusi, Jago Batik
TRIBUNBATAM.id - Masih ingat Mary Jane, warga Filipina yang jadi terpidana mati di Indonesia karena narkoba?
Sejak ditangkap pada 2010 silam, Mary Jane Fiesta Veloso masih menunggu waktu eksekusi mati dirinya.
Kala itu, ia membawa heroin seberat 2,5 kilogram saat di Bandara Adi Sucipto Yogyakarta.
Tak main-main, ia pun dijatuhi hukuman mati atas kasus itu.
Selama belasan tahun menetap di Indonesia, dia memiliki kesibukan tersendiri.
Mary Jane dan 87 warga binaan pindah ke Lapas Klas II B Yogyakarta di Wonsari, Gunungkidul, DI Yogyakarya, Rabu (10/3/2021)
Sebelumya, Mary Jane mendekam di di Lapas Perempuan Klas II A Yogyakarta yang ada di Wirogunan Yogyakarta.
Pemindahan warga binaan ini menjadi tanda beroperasinya lapas khusus Perempuan Kelas II B Yogyakarta.
Baca juga: Masih Ingat Aty Kodong? Pernah Diisukan Meninggal hingga Ditipu Pacar Brimob, Ini Kabarnya
Baca juga: Masih Ingat Yuyun Sukawati? Dulu Terkenal di Serial Jin dan Jun, Kini Jadi Korban KDRT
Baca juga: Masih Ingat Zuraida Hanum Otak Pembunuh Hakim Jamaluddin? Divonis Hukuman Mati Usai Kasasi Ditolak
Sibuk membatik tulis kain
Menurut Kepala Lapas Perempuan Kelas II B Yogyakarta, Ade Agustina, setiap hari Mary Jane banyak menghabiskan waktu membatik tulis kain.
Sudah tak terhitung jumlah kain batik yang dibuat ibu dua anak tersebut.
Walaupun dijual Rp 600.000 per lembar, batik buatan Mery laku hingga jutaan rupiah.
Pemesan batik buatan Mary Jane berasal dari kalangan warga biasa hingga anggota kedutaan.
Uang hasil penjualan batik tak diberikan tunai kepada Mary Jane.
Namun dalam bentuk e-money yang kemudian dikirim ke keluarganya di Filipina
Dikutip dari pemberitaan Kompas.com, Mary Jane lahir di keluarga miskin di Nueva Ecija sebuah provinsi di Filipina.
Ia adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Disebutkan, Mary Jane tak menyelesaikan sekolahnya.
Mary Jane kemudian menikah dan memiliki dua orang anak. Sayangnya pernikahannya tak berlangsung lama. Ia bercerai dengan suaminya.
Marie Jane kemudian bekerja di Dubai sebagai pekerja domestik. Ia kemudian pulang sebelum kontrak kerjanya selama dua tahun usai karena ia nyaris diperkosa.
Pada tahun 2010, Mary Jane ditawari pekerjaan di Kuala Lumpur oleh rekannya yang bernama Christine atau Kristina.
Ia pun pergi ke Kuala Lumpur dan ternyata pekerjaan yang dijanjikan tak lagi tersedia.
Sebagai gantinya, Kristina meminta Jane pergi ke Yogyakarta, Indonesia.
Kristina kemudian memberikan koper baru dan uang sebesar 500 dolar AS.
Ia tiba di di Bandara Adi Sucipto, Yogyakarta pada 25 April 2010 dengan menumpang Air Asia dari Kuala Lumpur.
Saat itu, Jane mengatakan jika kopernya kosong tapi tampak berat.
Heroin yang disimpan di lapisan koper tersebut diperkirakan bernilai 500 ribu dollar AS.
Hanya bisa bicara Tagalog
Agus Salim, pengacara Mary Jane mengatakan Mary Jane tak bisa membela diri dengan baik.
Mary Jane tidak diberi pengacara atau penerjemah ketika polisi menginterogasinya dalam bahasa Indonesia. Padahal, Mary Jane hanya berbicara bahasa Tagalog.
Tak hanya itu. Selama persidangannya, pengadilan menyediakan penerjemah yang tidak berlisensi. Pengacaranya saat itu adalah pembela umum yang disediakan oleh polisi.
Hakim pun menjatuhkan vonis mati kepada Mary Jane. Vonis ini lebih berat dari tuntutan jaksa, yakni vonis seumur hidup.
Grasi ditolak oleh Jokowi
Saat itu Indonesia memiliki moratorium eksekusi dan permintaan grasi sehingga permintaan itu tidak ditindaklanjuti
Pada Oktober 2014, Presiden Joko Widodo dilantik. Tak lama setelah itu, ia mengumumkan bahwa situasi narkoba di Indonesia adalah dalam keadaan darurat.
Sebanyak 50 orang Indonesia meninggal setiap hari akibat narkoba.
Ia juga mengatakan akan menolak semua permintaan grasi dari narapidana narkoba di penjara.
Termasuk menolak grasi Mary Jane yang diajukan pada Januari 2015.
Dikunjungi oleh Menteri Luar Negeri Filipina
Pada tanggal 24 Maret, Menteri Luar Negeri Filipina Albert del Rosario mengunjungi Mary Jane di Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan di Yogyakarta untuk memeriksa kondisinya.
Kunjungan tersebut dilakukan, setelah Presiden Aquino menyinggung kasus Mary Jane saat bertemu Jokowi yang melakukan kunjungan kenegaraan di Filipina pada 9 Januari 2015.
Di bulan yang sama, yakni sekitar 19-21 Februari 2015, Pemerintah Filipina membantu ibu kandung Mary Jane dan kedua anaknya serta saudara perempuannya datang berkunjung ke penjara di Yogyakarta.
Sidang percobaan digelar
Pada tanggal 3-4 Maret 2015, sidang percobaan digelar di Sleman untuk menentukan bukti baru dalam kasus Mary Jane.
Pengacara berpendapat, kasus Mary Jane layak ditinjau kembali lantaran ia tidak didampingi penerjemah yang mumpuni.
Pengacara menunjukkan presedan pada tahun 2007.
Saat itu Mahkamah Agung mengabulkan permohonan peninjauan ulang terhadap kasus Nonthanam M Saichon, warga Thailand, yang dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Tangerang pada tahun 2002.
Ia dinilai terbukti menyelundupkan 600 gram heroin.
Saat itu, Nonthanam juga memiliki permasalahan penerjemah. Hukumannya bahkan diringankan menjadi penjara seumur hidup.
Padahal Saichon tahu kejahatan yang ia lakukan karena heroin itu disembunyikan di celana dalamnya dan ia dinyatakan positif narkoba.
Sedangkan untuk kasus Mary Jane, hasil tesnya negatif narkoba dan ia tidak tahu kopernya berisi heroin.
Namun pada 25 Maret, Mahkamah Agung Indonesia menolak permintaan peninjauan.
Tunda eksekusi mati
Hukuman mati terhadap Mary Jane sempat mencuat pada tahun 2015.
Namun Pemerintah Indonesia memutuskan untuk menunda eksekusi terhadap Mary Jane Rabu (29/4/2015).
Padahal Mary Jane Veloso dijadwalkan dieksekusi bersama delapan terpidana kasus narkoba di Nusakambangan, Cilacap.
Namun, pada menit-menit akhir sebelum pelaksanaan, eksekusi Mary Jane dibatalkan karena permintaan presiden Filipina saat itu, Benigno Aquino.
Penundaan dilakukan setelah ada perkembangan bahwa ada yang mengaku telah memperalat Mary Jane sebagai kurir narkoba.
Menurut Jaksa Agung HM Prasetyo, pada April 2015, memang benar "ternyata ada fakta-fakta dan indikasi bahwa Mary Jane Veloso adalah korban dari perdagangan manusia."
Alasannya, Pemerintah Filipina membutuhkan kesaksian Mary Jane setelah tersangka perekrut Marry Jane, yaitu Maria Kristina Sergio, menyerahkan diri kepada kepolisian Filipina, Selasa (28/4/2015).
Kabar Mary Jane sekarang , fasih berbahasa Jawa dan aktif kegiatan rohani
Sementara itu Kepala Lapas Perempuan Kelas II B Yogyakarta, Ade Agustina mengatakan, selain menghabiskan waktu dengan membatik, Mary Jane juga aktif mengikuti berbagai kegiatan.
Di dalam penjara, perempuan yang kini fasih berbahasa Jawa dan bahasa Indonesia tersebut mengikuti kegiatan rohani termasuk bermain organ mengiringi paduan suara.
"Sekarang dia, sudah bisa main organ mengiringi paduan suara," kata Ade ditemui usai sidak Rabu.
Selain itu, Mary Jane juga belajar memasak makanan Indonesia dan aktif berolahraga salah satunya olah raga voli.
SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Markus Yuwono, Teuku Muhammad Guci Syaifudin | Editor: Teuku Muhammad Valdy Arief, Khairina)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Perjalanan Kasus Mary Jane, Terpidana Mati Asal Filipina, Kini Habiskan Waktu Membatik di Penjara Yogyakarta"
Berita lain tentang narkoba
Baca berita terbaru lainnya di Google
