BERITA CHINA
China - AS Saling 'Serang' Buntut KTT Demokrasi, Singgung Senjata Pemusnah Massal
Ketegangan China dengan Amerika Serikat (AS) semakin menjadi saat KTT Demokrasi yang digelar selama dua hari secara virtual di Negeri Paman Sam.
China juga menggembar-gemborkan versinya sendiri tentang 'demokrasi rakyat dengan proses menyeluruh' dalam sebuah buku yang dirilis minggu lalu untuk menopang legitimasi Partai Komunis, yang menjadi semakin otoriter di bawah Presiden Xi Jinping.
Meski AS berulang kali membantah akan ada Perang Dingin lagi dengan China, ketegangan antara dua negara perekonomian terbesar dunia itu meningkat dalam beberapa tahun terakhir, karena masalah-masalah termasuk perdagangan dan persaingan teknologi, hak asasi manusia, Xinjiang dan Taiwan.
Taiwan menuduh China mengincar sekutu diplomatiknya karena dikeluarkan dari KTT Demokrasi di AS.
Kementerian Keuangan AS pada Jumat (10/11/2021) menjatuhkan sanksi kepada dua pejabat tinggi China atas pelanggaran hak asasi manusia di wilayah Xinjiang.
Baca juga: China Meradang, Sejumlah Negara Ikut Amerika Serikat Boikot Olimpiade Beijing 2022
Baca juga: BUMN China Indonesia Bangun Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung di Tengah Risiko Utang
Serta memblacklist perusahaan pengawasan AI China SenseTime atas pembuatan teknologi pengenalan wajah yang menargetkan minoritas Uighur.
China sebelumnya juga ngotot jika Taiwan merupakan wilayahnya.
Beijing mendapat sokongan di tengah-tengah KTT Biden ketika Nikaragua membatalkan aliansi diplomatik sebelumnya dengan Taiwan sertamengatakan bahwa mereka hanya mengakui China.
Pengumuman itu membuat Taiwan hanya memiliki 14 sekutu diplomatik.
Kementerian Luar Negeri AS meminta semua negara yang menghargai institusi demokrasi untuk memperluas keterlibatan dengan pulau itu.
SIKAP Keras AS dan Sekutu
Langkah China untuk mendominasi dunia sebelumnya mulai dirasakan dampaknya pada sejumlah negara maju.
Inggris dan Amerika Serikat (AS) misalnya. Dua negara ini bahkan secara terbuka akan memboikot diplomatik pelaksanaan Olimpiade Beijing 2022.
Ini artinya sejumlah pejabat negara dan rombongan diplomat dipastikan tidak akan hadir, meski negara mereka tetap mengirim utusan atlet yang akan berlaga pada sejumlah cabang pada 4 Februari 2022.
Berbagai persoalan yang terjadi di China, salah satunya mengenai dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di sana menjadi salah satu penyebabnya.
China sebelumnya juga masih ngotot jika Laut Natuna Utara atau yang disebut sebagian pihak sebagai Laut China Selatan masuk sebagai wilayah kedaulatannya.