TRIBUN WIKI

23 Tahun Soeharto Lengser, Ini Perjuangan Amien Rais Lawan Penguasa Orba, Dapat Ancaman

23 Tahun Soeharto Lengser, Ini Perjuangan Amien Rais Lawan Penguasa Orba hingga Diancam

ISTIMEWA
SOEHARTO LENGSER - 23 Tahun Soeharto Lengser, Ini Perjuangan Amien Rais Lawan Penguasa Orba hingga Diancam. FOTO: KOLASE AMIEN RAIS DAN SOEHARTO 

Sebuah mandat yang diembannya lebih dari 3 dasawarsa.

Sebagai tindak lanjut rencana mundurnya itu, Soeharto menawarkan pembentukan Komite Reformasi yang bertugas menyelesaikan UU Pemilu; UU Kepartaian; UU Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD; UU Antimonopoli; dan UU Antikorupsi, sesuai dengan keinginan masyarakat.

Anggota komite tersebut terdiri dari unsur masyarakat, perguruan tinggi, dan para pakar.

Setelah mendengar saran dan pendapat dari para ulama, tokoh masyarakat, berbagai organisasi kemasyarakatan, dan ABRI, Soeharto pun bertekad untuk melaksanakan dan memimpin reformasi nasional secepat mungkin.

"Di ujung tanduk"

Kekuasaan Soeharto memang di ujung tanduk setelah ribuan mahasiswa menguasai gedung MPR/DPR.

Aksi mahasiswa merupakan rangkaian dari munculnya suara kritis terhadap kekuasaan Soeharto dan Rezim Orde Baru yang terindikasi ingin memperpanjang kekuasaannya melalui Pemilu 1997.

Indikasi ini terlihat ketika Orde Baru berusaha memendam pengaruh Megawati Soekarnoputri yang saat itu memimpin PDI.

Bahkan, kekuasaan Megawati digoyang, sehingga partai berlambang banteng itu terbelah.

Dualisme partai yang dialami PDI bahkan berujung tragedi saat terjadinya Peristiwa Kerusuhan 27 Juli 1996 (Kudatuli).

Kompas terbitan 13 Oktober 1996 menulis, Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa kerusuhan itu mengakibatkan lima orang tewas, 149 orang luka, dan 23 orang hilang.

Adapun kerugian materiil diperkirakan mencapai Rp 100 miliar. Kemudian, jumlah orang hilang bertambah.

Sejumlah aktivis demokrasi yang menuntut Soeharto mundur pasca-27 Juli 1996 lenyap.

Beberapa di antaranya adalah aktivis Partai Rakyat Demokratik, organisasi yang dituding bertanggung jawab dan menjadi kambing hitam atas Kerusuhan 27 Juli 1996.

Situasi politik yang demikian mencekam malah membuat kritik terhadap Soeharto semakin kencang.

Apalagi, setelah Golongan Karya (saat itu belum menjadi partai) yang menjadi kendaraan politik Soeharto menang Pemilu 1997.

Aksi mahasiswa Aksi mahasiswa menolak Soeharto mulai terlihat, meskipun dilakukan di dalam kampus.

Namun, saat Sidang Umum MPR 1998 mulai berjalan, mahasiswa mulai munculkan wacana reformasi.

Kompas edisi 6 Maret 1998 menulis, rombongan mahasiswa Universitas Indonesia mendatangi Gedung MPR/DPR untuk menyampaikan aspirasi dilakukannya reformasi politik dan ekonomi.

Mereka kemudian diterima Fraksi ABRI. Sejumlah tuntutan dan suara keprihatinan juga disuarakan dari berbagai kampus di luar Jakarta, seperti UGM di Yogyakarta dan ITB di Bandung.

Namun, aspirasi itu terkesan dianggap angin lalu. Sebab, Soeharto terpilih ketujuh kalinya sebagai presiden untuk periode 1998-2003 dalam Sidang Umum MPR pada 10 Maret 1998.

Mahasiswa Universitas Sanata Dharma bernama Moses Gatutkaca gugur dalam bentrokan ini.

Para mahasiswa semakin berani berdemonstrasi menolak kepemimpinan Soeharto.

Aksi mahasiswa mulai dilakukan di luar kampus, hingga akhirnya berujung tragedi.

Berdasarkan penelusuran Kompas.com, aksi mahasiswa pertama yang menimbulkan korban jiwa adalah Aksi Gejayan di Yogyakarta pada 8 Mei 1998.

Aksi damai itu berujung bentrokan setelah dibubarkan aparat.

Mahasiswa Universitas Sanata Dharma bernama Moses Gatutkaca gugur dalam bentrokan ini.

(*)

Berita lain tentang Soeharto

Berita lain tentang TRIBUN WIKI

Baca berita terbaru lainnya di Google

Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved