PUBLIC SERVICE

Cara Mengurus Sertifikat Halal Produk Makanan, Kosmetik hingga Obat-obatan, Cek Panduan dan Biayanya

Produk yang bersertifikat halal memiliki daya saing yang lebih tinggi dibanding produk yang tidak mencantumkan label halal di produknya.

tribunnews batam/alvin
Ayam bersertifikat halal di pasar Tanjunguban, Bintan, Kepulauan Riau (Kepri). Foto ilustrasi 

TRIBUNBATAM.id - Sertifikat halal adalah jaminan untuk memberikan kepastian atas kehalalan sebuah produk yang diperdagangkan atau beredar di Indonesia.

Adanya label halal pada produk yang dikonsumsi dan digunakan akan memberikan rasa aman bagi para konsumen.

Hal ini juga sebagai jaminan untuk mereka kalau produk yang mereka konsumsi tersebut aman dari unsur yang tidak halal dan diproduksi dengan cara halal dan beretika.

Produk yang bersertifikat halal memiliki daya saing yang lebih tinggi dibanding produk yang tidak mencantumkan label halal di produknya.

Untuk produsen, label halal ini berfungsi dalam membangun kepercayaan dan loyalitas konsumen terhadap produk-produk mereka.

Kewajiban untuk melakukan sertifikasi halal sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH).

Dalam aturan itu dijelaskan, produk yang wajib memiliki sertifikat halal meliputi:

- Makanan

- Minuman

- Obat

Baca juga: 5 Jenis Makanan yang Mampu Menjaga Kesehatan Mata dan Mengatasi Mata Minus

Baca juga: BEGINI Cara dan Syarat Urus Sertifikat Halal Usaha di Batam

- Kosmetik

- Produk kimiawi

- Produk biologi

- Produk rekayasa genetik

- Barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat.

Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Batam saat ini membuka pendaftaran layanan sertifikat halal secara daring atau online.

Masyarakat cukup mengakses aplikasi ptsp.halal.go.id.

Kepala Kantor Kemenag Batam, Zulkarnain Umar mengatakan, pendaftaran secara online telah dibuka guna memudahkan masyarakat mengakses layanan tanpa harus datang ke kantor Kemenag.

"Layanan daring ini kita tujukan untuk memudahkan masyarakat yang ingin mendaftar layanan sertifikat halal," katanya, Minggu (13/2/2022).

Menurutnya setelah berkas dilengkapi, selanjutnya diinput ke aplikasi ptsp.halal.go.id.

Di sini, pelaku usaha perlu mengisi data registrasi, data fasilitas, data produk, data bahan, data matriks bahan dan produk, dan mengunggah sejumlah dokumen yang dipersyaratkan.

Setelah itu menunggu Surat Tanda Terima Dokumen (STTD) keluar.

"STTD ini nantinya baru dibawa ke LPPOM MUI. Untuk untuk selanjutnya diaudit dan keluar ketetapan halal," terangnya.

Syarat mendaftar sertifikat halal

Mengutip Kompas.com, (23/11/2019), dalam laman resmi MUI disebutkan bahwa bagi perusahaan yang ingin mendaftarkan sertifikasi halal ke LPPOM MUI harus memenuhi beberapa kriteria.

Baca juga: Apakah Ambulans Dicover BPJS? Ini Cara dan Prosedur Layanan Ambulans bagi Peserta BPJS Kesehatan

Baca juga: Cara Cek dan menghitung Denda Telat Bayar Pajak Sepeda Motor

Berikut rinciannya:

1. Kebijakan Halal

Manajemen Puncak harus menetapkan Kebijakan Halal dan menyosialisasikan kebijakan halal kepada seluruh pemangku kepentingan (stake holder) perusahaan.

2. Tim Manajemen Halal

Manajemen Puncak harus menetapkan Tim Manajemen Halal yang mencakup semua bagian yang terlibat dalam aktivitas kritis serta memiliki tugas, tanggungjawab dan wewenang yang jelas.

3. Pelatihan dan Edukasi

Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis pelaksanaan pelatihan.

Pelatihan internal harus dilaksanakan minimal setahun sekali dan pelatihan eksternal harus dilaksanakan minimal dua tahun sekali.

4. Bahan

Bahan yang digunakan dalam pembuatan produk yang disertifikasi tidak boleh berasal dari bahan haram atau najis.

Perusahaan harus mempunyai dokumen pendukung untuk semua bahan yang digunakan, kecuali bahan tidak kritis atau bahan yang dibeli secara retail.

5. Produk

Karakteristik/profil sensori produk tidak boleh memiliki kecenderungan bau atau rasa yang mengarah kepada produk haram atau yang telah dinyatakan haram berdasarkan fatwa MUI.

Merk/nama produk yang didaftarkan untuk disertifikasi tidak boleh menggunakan nama yang mengarah pada sesuatu yang diharamkan atau ibadah yang tidak sesuai dengan syariah Islam.

6. Fasilitas Produksi

Beberapa fasilitas produksi, baik industri pengolahan, restoran/katering/dapur maupun rumah potong hewan harus menjamin tidak adanya kontaminasi dengan bahan atau produk haram dan najis.

7. Prosedur Tertulis Aktivitas Kritis

Baca juga: 7 Tips Badan Tetap Bugar dan Tidak Lemas saat Berpuasa, Salah Satunya Perbanyak Makanan Berserat

Baca juga: Mau Rampingkan Perut Buncit? Coba Rutin Konsumsi 3 Minuman Ini di Pagi Hari

Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis mengenai pelaksanaan aktivitas kritis, yaitu aktivitas pada rantai produksi yang dapat mempengaruhi status kehalalan produk.

8. Kemampuan Telusur (Traceability)

Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis untuk menjamin kemampuan telusur produk yang disertifikasi berasal dari bahan yang memenuhi kriteria.

Kriteria itu adalah disetujui LPPOM MUI dan diproduksi di fasilitas produksi yang memenuhi kriteria (bebas dari bahan babi/ turunannya).

9. Penanganan Produk yang Tidak Memenuhi Kriteria

Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis untuk menangani produk yang tidak memenuhi kriteria, yaitu tidak dijual ke konsumen yang mempersyaratkan produk halal dan jika terlanjur dijual maka harus ditarik.

10. Audit Internal

Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis audit internal pelaksanaan SJH. Audit internal dilakukan setidaknya enam bulan sekali dan dilaksanakan oleh auditor halal internal yang kompeten dan independen.

Hasil audit internal disampaikan ke LPPOM MUI dalam bentuk laporan berkala setiap 6 (enam) bulan sekali.

11. Kaji Ulang Manajemen

Manajemen Puncak atau wakilnya harus melakukan kaji ulang manajemen minimal satu kali dalam satu tahun, dengan tujuan untuk menilai efektifitas penerapan SJH dan merumuskan perbaikan berkelanjutan.

Cara mendapatkan sertifikasi halal

Ada sejumlah langkah yang harus dilakukan oleh suatu perusahaan untuk mendapat sertifikat halal.

1. Memahami Persyaratan Sertifikasi halal dan mengikuti pelatihan SJH.

2. Menerapkan Sistem Jaminan Halal (SJH). Menyiapkan dokumen sertifikasi halal.

3. Melakukan pendaftaran sertifikasi halal (upload data) melalui laman www.e-lppommui.org.

4. Melakukan monitoring pre-audit dan pembayaran akad sertifikasi.

5. Pelaksanaan audit.

6. Melakukan monitoring pasca audit.

7. Memperoleh Sertifikasi Halal.

Perlu diperhatikan, sertifikat halal yang diperoleh berlaku selama 2 (dua) tahun.

Biaya sertifikasi halal

Dilansir dari Kompas.com, (28/6/2021), Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengatur biaya sertifikasi produk halal di Badan Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (BPJPH) sekitar Rp 300.000 sampai Rp 5 juta.

Biaya tersebut di antaranya adalah untuk sertifikasi halal proses reguler, perpanjangan sertifikat halal, penambahan varian atau jenis produk, serta registrasi sertifikat halal luar negeri.

Baca juga: Tips dari BPOM, Ini 3 Cara Cek dan Membaca Informasi Nilai Gizi pada Produk Makanan Kemasan

Baca juga: Demam Tak Perlu Minum Obat, Ini Cara Ampuh Menurunkan Panas dengan Air Kelapa

Namun demikian, biaya sertifikasi halal tersebut belum termasuk biaya pemeriksaan oleh Lembaga Pemeriksa Halal.

Untuk pelaku usaha besar atau pelaku usaha luar negeri, biaya sertifikasi halal bisa dikenakan 150 persen lebih tinggi dari tarif batas layanan.

Sementara untuk pelaku usaha mikro dan kecil, atau UMK, tarif layanan pernyataan halal, tarif layanan perpanjangan sertifikat halal, dan tarif layanan penambahan varian atau jenis produk dikenai tarif Rp 0 atau digratiskan.

(*/TRIBUNBATAM.id)

Sumber: Tribun Batam
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved