Fenomena Resign Kerja di Amerika, Perusahaan Pontang-panting Cari Karyawan, Ini Penyebabnya
Lebih dari 40 persen karyawan di Negeri Paman Sam, AS akan mencari pekerjaan baru, alias berhenti jika diminta kembali bekerja di kantor penuh waktu
TRIBUNBATAM.id - Lebih dari 40 persen karyawan di Negeri Paman Sam akan mencari pekerjaan baru, alias berhenti jika diminta kembali bekerja dari kantor penuh waktu.
Kondisi itu memaksa banyak perusahaan, salah satunya Goldman Sachs mengumumkan kenaikan gaji besar.
Kenaikan gaji sebesar 30 persen dilakukan perusahaan itu untuk merekrut karyawan baru, seiring menguatnya keinginan mengembalikan karyawan kerja penuh waktu di kantor.
Laporan Job Openings and Labor Turnover Survey (JOLTS) mengungkapkan, Amerika Serikat (AS) mencatat rekor terbaru dengan 4,3 juta orang memilih berhenti kerja pada Agustus 2021.
Tingkat berhenti kerja pada Agustus 2021 juga menandai tingkat berhenti tertinggi sejak tahun 2000, saat laporan pertama kali dirilis.
Dilaporkan, jumlah pekerja yang berhenti naik sekitar 242.000 orang dibanding bulan Juli.
Baca juga: Warga Karimun Tiopan Panjaitan Butuh Bantuan, Berhenti Bekerja Rawat Ibu yang Sempat Sakit Keras
Baca juga: Curhat Sopir Bus Berhenti Bekerja Karena Covid-19, Tak Bisa Nafkahi Keluarganya
Banyak pekerja menuntut gaji lebih tinggi, kondisi kerja lebih baik dan pengaturan kerja lebih fleksibel.
Pekerja memilih berhenti kerja dibanding harus kembali bekerja di kantor (work from office/WFO) secara penuh.
Jumlah orang berhenti kerja ini meningkat di bidang akomodasi dan layanan makanan, perdagangan grosir, serta pendidikan negara bagian dan lokal.
"Jika Anda tidak senang dengan pekerjaan Anda atau menginginkan kenaikan gaji, di lingkungan saat ini cukup mudah untuk mencari pekerjaan baru.
Kami melihat orang-orang memilih itu," kata Kepala Ekonom PNC, Gus Faucher.
Karena banyak karyawan berhenti, perusahaan akhirnya pontang-panting mencari kandidat baru.
Lowongan pekerjaan tetap berada pada angka 10,4 juta pada akhir Agustus 2021.
Namun, laporan menyebutkan, jumlahnya sedikit berkurang dibanding akhir Juli 2021, atau turun sekitar 659.000 orang.
Sementara di bulan Juli, jumlah lowongan pekerjaan mencapai 11,1 juta, rekor tertinggi sejak laporan dimulai pada tahun 2000.
Baca juga: Perketat Kebijakan Soal Covid-19, Singapura Wajibkan Pekerja Asing Berhenti Bekerja Sementara
Baca juga: BUKAN Akibat Pandemi Covid-19, Ini Pemicu Jumlah Pengangguran di Batam Melonjak
Kepala Ekonom di RSM, Joe Brusuelas menuturkan, momen ini bisa menjadi zaman keemasan bagi pekerja.
Banyak pekerja yang menyadari bahwa mereka punya daya tawar tinggi.
Daya tawar itu berasal dari kesediaan untuk berhenti dari pekerjaan yang tidak mereka sukai dan mencari pekerjaan baru.
Pergeseran ini tidak hanya berpusat pada ekonomi sederhana, tetapi penilaian ulang yang lebih luas seputar kualitas hidup dan tujuan.
"Pekerja sekarang yakin bahwa dia memiliki kekuatan tawar dan dapat memeroleh upah yang wajar.
Mereka sadar memiliki pengaruh terhadap bentuk kondisi kerja," kata Brusuelas dikutip dari Kompas.
Dalam jangka panjang, kata Brusuelas, transformasi tenaga kerja seperti ini akan menjadi hal yang positif.
Hal ini memungkinkan lebih banyak orang menemukan kepuasan dalam karier.
Baca juga: Daftar 7 BUMN Mau Dibubarkan Pemerintah, Selalu Rugi, Karyawan Istaka Karya Protes Istilah
Baca juga: Lion Air Group Rumahkan 8.000 Karyawan Akibat Pandemi Covid-19
Di sisi lain, ada kemungkinan para pekerja mendapatkan upah layak dan berkontribusi pada ekonomi yang lebih luas, juga mengurangi kesenjangan yang mengkhawatirkan antara kaya dan miskin.
.
.
.
(*/ TRIBUNBATAM.id)