Kedubes Malaysia di Jakarta Jadi Sasaran Buntut Laporan Ratusan PMI Tewas
Kedubes Malaysia di Jakarta jadi sasaran demo Partai Buruh setelah muncul laporan ratusan buruh migran meninggal di Sabah akibat perlakuan tak wajar.
TRIBUNBATAM.id - Kedutaan besar atau Kedubes Malaysia di Jakarta menjadi sasaran unjuk rasa lagi.
Kedubes Malaysia di Jakarta yang berlokasi di Kuningan ini sebelumnya menjadi sasaran warga Indonesia terkait vonis bebas seorang warga negeri jiran bernama Ambika MA Shan yang diduga menganiaya seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) bernama Adelina Lisao hingga meninggal dunia.
Aksi unjuk rasa depan Kedubes Malaysia di Kuningan Jakarta serta mengatasnamakan Koalisi Masyarakat Sipil itu terjadi Senin (27/6/2022).
Kini giliran Partai Buruh yang berencana menggelar aksi serupa di depan Kedubes Malaysia di Jakarta.
Mereka bakal menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran mengenai kabar ratusan buruh migran yang meninggal dunia pada sejumlah pusat penahanan imigrasi di Sabah, Malaysia.
Baca juga: Polisi Tetapkan Satu Tersangka Kasus 42 PMI Ilegal di Batam Siap Kirim ke Malaysia
Baca juga: Polisi Temukan 42 PMI Ilegal di Batam Siap Kirim ke Malaysia dari Penampungan
Temuan kasus tersebut pertama kali diungkapkan Koalisi Buruh Migran Berdaulat (KBMB) beberapa waktu lalu selama periode 18 bulan, antara 2021 dan 2022.
Mereka diduga diperlakukan tidak manusiawi dan mengalami tindak kekerasan. Anggota KBMB Abu Mufakhir menyatakan, WNI yang ditangkap karena melanggar aturan imigrasi itu diduga hidup dalam kondisi tidak layak dan tidak memiliki akses ke fasilitas kesehatan.
"Enggak ada air bersih, makanannya jelek. bagaimana orang enggak meninggal, mereka itu bisa tidur paling banyak 2 jam sampai 3 jam sehari," kata Mufakhir, dikutip dari tayangan Kompas TV, Rabu (29/6).
"Kami mendengar ada ratusan buruh yang ditahan pihak imigrasi Sabah Malaysia telah meninggal dunia. Kami mengutuk keras dan menyesalkan mengapa peristiwa ini bisa terjadi. Dalam waktu dekat, kami akan melakukan aksi besar-besaran ke Kedutaan Besar Malaysia yang ada di Jakarta terkait dengan kasus buruh migran ini," tegas Presiden Partai Buruh Said Iqbal dalam keterangan resminya, Minggu (3/7/2022).
Pria yang juga menjabat sebagai Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) ini meminta Malaysia harus bertanggung jawab atas kejadian buruh migran Indonesia meninggal di Sabah.
Sebagai partai politik yang berbasis buruh, di mana buruh migran adalah konstituennya, mereka juga memperingatkan Pemerintah Malaysia agar lebih manusiawi dalam memperlakukan buruh migran.
Baca juga: Strategi Jonatan Christie Hadapi Viktor Axelsen di Semifinal Malaysia Open 2022
Baca juga: Singapura Kalahkan Malaysia Soal Daerah Layak Huni di Asia Tenggara
Said Iqbal juga akan mengajukan gugatan ke mahkamah internasional dan pengadilan HAM.
"Jika fakta ratusan buruh migran Indonesia yang meninggal di penjara imigrasi Sabah benar terjadi akibat minimnya pemberian makanan dan akses kesehatan, kami akan membawa kasus ini ke Mahkamah Internasional dan Dewan HAM PBB," kata dia.
Iqbal juga akan membawa kasus ini ke Komite Aplikasi Standard (The Committee on the Application of Standards) atau CAS.
Ini merupakan sebuah tim panel yang dibentuk ILO terkait pelanggaran hak-hak buruh.
Iqbal mengaku sudah menghubungi Konfederasi Serikat Buruh Malaysia (MTUC) untuk bersama-sama mengungkap kasus ini.
"Untuk itu, kami akan mencari data dan fakta di lapangan. KSPI sudah menghubungi Konfederasi Serikat Buruh Malaysia (MTUC) untuk membentuk tim pencari fakta bersama," ujarnya.
Iqbal menegaskan, jangan ada yang main-main dengan kasus yang menyangkut tentang nyawa manusia ini.
Partai Buruh juga mendesak pemerintah Indonesia untuk mengirimkan tim investigasi ke Malaysia dan bersungguh-sungguh dalam melindungi hak warga negara.
DESAKAN Buat Pemerintah
Migrant Care mendesak pemerintah menindaklanjuti secara serius laporan adanya seratusan pekerja migran Indonesia (PMI) atau tenaga kerja Indonesia (TKI) di tahanan Imigrasi Sabah, Malaysia yang meninggal dunia.
Baca juga: Polisi Temukan 42 PMI Ilegal di Batam Siap Kirim ke Malaysia dari Penampungan
Baca juga: Indonesia Ambil Langkah Serius, Warga Malaysia Majikan Adelina Lisao Dapat Vonis Bebas
Temuan kasus tersebut pertama kali diungkapkan Koalisi Buruh Migran Berdaulat (KBMB) beberapa waktu lalu.
“Saya menilai bahwa hasil temuan dari KBMB harus ditindaklanjuti secara serius oleh pemerintah Indonesia soal dugaan bahwa ada yang meninggal karena penyiksaan di depo Imigrasi Malaysia,” kata Ketua Pusat Studi Imigrasi Migrant Care Anis Hidayah kepada Kompas.com, Rabu (29/6/2022).
Sejalan dengan temuan KBMB, Migrant Care pernah melakukan riset dan menerima laporan dari para deportan. Riset dan laporan tersebut menyebutkan bahwa selama ini banyak kasus penyiksaan yang terjadi di dalam depo Imigrasi Malaysia.
Meski demikian, laporan tersebut sudah semestinya diselidiki lebih lanjut.
“Soal apakah ada yang meninggal dan seberapa ada yang meninggal itu perlu dilakukan penyelidikan lebih lanjut,” ujar Anis.
Anis mengungkapkan, para pekerja migran yang mendiami depo Imigrasi acap kali mendapatkan perlakuan tidak manusiawi.
Misalnya, pemberian makan dan minum tidak layak. Terlebih, situasi di dalam depo itu sudah penuh sesak (overcrowded).
Selain itu, Anis menyebut bahwa Malaysia juga terus-menerus melakukan razia dan melakuan moratorium deportasi sejak 2017.
Baca juga: 18 WNI Tewas di Tahanan Imigrasi Malaysia, Tim Pencari Fakta Sebut Tahanan Seperti Neraka
Baca juga: TNI AL dan Bea Cukai Temukan Belasan Ribu Mikol Ilegal dari Perbatasan Malaysia - Indonesia
“Ini yang membuat situasinya semakin memburuk. Sehingga pemerintah harus mengambil langkah cepat baik melalui Kemenlu maupun perwakilan kita yang ada di Sabah,” imbuh dia.
Sebelumnya, ratusan buruh migran asal Indonesia dikabarkan meninggal dunia di pusat tahanan imigrasi Sabah, Malaysia.
Mereka diduga diperlakukan tidak manusiawi dan mengalami tindak kekerasan.
Anggota KBMB Abu Mufakhir menyatakan, WNI yang ditangkap karena melanggar aturan imigrasi itu diduga hidup dalam kondisi tidak layak dan tidak memiliki akses ke fasilitas kesehatan.
"Enggak ada air bersih, makanannya jelek. bagaimana orang enggak meninggal. Mereka itu bisa tidur paling banyak 2 jam sampai 3 jam sehari," kata Mufakhir, dikutip dari tayangan Kompas TV, Rabu (29/6).(TribunBatam.id) (Kompas.com/Agustinus Rangga Respati/Achmad Nasrudin Yahya)
Baca juga Berita TribunBatam.id lainnya di Google
Sumber: Kompas.com
