Serikat Pekerja di Bintan Minta UMK 2022 Naik 10 Persen Dari Tahun Lalu
Serikat pekerja dari FSPMI di Bintan minta UMK 2022 naik 10 persen dari tahun lalu. Pasalnya UMK Bintan 2021 tak alami kenaikan
Penulis: Alfandi Simamora | Editor: Dewi Haryati
"Nanti akan kita ajukan kembali ke Gubernur untuk dikaji kembali. Karena bisa saja hasil usulan kita itu berubah naik atau turun dan bahkan sama seperti sebelumnya. Kewenangan itu ada pada Gubernur untuk nantinya ditetapkan," paparnya.
Untuk waktu pembahasan, pihaknya belum dapat memberikan keterangan secara pasti. Namun bila merujuk dari tahun sebelumnya, pembahasan besaran UMK dilaksanakan di bulan November.
Baca juga: Serikat Buruh Desak UMK 2022 Naik 7 Hingga 10 Persen, Apindo Batam: On Track Saja
Baca juga: Pemko Bakal Kirim Angka UMK Batam Akhir November, Masih Tunggu Surat Dari Provinsi
"waktunya kita belum bisa prediksi karena prosedurnya begitu, saat ini sifatnya kita masih menunggu. Jika dibandingkan tahun sebelumnya memang biasanya pembahasan UMK ini paling lambat dibahas di akhir November. Hanya tanggal persisnya saya lupa," terangnya.
Ia menjelaskan penghitungan UMK ditinjau dari syarat beberapa aspek, seperti laju pertumbuhan ekonomi, inflasi hingga tingkat pengangguran dalam wilayah tersebut.
"Ada rumusnya itu dan yang paling tahu tentu Badan Pusat Statistik karena mereka yang ahli dalam rumus dan angka. Selain itu kan mereka juga masuk dalam tim kita jadi nanti kita gunakan rumus itu," sebutnya.
Diterangkannya lagi, penetapan besaran UMK bila merujuk aturan, nantinya diorientasikan kepada para pelaku usaha tingkat menengah dan atas yang ada di tiap-tiap wilayah.
"Untuk UMKM tentu berbeda. Tapi untuk diketahui, sekarang ini UMKM itu sebenarnya sudah berubah kriteria. Kalau dulu yang punya omzet Rp 50 juta ke bawah disebut UMKM. Sekarang tidak lagi, sudah naik statusnya yang bermodal, beromzet dan transaksi di bawah Rp 2 miliar itu kategorinya UMKM begitu," ujarnya.
Ia melanjutkan, untuk di Tanjungpinang pihaknya belum melihat UMKM yang menonjol, apalagi di tengah pandemi Covid-19 saat ini.
"Sehingga jika ada yang menetapkan upah karyawan di bawah UMK dan memiliki kesepakatan dengan karyawannya karena terkendala biaya operasional, susah juga kita. Karena mereka sama-sama mau kan," ungkapnya.
Dikatakannya, persoalan pengupahan oleh pelaku UMKM tersebut masih banyak terjadi hampir di tiap wilayah Indonesia.
"Nah persoalan ini masih banyak terjadi hampir di seluruh Indonesia, dan jika kita memaksakan untuk diwajibkan pengaruhnya juga ke tingkat pengangguran di wilayah dan kita tidak mengharapkan itu terjadi," tutupnya.
(Tribunbatam.id/Alfandi Simamora/ Noven Simanjuntak)
Baca juga Berita Tribun Batam lainnya di Google
Berita tentang Tanjungpinang
Berita tentang Bintan