Pengusaha Minta Kebijakan UWT BP Batam, DPRD Kepri: Tidak Tepat & Diskriminatif

Permintaan sejumlah pengusaha soal masa tenggang UWT BP Batam dikritik anggota DPRD Kepri, Onward Siahaan. Berpotensi percaloan lahan?

TRIBUNBATAM.id/IAN SITANGGANG
FOTO Ilustrasi UWT BP Batam - Permohonan pengusaha untuk meminta masa tenggang pembayaran Uang Wajib Tahunan (UWT) BP Batam dikritik anggota DPRD Kepri, Onward Siahaan. Foto anggota Komisi III DPRD Batam sidak ke lokasi pemotongan lahan di Batam. 

KEPRI, TRIBUNBATAM.id - Pengusaha di Batam meminta kebijakan kepada Badan Pengusahaan atau BP Batam.

Ini terkait permohonan pemberian masa tenggang (grace period) terkait Uang Wajib Tahunan atau UWT selama lima tahun.

Kondisi pandemi Covid-19 ternyata tak hanya berimbas kepada warga dan pengusaha kecil saja.

Anggota DPRD Kepri Onward Siahaan pun bereaksi soal permohonan ini.

Sekretaris DPD Partai Gerindra Provinsi Kepri ini meminta Kepala BP Batam yang saat ini dijabat oleh Wali Kota Batam Muhammad Rudi untuk memikirkan ulang kebijakan tersebut.

Ia bahkan tegas mendesak Kepala BP Batam untuk menolak permintaan sejumlah kelompok pengusaha tersebut.

Anggota DPRD Kepri sekaligus Sekertaris DPD Partai Gerindra Provinsi Kepri, Onward Siahaan.
Anggota DPRD Kepri sekaligus Sekertaris DPD Partai Gerindra Provinsi Kepri, Onward Siahaan. (TribunBatam.id/Endra Kaputra)

Menurutnya, selain bersifat diskriminatif terhadap pengusaha lain, kebijakan masa tenggang itu juga berpotensi menimbulkan kerugian Negara serta akan memicu aksi percaloan lahan di Kota Batam.

Sebab, oknum pengusaha bisa saja menggunakan masa 5 tahun itu untuk hanya menguasai lahan dan kemudian coba menjual kepada pihak lain karena mereka tidak punya modal.

Hal tersebut akan membuat pembangunan di sektor swasta menjadi berbiaya tinggi. Sebab, lahan-lahan yang diperjual-belikan melalui calo pasti berharga lebih tinggi.

"Pada akhirnya rakyat yang korban. Pengusaha justru mendapat fasilitas untung," tegas Onward.

Onward mengingatkan Kepala BP Batam agar berhati-hati dalam mengeluarkan kebijakan untuk membantu masyarakat apalagi atas dasar alasan pandemi Covid-19.

"Saya mendengar ada kelompok pengusaha, meminta grace period, 5 tahun tak membayar UWT BP Batam.

Itu tidak tepat dan diskriminatif," ungkap Onward Siahaan kepada TribunBatam.id, Rabu (4/8).

Dia menegaskan lagi, jika kebijakan masa tenggang UWT BP Batam selama 5 tahun itu dikabulkan, hal ini menurutnya hanya berlaku untuk sebagian saja.

Baca juga: HKI Kepri Minta Keringanan UWT Hingga Pajak, Industri Batam Lesu Imbas Pandemi

Baca juga: Pengusaha Batam Gembira UWT Bisa Dicicil 10 Kali

Konferensi pers kasus OTT terkait pemalsuan faktur Uang Wajib Tahunan (UWT) oleh Ditreskrimum Polda Kepri dengan menghadirkan dua tersangka pada Senin (3/8/2020).
Konferensi pers kasus OTT terkait pemalsuan faktur Uang Wajib Tahunan (UWT) oleh Ditreskrimum Polda Kepri dengan menghadirkan dua tersangka pada Senin (3/8/2020). (TRIBUNBATAM.ID/ALAMUDIN)

Dalam artian, tidak mencakup seluruh pengusaha.

BP Batam menurutnya tidak boleh mengeluarkan aturan yang sifatnya diskriminatif.

Aturan itu harus adil dan diberlakukan sama kepada yang lain, bukan hanya sekelompok orang," ungkap Onward.

"Sebaliknya jika kebijakan tersebut justru bisa merugikan Negara.

Sebab, praktis tidak pemasukan dari UWT BP Batam selama 5 tahun ke depan.

Padahal dalam kondisi seperti saat ini, dana transfer pusat sangat mungkin akan berkurang," sebutnya.

Oleh karena itu, BP Batam diminta untuk tidak sampai menyetujui hal itu.

Onward menilai wajar pembayaran UWT BP Batam yang diangsur dalam satu tahun.

BP Batam justru harus membantu pemerintah mencari sumber-sumber pendapatan negara dalam masa sulit ini.

"Lagi pula saat ini pemerintah kesulitan mendapatkan pemasukan negara," ujar Onward.

Menurut Onward, ada sekitar 26-30 lokasi lahan di wilayah Batam yang akan diajukan oleh pengusaha untuk mendapatkan masa tenggang UWT BP Batam.

Sejumlah lahan itu berlokasi di Batam Center, Tembesi, Nongsa dan Batuaji.

Dia memisalkan, satu lokasi lahan misalnya seluas minimal 1.000 hektare.

Pengusaha menyewakan lahan tersebut dengan harga Rp 100.000 untuk 1 x 1 meter persegi selama satu bulan.

Baca juga: Kasus OTT Pemalsuan Faktur UWT, Polda Kepri Tetapkan Dua Tersangka, 1 di Antaranya Pegawai BP Batam

"Berapa uang yang bisa diraup oleh pengusaha tersebut selama 5 tahun dari begitu banyak lokasi lahan seluas puluhan ribu hektare itu.

Nah, itulah potensi praktik percaloan lahan," tegasnya.

Sekretaris DPD Partai Gerindra Provinsi Kepri itu lalu mengingatkan semua pihak lebih memperhatikan kepentingan masyarakat kecil.

Misalnya, kaum buruh dan pelaku UMKM yang terdampak sangat besar akibat pandemi Covid-19.

Sebab, saat ini pemerintah sangat membutuhkan pemasukan negara untuk membantu mereka.

"Lebih baik kita menggratiskan uang sekolah (SPP) SMA/SMK bagi anak dari buruh dan pengusaha mikro, memberi subsidi listrik dan air, membantu sektor perhotelan yang sangat terdampak.

Pengusaha yang kuat harus membantu pemerintah menggerakkan ekonomi.

Bukan justru meminta masa tenggang UWT BP Batam 5 tahun," kritik anggota DPRD Kepri itu.

KATA Ombudsman Perwakilan Kepri

Kepala Perwakilan Ombudsman Kepri, Lagat Parroha Patar Siadari sebelumnya ikut bersuara terkait permintaan sejumlah pengusaha terkait pemberian masa tenggang UWT BP Batam ini.

Ia menjelaskan, permintaan para pengusaha itu bisa saja diwujudkan oleh BP Batam.

Akan tetapi, hal tersebut harus dilihat secara komprehensif terlebih dulu.

"Pertama begini, pengusaha harus menyadari kalau ini sudah ada normanya.

Enam bulan sebelum jatuh tempo, sudah harus diusulkan perpanjangan.

Artinya, ada waktu yang cukup lama untuk mengurus itu," tegasnya saat dihubungi TribunBatam.id, Rabu (4/8).

Oleh sebab itu, Lagat meminta agar para pengusaha, dalam hal ini penerima alokasi lahan sepatutnya tidak mencari-cari alasan.

Kepala Ombusdman Kepri, Lagat Parroha Patar Siadari.
Kepala Ombusdman Kepri, Lagat Parroha Patar Siadari. (TribunBatam.id/Roma Uly Sianturi)

Sebab, pada prinsipnya adalah menjadi kewajiban mereka untuk membayarkan UWT BP Batam kepada Negara melalui kas BP Batam.

"Akan tetapi BP Batam bisa saja memberikan dispensasi waktu kepada para penerima alokasi lahan yang sudah jatuh tempo dikarenakan beberapa alasan.

Seperti adanya PPKM atau multiplier efek dari pandemi ke pelaku usaha seperti [berkurangnya] pendapatan, pemasukan, dan kendala teknis lain," jelasnya.

Misalnya, kata Lagat, Kepala BP Batam dengan segala kewenangannya boleh memberikan diskresi untuk itu.

Mengingat, dampak dari pandemi ini memberikan multiplier efek untuk kalangan pengusaha.

"Pertimbangan itu anggaplah ini sebagai stimulus dari pemerintah.

Khususnya dari Kepala BP Batam kepada para penerima alokasi lahan.

Mungkin saja dengan menambahkan waktu mengurus perpanjangan UWTO atau ketika sudah disetujui juga berkaitan perihal teknis pembayarannya yang bisa dimaknai untuk dukungan terhadap dunia usaha," paparnya lagi.

Namun, untuk menghindari praktik percaloan dari para oknum nakal, Lagat meminta agar BP Batam wajib mempublikasikan kelonggaran atau dispensasi tersebut ke masyarakat luas.

Sehingga, warga tahu dan meminimalisir terjadinya hal tak diinginkan ke depan.

Andai tak dipublikasikan secara masif, ada kesempatan begitu luas untuk para oknum nakal memainkannya.

Baca juga: Ombudsman Kepri Minta Pemda Bagi Sembako Warga Terdampak PPKM Darurat

"Pemerintah pusat saja banyak memberikan stimulus.

Supaya sustainable dari pada duduk sah itu terjaga.

Untuk publikasi tadi, misalnya, bisa dibuatkan semacam surat keputusan penangguhan atau penambahan dispensasi waktu para penerima alokasi lahan untuk membayar UWT BP Batam milik mereka dan dikoordinasikan dengan Kementerian Keuangan supaya tidak menjadi temuan," kata Lagat.

Di sisi lain, jika dispensasi tetap akan diberikan kepada para penerima alokasi lahan, Lagat berharap agar BP Batam tak memberikan waktu terlampau panjang.

Dikarenakan, hal ini bisa merugikan biaya operasional pembangunan sarana dan prasarana atau hal bersifat teknis lainnya.

"Tapi kalau diberi waktu, katakanlah, beberapa bulan dalam tahun ini.

Saya kira masih realistis. Jangan terlalu lama juga karena dapat merugikan keuangan Negara juga," pungkasnya.(TribunBatam.id/Endra Kaputra/Ichwan Nur Fadillah)

Baca juga Berita Tribun Batam lainnya di Google

Berita Tentang Kepri

Sumber: Tribun Batam
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved