BERITA MALAYSIA
Beda Subsidi BBM Malaysia dengan Indonesia, Ketua MTI Jatim Ungkap Kondisinya
Ketua Harian MTI Jawa Timur meragukan pernyataan Dirut Pertamina yang membandingkan subsidi BBM negeri jiran Malaysia dengan yang ada di Indonesia.
Misalnya di Malaysia Petrol 97 yang mempunyai oktan 97 harga tanpa subsidi adalah 4,55 ringgit atau setara dengan Rp 15.192.
Sedangkan Petrol 95 yang mempunyai oktan 95 tanpa subsidi adalah 2,5 ringgit atau setara dengan Rp 8.347.
"Sehingga beda 2 oktan saja sebesar 2,05 ringgit atau setara dengan Rp 6.844, berapa tuh rupiahnya kalau perbedaannya 5 oktan? Tentu sangat besar," ungkap Alumnus ITS Surabaya ini seperti diberitakan Tribunnews.com.
Sedangkan Pertalite mendapatkan subsidi dari pemerintah (Kementerian ESDM) sebesar Rp 9.550/liter.
Ia menambahkan, jika dengan harga yang sebenarnya sesuai dengan perhitungan yang ada di Malaysia dengan subsidi uang rakyat tersebut maka seharusnya rakyat membeli bahan bakar Pertalite jauh lebih murah atau bahkan gratis.
BHS juga menceritakan masih seputar BBM saat mengunjungi negeri jiran Malaysia itu.
Dimana harga produk dari Shell Company yaitu Shell V Power oktan 95 sama dengan harga Petrol 95 sebesar 2,05 ringgit atau setara dengan Rp 6.844.
Bila tanpa subsidi dari pemerintah, Shell di Malaysia menjual dengan harga sebesar 2,5 ringgit atau setara dengan Rp 8.347.
Baca juga: Ahli Waris Sultan Gugat Malaysia Rp 223 Triliun, Hendak Sita Aset Petronas
"Tetapi harga Shell di Indonesia untuk Shell oktan 95 yaitu Shell V Power oktan 95 adalah sebesar Rp 18.300 yang jauh lebih mahal dari Shell V Power Petrol 95 yang dijual di Malaysia. Tentu itu sangat merugikan masyarakat apalagi harga tersebut juga di tetapkan oleh Kementerian ESDM KEPMEN No. 62 K/12/MEM/2020 sehingga apakah Kementerian ESDM ikut terlibat?," tanya BHS.
BHS mengatakan bahan bakar adalah merupakan komoditas yang sangat vital karena menguasai hajat hidup orang banyak.
Oleh karena itu, kata dia, sudah seharusnya Presiden bersama DPR ikut terlibat untuk menghadapkan ketiga lembaga di atas dengan Komisi Persaingan Usaha dan Badan Perlindungan Konsumen serta Yayasan Lembaga Konsumen.
"Karena bila dibiarkan akan membawa dampak ekonomi yang demikian luas dan tentu mengikabatkan inflasi yang sangat tinggi," ujarnya.
Apalagi, lanjut BHS, APBN yang diberikan Pertamina sebagai subsidi adalah tidak wajar.
"Maka Kementerian Keuangan bersama BPK dan KPK harus turun menyelesaikan permasalahan di atas, bila perlu independen masyarakat ikut terlibat mengaudit kebenaran harga Pertalite , Pertamax yang ada saat ini," katanya.
Baca juga: Dishub Bekasi Bereaksi Imbas Kecelakaan Truk Pertamina Tewaskan 10 Orang
Oleh sebab itu, menurut BHS, pernyataan Dirut Pertamina yang mengatakan subsidi BBM di Malaysia lebih besar daripada subsidi BBM yang ada di Indonesia adalah tidak benar.