BATAM TERKINI

BANYAK Lahan di Batam Tumpang Tindih, Anggota DPRD Kepri Menduga Ada Permainan Mafia

Anggota DPRD Kepulauan Riau (Kepri), Onward Siahaan menduga ada permainan mafia terkait maraknya kasus tumpang tindih lahan di Batam

ist
Anggota DPRD Kepulauan Riau (Kepri), Onward Siahaan menduga ada permainan mafia terkait maraknya kasus tumpang tindih lahan di Batam. 

BATAM, TRIBUNBATAM.id - Kasus tumpang tindih lahan masih menjadi masalah pelik yang terjadi di berbagai wilayah Kota Batam.  

Persoalan ini mendapat perhatian dari Anggota DPRD Kepulauan Riau (Kepri), Onward Siahaan.

Dirinya meminta Badan Pengusahaan (BP) Batam untuk segera mengusut dan menuntaskan masalah yang merugikan para pengusaha ini.

Onward, ketika dihubungi menjelaskan, kemungkinan ada ratusan kasus tumpang tindih lahan di Batam.

Dua kasus di antaranya melibatkan lahan di wilayah Tembesi, Sagulung, Batam.

"Masalah tumpang tindih lahan sebenarnya ada banyak, tetapi saat ini ada dua contoh kasus yang sudah kami lihat sendiri buktinya, yaitu yang melibatkan PT BBM dan PT NSV," ujar Onward, Senin (26/4/2021).

Sebuah perusahaan PT BBM, mengaku telah memperoleh alokasi lahan dari BP Batam di lahan seluas 5,6 hektare di kawasan Tembesi tahun 2008.

Perusahaan ini telah membayar uang muka dari uang wajib tahunan (UWT) beserta biaya pengukuran.

Namun, dengan alasan hak pengelolaan lahan (HPL) di wilayah Tembesi itu belum dikeluarkan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), maka pengurusan surat-surat di BP Batam sempat tertunda lama.

Baca juga: Dalam Sehari, 69 Warga Batam Dinyatakan Positif Covid-19

Beberapa waktu terakhir ini, pihak PT BBM tengah mengajukan penerbitan faktur Pelunasan UWT dan kemudian dilanjutkan dengan dokumen SKEP/SPJ.

Tatkala perusahaan mengurus dokumen tersebut, diketahui bahwa lahan yang dimaksud telah dialokasikan ke dua perusahaan lain, dengan alokasi masing-masing 3,5 dan 2,1 hektare.

"Setelah diselidiki, salah satu perusahaan yang mendapat alokasi 3,5 hektar terindikasi Calo, karena langsung memindahkan kepemilikan saham perusahaannya ke pihak lain setelah mendapat fee atas lahan tersebut," ungkap Onward.

Kasus lainnya, dialami oleh PT NSV, yang telah memperoleh Surat Pencadangan Lahan 10 hektar di wilayah Tembesi, pada tahun 2008.

Selanjutnya di tahun 2013 diterbitkan faktur uang muka UWT sebesar 10 persen, yang kemudian langsung dibayar tepat waktu.

"Kasus PT NSV ini juga sama seperti PT BBM, pengurusan lahannya belum dapat ditindaklanjuti karena HPL belum keluar," ujar Onward.

Halaman
12
Sumber: Tribun Batam
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved