KPK Ungkap Modus Typo dalam Korupsi Tukin Kementerian ESDM, Bidik Aliran ke BPK

Penyidik KPK terus mendalami korupsi tukin Kementerian ESDM. Penyidik KPK mengungkap uang 'panas' itu ada yang digunakan untuk umroh.

TribunBatam.id via Kompas.com/Syakirun Ni'am
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu mengungkap modus 'typo' korupsi tunjangan kinerja atau tukin Kementerian ESDM yang ditaksir membuat Negara rugi hingga Rp 29.003.205.373. 

TRIBUNBATAM.id - Korupsi tunjangan kinerja atau tukin di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) masih diusut penyidik KPK.

Yang terbaru, penyidik KPK akan fokus mendalami dugaan aliran dana ke pemeriksa Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK pada kasus korupsi tukin di Kementerian ESDM ini.

Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK, Ali Fikri, Senin (27/3/2023) menegaskan, dugaan itu setelah mengumumkan kasus korupsi tukin di Kementerian ESDM ini naik ke tahap penyidikan.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya mengungkapkan, dugaan korupsi tukin 2020-2022 yang diduga merugikan negara Rp 27,6 miliar itu mengalir ke Pemeriksa BPK sekitar Rp 1,035 miliar.

“Ini menjadi konsen kami di dalam nanti pengembangan penyidikannya,” kata Plt Direktur Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu kepada wartawan, Jumat (23/6/2023).

Baca juga: Penyidik KPK Endus Uang Korupsi Tukin Kementerian ESDM untuk Suap Oknum BPK

Menurut Asep, berdasarkan penyidikan terhadap 10 tersangka kasus ini, memang ditemukan aliran dana ke pemeriksa BPK.

Asep mengatakan, saat ini memang belum terdapat tersangka dari pihak BPK terkait kasus tukin.

Namun demikian, pihaknya sudah mengetahui arah aliran dana itu.

“Belum (ada tersangka dari BPK), tapi kita sudah tahu ke mana arahnya,” ujar Asep.

Jenderal bintang satu Polri tersebut berujar, saat ini pendalaman aliran dana ke BPK masih terus dilakukan.

Pada saatnya, KPK akan mengumumkan hasil penelusuran dugaan aliran uang panas tersebut.

“Seperti yang disampaikan, ada alirannya ke situ, nah itu sedang kami dalami tentunya,” kata Asep.

Baca juga: Korupsi Tukin Pegawai Kementerian ESDM, KPK Taksir Kerugian Miliaran Rupiah

Selain mengalir ke oknum di BPK, uang tukin itu juga digunakan untuk kerja sama umroh, sumbangan nikah, tunjangan hari raya (THR).

Kemudian untuk pengobatan, membeli tanah, rumah, mess atlet, kendaraan, logam mulia hingga indoor volley.

Sedikitnya 10 orang dalam perkara ini yang telah menjadi tersangka adalah Subbagian Perbendaharaan, Priyo Andi Gularso; Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Novian Hari Subagio dan staf PPK, Lernhard Febian Sirait.

Kemudian, Bendahara Pengeluaran bernama Abdullah; Bendahara Pengeluaran, Christa Handayani Pangaribowo dan PPK Haryat Prasetyo.

Selajutnya Operator SPM, Beni Arianto; Penguji Tagihan, Hendi, PPABP, Rokhmat Annasikhah serta Pelaksana Verifikasi dan Perekaman Akuntansi, Maria Febri Valentine.

Masing-masing dari mereka mendapatkan jatah berbeda mulai dari Rp 250 juta hingga Rp 10,8 miliar.

IDE Typo Dapat Paling Besar

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap alasan Lernhard Febian Sirait, yang hanya menjabat sebagai staf, mendapatkan jatah uang korupsi tunjangan kinerja (Tukin) yang jauh lebih besar dari atasannya.

Febian merupakan staf Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Baca juga: KPK Bidik Korupsi di Kementan, Syahrul Yasin Limpo Kader Nasdem Bereaksi

Ia mendapatkan jatah Rp 10,8 miliar dari korupsi tunjangan kinerja (Tukin).

Sementara, PPK di Kementerian ESDM, Novian Hari Subagio hanya mendapatkan Rp 1 miliar dan Haryat Prasetyo Rp 1,4 miliar.

Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu mengatakan, Febian mendapatkan jatah lebih besar karena memiliki ide modus korupsi tukin.

“Orang-orang yang 10 ini itu kan memiliki cluster lagi sebenarnya, yang punya ide awalnya dia tentunya akan mendapatkan lebih besar,” ujar Asep kepada wartawan, Kamis (22/6/2023).

Menurut Asep, dalam korupsi tukin, para pelaku menggunakan modus seakan-akan “typo” dalam menuliskan besaran tunjangan.

Asep mencontohkan, tukin untuk satu pegawai yang seharusnya hanya Rp 17 juta ditambahkan angka 1 di depan menjadi Rp 117 juta atau 7 di belakang menjadi Rp 177 juta.

Baca juga: Ketua KPK Tak Terbukti Bocorkan Dokumen, Polda Metro Jaya Temukan Unsur Pidana

“Misalkan 1 jadi Rp 117 juta, atau ditambahkan 7 jadi Rp 177, seperti itu. Itu modusnya mereka,” ujar Asep.

Ketika tukin uang dicairkan kedapatan terlalu besar, mereka akan berpura-pura salah ketik.

Akibat perbuatan para pelaku, negara diduga mengalami kerugian sebesar Rp 27,6 miliar.

Uang tukin yang seharusnya cair untuk para tersangka seharusnya Rp Rp 1.399.928.153 namun membengkak menjadi Rp 29.003.205.373.(TribunBatam.id) (Kompas.com/Syakirun Ni'am)

Sumber: Kompas.com

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved