12 Santriwati Korban Bejat Oknum Guru, 8 Sudah Melahirkan, Berikut Deretan Faktanya
Berikut deretan fakta oknum guru yang merudakpaksa belasan santriwati. Delapan di antaranya bahkan sudah melahirkan.
JABAR, TRIBUNBATAM.id - Nasib miris belasan santriwati di Provinsi Jawa Barat (Jabar) menyita perhatian sejumlah pihak.
Mereka menjadi korban bejat perbuatan oknum guru bernama Herry Wirawan.
Ia tega berbuat tak pantas kepada anak didiknya yang rata-rata berumur 13 hingga 15 tahun.
Aksi keji itu rupanya sudah berlangsung sejak 2016 hingga terbongkar pada akhir tahun 2021.
Dari belasan santriwati yang menjadi korbannya, 8 di antaranya bahkan telah melahirkan.
Aparat penegak hukum hingga pemerintah daerah setempat memberi perhatian khusus terhadap kasus ini.
Termasuk jeratan pasal serta ancaman hukuman pidana yang akan diterima Herry Wirawan.
Berikut ini sejumlah fakta miris terkait kasus tersebut.
Baca juga: Guru SD Rudapaksa Wanita yang Kedapatan Lakukan Hubungan Terlarang di Tempat Sepi
Baca juga: Kabur dari Ponpes? 4 ABG Santri & Santriwati Malah Menginap di Hotel dan Ditangkap Satpol PP
1. Beraksi di Banyak Tempat
Kasipenkum Kejaksaan Tinggi Jabar, Dodi Gazali Emil menjelaskan sosok Herry Wirawan dalam melancarkan aksi bejatnya.
Herry rupanya tidak merudapaksa korbanya di satu tempat saja.
"Perbuatan terdakwa Herry Wirawan dilakukan di berbagai tempat," ujarnya saat dihubungi TribunJabar.id, Rabu (8/12/2021).
Dalam berita acara terungkap jika Herry Wirawan melakukan aksi bejatnya mulai dari di Yayasan KS, Yayasan Pesantren TM.
Kemudian, Pesantren MH, basecamp terdakwa, apartemen TS, dan beberapa hotel di Kota Bandung.
Dari perbuatan keji pelaku, 4 dari 12 korban hamil hingga melahirkan 8 bayi.
Kini, bertambah satu bayi ketika dalam proses pengadilan.
2. Dana Bantuan Dipakai Sewa Hotel?
Kejati Jabar juga sedang menyelidiki dana yang digunakan Herry Wirawan dalam melancarkan aksi bejatnya itu.
Baca juga: 2 Oknum Polisi Nakal Diperiksa Propam, Diduga Lakukan Pencabulan dan Pemerasan ke Isteri Tersangka
Baca juga: Gara-gara Curi Uang Rp 100 Ribu, Santri Tewas Dikeroyok 4 Orang, Baru Sebulan Mondok
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Barat, Asep N Mulyana mengatakan jika Herry diduga memakai dana bantuan dari pemerintah untuk kepentingannya pribadi.
Seperti menyewa apartemen, hotel dan sebagainya.
Dugaan itu ditemukan berdasarkan hasil penyelidikan tim intelijen selaku pengumpul data dan keterangan di lapangan.
"Upaya ini membuat para korban merasa yakin, bahwa yang bersangkutan berkemampuan (dari segi ekonomi)," ucap Asep dalam konferensi persnya, Kamis (9/12/2021)
Maka dari itu, ancaman hukuman berat akan menanti HW.
Asep menilai tindakan yang dilakukan HW, bukan soal asusila saja, namun juga tindakan kejahatan kemanusiaan.
Kajati Jabar itu pun mengatakan, pihaknya akan terus memantau perkembangan terkait perkara tersebut hingga selesainya masa persidangan.
3. Pertama Kali Terbongkar
Perilaku bejat Herry Wirawan, oknum guru ngaji yang merudapaksa belasan santriwati, pertama kali diketahui oleh keluarga korban yang melihat anaknya tengah mengandung.
Kemudian keluarga korban melaporkan hal tersebut ke kepala desa lalu melaporkan ke Polda Jabar.
"Ini kebongkarnya oleh seorang ibu yang anaknya disana, yang melihat ada perubahan dalam tubuhnya lalu melaporkan ke kepala desa," ungkap Diah.
AN (34), salah satu keluarga korban yang berasal dari Kecamatan Pameungpeuk, Kabupaten Garut mengungkapkan modus bejat pelaku.
Ia menuturkan, pihak keluarga tidak pernah mengetahui korban tengah dalam masalah lantaran setiap kali korban pulang ke rumah tidak pernah berkomunikasi karena korban tertutup.
Baca juga: 2 Legislator di Kepri Minta Polisi Usut Tuntas Kasus 2 Anak Jadi Korban Pencabulan
Baca juga: Polisi Tangkap Satu Pelaku Pencabulan di Tanjungpinang, Nasib Oknum Lurah?
Pelaku pun kerap memaksa korban untuk segera kembali ke pondok pesantren jika sedang pulang ke rumah.
"Anak gak pernah lama di rumah, lebih dari tiga atau lima hari si pelaku Herry langsung nelpon, dia nyuruh kembali ke pondok," ujarnya saat diwawancarai Tribunjabar.id, Kamis (9/12/2021).
Pelaku diketahui tinggal seorang diri di dalam pesantren tersebut, sementara pengajar lainnya tinggal di rumah masing-masing.
AN menjelaskan, pihak keluarga pun pernah bertanya-tanya dengan aturan ketat yang diberlakukan pesantren milik pelaku.
"Kenapa sih kok ketat banget, tapi ya saat itu tidak berburuk sangka, ketat mungkin aturan yang udah diberlakukan oleh pihak pesantren," ucapnya.
Menurutnya, keluarga memilih pesantren tersebut lantaran menawarkan pendidikan gratis.
Tawaran pendidikan gratis tersebut tanpa pikir panjang dipilih lantaran keluarga korban tidak cukup mampu untuk menyekolahkan anaknya.
"Sekolahnya gratis itu, kami pilih pesantren tersebut karena ekonomi kami menengah ke bawah," ungkap AN.
4. Janji Oknum Guru Bejat
Tak hanya itu, pelaku bahkan juga mengiming-iming para korbannya beragam janji.
Herry yang mengajar di beberapa pesantren dan pondok tersebut mengiming-imingi korbannya menjadi polisi wanita.
Baca juga: Viral Hendri Bocah Yatim Piatu Bikin Polisi Nangis Sesegukan, Tidur di Emperan Demi Masuk Pesantren
Baca juga: Gadis Muda Berusia 19 Tahun, Calon Istri UAS Ternyata Santriwati Sholehah Pondok Ternama di Jatim
Iming-iming tersebut tercantum juga dalam surat dakwaan dan diuraikan dalam poin-poin penjelasan korban.
"Terdakwa menjanjikan akan menjadikan korban polisi wanita," ujar jaksa dalam surat dakwaan yang diterima wartawan, Rabu.
Selain menjadi polisi wanita, pelaku menjanjikan kepada korbannya untuk menjadi pengurus pesantren.
Herry juga menjanjikan kepada korban akan dibiayai kuliah.
"Terdakwa menjanjikan anak akan dibiayai sampai kuliah," ujarnya.
5. Bayi Diasuh Orang Tua Korban
Ketua P2TP2A Kabupaten Garut, Diah Kurniasari mengatakan 8 dari 11 santriwati yang menjadi korban rudakpaksa tersebut seluruhnya telah melahirkan.
"Selama enam bulan ini semuanya sudah lahir, tadi saya lihat di tv masih disebutkan dua korban masih hamil, tidak, sekarang semua sudah dilahirkan," ujarnya saat menggelar jumpa pers di Kantor P2TP2A Kabupaten Garut, Kamis (9/12/2021) malam.
Ia menuturkan, saat ini seluruh bayi tersebut sudah dibawa oleh orangtua korban.
Sementara korban saat ini masih menjalani trauma healing di rumah aman P2TP2A.
"Bayinya semuanya sudah ada di ibu korban masing-masing," ucapnya.
Trauma healing yang dilakukan P2TP2A tidak hanya dilakukan kepada korban rudakpaksa, namun juga diberikan kepada orangtua korban.
Diah menjelaskan, sejak awal pihaknya sudah mempersiapkan korban untuk siap jika suatu saat masalah mereka terkuak ke publik.
"Kondisi korban saat ini Insya Allah sudah lebih kuat, kami sudah jauh-jauh hari mempersiapkan mereka selama ini untuk siap mengahadapi media," ucapnya.
Baca juga: Aspidum Kejati Jabar Dicopot, Buntut Kasus Istri Marahi Suami Mabuk Dituntut 1 Tahun
Baca juga: Lurah Tanjungpinang Kota Menyesal, Ngaku Ingin Tobat, Kena Kasus Pencabulan
Korban, menurutnya, masih terikat persaudaraan dengan korban lainnya karena sebelumnya saling ajak untuk bersekolah di pesantren tersebut.
Rata-rata umur korban berusia 13 hingga 15 tahun.
6. Izin Operasional Pesantren Dicabut
Kementerian Agama (Kemenag) Kota Bandung telah mengambil langkah strategis untuk menangani kasus rudapaksa yang terjadi di salah satu pondok pesantren di Kota Bandung.
Mulai dari permohonan pembekuan operasional lembaga sampai memastikan keberlansungan pendidikan para korban.
Saat ini, Kemenag RI telah mencabut izin pondok pesantren tersebut.
Kepala Kemenag Kota Bandung, Tedi Ahmad Junaedi menuturkan, sejak kasus ini terkuak Juni lalu, pihaknya langsung berkoordinasi dengan Kantor Wilayah Kemenag Jawa Barat untuk meninjau ulang operasional lembaga pendidikan tempat HW alias Herry Wirawan, guru rudapaksa santri tersebut mengajar.
"Saat ini sedang proses pencabutan izinnya. Karena yang berwenang mencabut izin yaitu Kemenag RI," ujar Tedi, Kamis (9/12/2021).
Tedi menuturkan, Pendidikan Kesetaraan Pondok Pesantren Salafiyah (PKPPS) yang diselenggarakan oleh yayasan pondok pesantren tersebut hanya mendapatkan izin untuk di Antapani.
Baca juga: Pengakuan Mengejutkan Anak Anggota DPRD Pelaku Pencabulan, Ini Tampang Si Anak Dewan Itu
Baca juga: OGAH Diajak Damai, Keluarga Korban Pencabulan di Batam : Jangan Nilai Kehormatan dengan Uang
Sedangkan pesantren yang berlokasi di Cibiru berdiri tanpa izin Kemenag.
"Ketika lokasinya berbeda harus ada izin terpisah, yaitu izin cabang. Pelaku belum urus izin cabang di Cibiru, yang katanya boarding school. Sebelumnya kita tidak mengetahui pendirian cabang di Cibiru," ujarnya.
Selain mengajukan pembekuan lembaga, Tedi juga langsung bergerak cepat menangani keberlanjutan proses pendidikan para santriwati yang terdata di lembaga tersebut. Tujuannya agar bisa segera memindahkan ke lembaga pendidikan lain.
Kendati dari perkembangan kasus yang menjadi korban sebanyak 12 orang, namun Tedi memilih seluruh santriwati yang ada di lembaga pendidikan tersebut untuk dipindahkan. Total sebanyak 35 orang santriwati yang terdaftar, semuanya difasilitasi.
"Kita rapat dengan provinsi dan seluruh pokja PKPPS berkoordinasi siapa yang akan menampung 35 anak. Walaupun keputusannya tetap itu tergantung kepada anak. Sebagian besar anak mau ke sekolah formal," terangnya.
Menurut Tedy, saat rapat dengan DP3A Jawa Barat dan Polda Jabar, Kemenag ikut pendampingan terhadap kasus tersebut secara proporsional.
"Kasus kriminalnya ditangani oleh Polda Jabar, psikologi anak oleh Dinas DP3A, dan Kemenag membina dan menangani kelembagaan serta kelanjutan pendidikan anak-anak tersebut," jelasnya.(TribunBatam.id) (TribunJabar.id/Seli Andina Miranti)
Baca juga Berita Tribun Batam lainnya di Google
Berita Tentang Pencabulan
Sumber: TribunJabar.id