TADARUS RAMADAN
Ceramah Ramadan, Utang Piutang Dalam Perspektif Islam
Ceramah Ramadan tentang Utang Piutang Dalam Perspektif Islam oleh Ketua II MUI Kota Batam Yulvis Wandi
Utang Piutang Dalam Perspektif Islam
Dr. Yulfis Wandi, SE,MM
Ketua II MUI Kota Batam/Dosen Universitas Internasional Batam
Dalam fiqih Islam, utang piutang dikenal dengan istilah al-qardh. Secara etimologi, al-qardh berarti al-qath’u (potongan harta). Sedangkan secara terminologi menurut ulama hanafiah, al-qardh adalah suatu perjanjian antara dua pihak; pihak pertama memberikan harta atau uang kepada pihak kedua untuk dimanfaatkan dengan ketentuan akan dikembalikan pada waktu tertentu sesuai dengan padanan seperti yang diterimanya. Sedangkan istilah lain dari utang-piutang adalah ad-dain yang maknanya lebih luas karena bisa berarti al-qardh, isitisna, dan assalam.
Utang-piutang merupakan bagian dari transaksi muamalah yang dibolehkan dalam ajaran Islam sesuai dengan kaidah fiqih muamalah yang menyatakan bahwa ”Hukum asal dari muamalah (termasuk utang-piutang) adalah dibolehkan kecuali ada dalil yang melarangnya, yaitu dari Al-Quran dan sunnah Nabi SAW”.
Maka Islam memberikan petunjuk bagaimana transaksi utang piutang boleh dilakukan agar sesuai dengan syariah Islam , yaitu :
1. Prinsip Tolong-menolong (Ta’wun)
Transaksi utang piutang didasarkan pada prinsip tolong-menolong. Islam sangat menganjurkan bagi seseorang yang memiliki kemampuan harta untuk membantu saudaranya yang memiliki kesulitan dalam bentuk pinjaman dengan berpegang teguh pada prinsip ”Wata’a wanu ’alal birri wattaqwa wala ta’a wanu ’alal ismi wal’udwan, yaitu tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan dan bukan bertolong tolongan dalam perbuatan dosa dan pelanggaran (QS. Al-Maidah; 2).
Dalam Alquran Allah juga berfirman bahwa orang yang memberikan pinjaman yang baik atau menafkahkan hartanya di jalan Allah, maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak (QS Al-Baqarah; 245).
2. Tidak Mengandung Unsur Riba
Setiap transaksi utang-piutang tidak boleh mengandung unsur riba yaitu akad yang menjanjikan adanya tambahan terhadap pokok utang dalam bentuk bunga atau bentuk tambahan lain yang diberikan kepada orang yang memberi utang. Karena kaidahnya menyatakan kullu qardin jara manfaah pahuwa riba, setiap pinjaman yang mengandung tambahan atau manfaat dihukumi sebagai riba, kecuali atas keinginan dari si peminjam yang ingin melebihkan pada saat pengembalian, tetapi tidak pernah diperjanjikan dari awal akad, maka itu dianggap sedekah.
3. Harus Dicatat dan Didokumentasikan dengan Baik
Dalam Al-Quran, Allah SWT berfirman ”Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai dalam waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar” dan seterusnya... (QS Al Baqarah ; 282).
Dalam ayat ini jelas sekali bahwa transaksi utang-piutang tersebut wajib dicatat dan didokumentasi dengan baik. Tujuannya adalah agar semua pihak baik pemberi pinjaman maupun penerima pinjaman dapat menjalankannya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati, kemudian juga untuk menghindari terjainya perselisihan dikemudian hari.
4. Tidak Berutang Kecuali Dalam Kondisi Darurat Sesuai Kebutuhan
Seorang muslim sebaiknya menghindari dari berutang kecuali dalam keadaan mendesak, bukan untuk hal-hal yang tidak dibutuhkan, apalagi kalau berutang hanya untuk memenuhi hawa nafsunya, bersenang-senang, bermewah-mewahan, padahal ia tidak membutuhkannya dan kodisinya tidak mampu untuk membayarnya.
5. Berniat dan Bertekad untuk Melunasi Utang
Seorang muslim yang berutang karena kebutuhan yang mendesak dan disertai dengan niat dan tekad untuk melunasi hutangnya, niscaya Allah SWT akan memudahkannya untuk melunasi utang tersebut, demikian juga sebaliknya, sebagaimana sabda Rasulullah:
“Barang siapa meminjam harta orang lain dengan niat mengembalikannya niscaya Allah akan mengembalikannya untuknya. Dan barang siapa meminjam harta orang lain untuk memusnahkannya niscaya Allah akan memusnahkan dirinya”. (HR.Bukhari)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.