BPOM Terbitkan Izin Penggunaan Vaksin Sputnik-V, Apa Bedanya dengan Sinovac, AstraZeneca dan Pfizer?
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) kembali memberi persetujuan Izin Penggunaan Darurat atau Emergency Use Authorization terhadap vaksin Sputnik-V
TRIBUNBATAM.id - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) kembali memberi persetujuan Izin Penggunaan Darurat, atau Emergency Use Authorization (EUA) terhadap satu produk vaksin Covid-19 yang baru.
Diterbitkan BPOM pada Selasa (24/8/2021), EUA itu terkait izin penggunaan vaksin Covid-19 Sputnik-V.
Vaksin Covid-19 Sputnik-V adalah vaksin yang dikembangkan The Gamaleya National Center of Epidemiology and Microbiology di Russia.
Vaksin ini dikembangkan menggunakan platform Non-Replicating Viral Vector (Ad26-S dan Ad5-S).
Dengan hadirnya vaksin Covid-19 Sputnik-V, kini telah ada sedikitnya lima jenis vaksin di Indonesia.
Selain Sinovac, dan AstraZeneca yang lebih dulu didistribusikan pemerintah, vaksin Pfizer dan Moderna juga didistribusikan ke orang-orang kategori tertentu.
Lantas apa beda dari vaksin Covid-19 yang telah beredar? Bagaimana keefektifannya ke tubuh manusia?
Baca juga: 5 Hal yang Dilakukan Setelah Disuntik Vaksin Covid-19
Baca juga: Semua Hal Terbaru Tentang Covid-19, Cara Masuk Virus Corona ke Sel hingga Keefektifan Vaksin
1. Vaksin Sinovac

Vaksin Covid-19 ini merupakan buatan perusahaan biteknologi asal China.
Sinovac dikembangkan dengan teknologi vaksin, inactivated virus atau virus utuh dari SARS-CoV-2, penyebab Covid-19, yang sudah dimatikan.
Tujuannya adalah untuk memicu sistem kekebalan tubuh terhadap virus tanpa menimbulkan respons penyakit yang serius.
Metode inactivated virus bukanlah teknologi baru dalam pengembangan vaksin.
Sebab, ini metode ini juga sering digunakan dalam pengembangan vaksin lain seperti polio dan flu.
Sementara itu, efikasi atau kemanjuran vaksin Sinovac yang disebut CoronaVac, berdasarkan uji klinis fase 3 di Indonesia menunjukkan efikasi vaksin Covid-19 ini sebesar 65,3 persen.
Baca juga: Dokter Reisa Beberkan Hasil Penelitian Terbaru Vaksin Sinovac dan AstraZeneca di Luar Negeri
"Vaksin Sinovac yang diuji di Indonesia hasilnya per tanggal 9 Januari 2021 memiliki keamanan yang baik, imunogenesitas 99 persen, dan efikasi vaksin 65,3 persen," kata Guru Besar Fakultas Kedokteran Unpad, Kusnandi Rusmil.
Selain di Indonesia, vaksin Sinovac juga telah diujikan di Turki dan Brasil.
Di Turki, efikasi vaksin Covid-19 asal China ini mencapai 91,25 persen dan di Brasil sebesar 50,4 persen.
Terkait efek samping vaksinasi Covid-19 dengan suntikan vaksin Sinovac, dilaporkan efek samping ringan hingga sedang.
Selain nyeri di sekitar bekas suntikan, efek samping paling banyak dirasakan yakni gatal dan mengantuk.
Vaksin Covid-19 buatan Sinovac Biotech dapat disimpan dalam lemari es, dengan suhu standar 2-8 derajat celsius dan dapat bertahan hingga 3 tahun.
Baca juga: Efek Samping Disuntikan Vaksin Sinovac, Demam hingga Diare
Untuk saat ini, suntikan vaksin Sinovac diprioritaskan pada orang dewasa sehat berusia 18-59 tahun.
Serta, telah diberikan juga pada kelompok lanjut usia di atas 60 tahun.
Vaksin Sinovac yang ada di Indonesia, saat ini masih dinilai efektif melawan varian baru virus corona, salah satunya yang berasal dari Inggris, varian B.1.1.7.
2. Vaksin AstraZeneca

Vaksin AstraZeneca adalah salah satu vaksin Covid-19 yang dikembangkan perusahaan vaksin asal Inggris bersama ilmuwan di University of Oxford.
Vaksin Covid-19 ini berbasis vaksin vektor adenovirus simpanse.
Artinya, pengembang vaksin mengambil virus yang biasanya menginfeksi simpanse, dan dimodifikasi secara genetik untuk menghidari kemungkinan infeksi parah terhadap manusia.
Virus yang dimodifikasi ini membawa sebagian dari virus corona Covid-19 yang disebut protein spike, bagian menonjol seperti paku yang ada di permukaan virus corona SARS-CoV-2.
Saat vaksin dikirim ke sel manusia, vaksin akan memicu respons kekebalan terhadap protein spike, menghasilkan antibodi dan sel memori yang akan mampu mengenali virus penyebab Covid-19.
Dilansir dari Kompas.com, vaksin vektor adenovirus telah dikembangkan sejak lama, khususnya untuk melawan malaria, HIV, dan Ebola.
Efikasi vaksin AstraZeneca menawarkanperlindungan 64,1 persen setelah satu dosis suntikan, dan 70,4 persen setelah suntikan kedua.
Baca juga: 400 Vial Vaksin AstraZeneca Tiba di Lingga, Diprioritaskan untuk Penerima Dosis 2
Komite Vaksin memperkirakan dari tiga pekan hingga 9-12 pekan setelah penyuntikan pertama, vaksin dapat mencegah sekitar 70 persen kasus penyakit serius.
Efek samping vaksin AstraZeneca, menurut catatan yang dilaporkan, sebagian besar memberi reaksi ringan hingga sedang.
Antara lain seperti nyeri, gatal atau memar pada bekas suntikan.
Selain itu, ada rasa lelah, menggigil, demam, sakit kepala, mual dan lain sebagainya.
Selain itu, efek samping paing jarang adalah napsu makan menurun, keringat berlebih, hingga kulit gatal atau ruam kulit.
Vaksin ini juga termasuk jenis vaksin dengan penyimpanan yang tidak rumit.
Karena tidak membutuhkan suhu dingin yang ekstrem.
Baca juga: Studi Baru: Vaksin AstraZeneca Terbukti Tidak Memicu Peningkatan Kasus Pembekuan Darah
Vaksin AstraZeneca dapat disimpan dalam suhu standar antara 2-6 derajat celsius, sehingga dianggap sebagai vaksin yang paling sesuai untuk didistribusikan di daerah-daerah.
Usia penerima vaksin AstraZeneca disarankan pada orang berusia 18-64 tahun, serta direkomendasikan untuk diberikan pada lansia usia 60 tahun ke atas.
Vaksin Covid-19 AstraZeneca juga diklaim efektof dalam melawan varian baru virus corona B.1.1.7.
3. Vaksin Moderna dan Pfizer

Vaksin Moderna sangat mirip dengan vaksin Pfizer.
Kedua vaksin ini menggunakan teknologi mRNA, yang sebelum pandemi telah diuji coba pada manusia.
Seperti Pfizer, vaksin Moderna diberikan dalam dua dosis.
Namun, jika ada jarak tiga pekan antara dosis Pfizer, vaksin Moderna berjarak empat pekan antara dosis pertama dan dosis keduanya.
Meski vaksin Pfizer/BioNTech dan Moderna serupa, keduanya tidak identik.
Dosis Moderna mengandung 100 mikrogram vaksin, sedangkan dosis Pfizer mengandung 30 mikrogram vaksin.
Moderna saat ini disuntikkan pada para tenaga kesehatan sebagai booster (penguat) vaksin yang telah diberikan sebelumnya.
Menurut laman Indonesia.go.id, vaksin Moderna ditargetkan untuk 1,47 juta tenaga kesehatan.
Menteri Kesehatan Budi G. Sadikin berharap semua tenaga kesehatan akan mendapatkan vaksin Moderna sesegera mungkin.
Seperti vaksin Pfizer, vaksin ini diharapkan bisa diberikan kepada anak-anak berusia 12 tahun ke atas, meskipun diperlukan persetujuan secara terpisah untuk ini.
Baca juga: Cara Daftar Vaksinasi Moderna via Online di Batam, Belum Sehari Kuota Peserta sudah Penuh
Moderna adalah perusahaan asal Amerika Serikat dan vaksin buatannya sudah digunakan secara luas di sana, setelah izin penggunaan daruratnya keluar pada bulan Desember.
Masih dikutip dari Kompas.com, lebih dari 140 juta dosis vaksin Moderna telah diberikan di Amerika Serikat sejauh ini.
Pada Kamis lalu (5/8/2021), Moderna mengatakan vaksin buatannya 93 persen efektif hingga enam bulan setelah dosis kedua.
Ini berarti hampir tidak ada perubahan dari angka kemanjuran 94 persen yang dilaporkan dalam uji klinis aslinya.
Data enam bulan juga menunjukkan vaksin Moderna masih memberikan perlindungan 98 persen terhadap keparahan dan 100 persen efektif mencegah kematian yang disebabkan oleh Covid-19.
Namun, data tersebut tidak memperhitungkan kinerja vaksin terhadap varian Delta yang lebih menular.
Otoritas kesehatan di AS hanya memperingatkan efek samping yang relatif ringan dari vaksin Moderna, seperti rasa sakit di lengan yang menerima suntikan.
Hal lainnya yang dilaporkan adalah kelelahan, nyeri otot, demam, dan kedinginan, setelah menerima suntikan.
4. Vaksin Sputnik-V
Didaftarkan PT Pratapa Nirmala sebagai pemegang EUA, perusahaan itu bertanggung jawab untuk penjaminan keamanan dan mutu vaksin ini di Indonesia.
"Vaksin Sputnik-V digunakan dengan indikasi pencegahan Covid-19 yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 untuk orang berusia 18 tahun ke atas," tulis keterangan yang diterima Tribunnews (TRIBUNBATAM.id Group), Rabu (25/8/2021).
Vaksin diberikan secara injeksi Intramuscular (IM) dengan dosis 0,5 mL untuk 2 (dua) kali penyuntikan dalam rentang waktu 3 (tiga) pekan.
Vaksin ini termasuk dalam kelompok vaksin yang memerlukan penyimpanan pada kondisi suhu khusus, yaitu pada suhu -20oC ± 2oC.
Menurut Kepala Badan POM RI, Penny K. Lukito, sebagaimana proses pemberian EUA pada vaksin Covid-19 sebelumnya, pemberian EUA untuk vaksin Covid-19 Sputnik-V telah melalui pengkajian secara intensif oleh Badan POM bersama Tim Komite Nasional Penilai Khusus Vaksin Covid-19 dan Indonesia Tenchnical Advisory Group on Immunization (ITAGI).
Penilaian terhadap data mutu vaksin ini juga telah mengacu pada pedoman evaluasi mutu vaksin yang berlaku secara internasional.
Baca juga: Sertifikat Vaksin Covid-19 untuk Syarat Naik Pesawat Tak Perlu Dicetak, Rawan Kebocoran Data
Efek Samping Ringan dan Miliki Efikasi 91 Persen
Berdasarkan hasil kajian terkait dengan keamanannya, efek samping dari penggunaan Vaksin Sputnik-V merupakan efek samping dengan tingkat keparahan ringan atau sedang.
Hasil ini dilaporkan pada uji klinik Vaksin Sputnik-V dan uji klinik vaksin lainnya dari teknologi platform yang sama.
"Efek samping paling umum yang dirasakan adalah gejala menyerupai flu (a flu-like syndrome), yang ditandai dengan demam, menggigil, nyeri sendi (arthralgia), nyeri otot (myalgia), badan lemas (asthenia), ketidaknyamanan, sakit kepala, hipertermia, atau reaksi lokal pada lokasi injeksi," jelas Kepala Badan POM.
Sementara untuk efikasinya, data uji klinik fase 3 menunjukkan Vaksin Covid-19 Sputnik-V memberikan efikasi sebesar 91,6 persen (dengan rentang confidence interval 85,6 persen - 95,2 persen).
Terhadap sarana produksi vaksin, telah dilakukan inspeksi onsite pada fasilitas produksi Vaksin Covid-19 Sputnik-V di Rusia, yaitu Generium dan Biocad sebagai fasilitas produksi bulk vaksin, serta Ufavita sebagai fasilitas fill and finish produk jadi.
Berdasarkan hasil inspeksi, hasilnya telah memenuhi standar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan standar persyaratan mutu vaksin.
Bersamaan dengan penerbitan EUA Vaksin Sputnik-V ini, Badan POM juga menerbitkan factsheet yang dapat diacu oleh Tenaga Kesehatan serta factsheet yang dikhususkan untuk masyarakat.
Factsheet tersebut berisi informasi lebih lengkap terkait keamanan dan efikasi vaksin ini dan hal-hal yang harus menjadi kewaspadaan dalam penggunaan vaksin, termasuk monitoring kemungkinan efek samping atau Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) dan pelaporannya.
Baca juga: Vaksin Dosis Pertama, Informasi Terbaru Syarat Naik Lion Air Rute Domestik Hingga 23 Agustus 2021
Dengan bertambahnya jenis vaksin Covid-19 yang telah memperoleh EUA, diharapkan dapat semakin membantu Pemerintah untuk menyegerakan tercapainya herd immunity.
"Badan POM akan terus mendukung Pemerintah sesuai tugas pokok dan fungsinya dalam pengawasan obat agar masyarakat dapat mengakses vaksin Covid-19 yang telah memenuhi kualifikasi standar yang dipersyaratkan dengan segera," tegas Kepala Badan POM.
Sejak Januari 2021, Badan POM telah menerbitkan terhadap 6 (enam) jenis vaksin untuk penanganan pandemi Covid-19, yaitu Sinovac (CoronaVac), Vaksin Covid-19 Bio Farma, AstraZeneca Covid-19 Vaccine, Sinopharm, Moderna, dan Comirnaty (Pfizer).
.
.
.
(*/ TRIBUNBATAM.id/ Tribunnews/ Kompas)