KISRUH REMPANG
Jerit Hati Mashita Warga Sembulang Berharap Suami Segera Bebas
Warga Sembulang Galang ini berharap suaminya yang terlibat ricuh depan kantor BP Batam terkait polemik Rempang bisa bebas.
Penulis: Beres Lumbantobing | Editor: Septyan Mulia Rohman
BATAM, TRIBUNBATAM.id - Sudah sebulan lebih, Mashita (28) hidup tanpa kehadiran sang suami, Nazaruddin dalam rumah tangga.
Pria 34 tahun itu menjadi satu dari puluhan orang yang ditahan dalam bentrok depan gedung BP Batam, Senin (11/9/2023).
Mereka mempertahankan sikap mereka menolak relokasi sebagai bagian dari investasi di Pulau Rempang yang masuk dalam proyek strategis nasional (PSN).
Tidak hanya Mashita yang rindu dengan suami.
Namun tiga anak hasil pernikahan mereka juga merasakan hal yang sama.
Baca juga: Kepala BP Batam Kumpulkan Warga Rempang, Bahas Penangguhan Penahanan 35 Orang
Apalagi kedua anak kembarnya masih balita.
Sementara anak laki-laki mereka yang pertama masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD).
Kedua anak kembar itu kerap menangis, mencari sosok sang ayah yang sudah lama tak ia lihat.
Mashita mengaku pilu, tak banyak yang bisa ia perbuat.
Hari demi hari dihitung Mashita.
Sudah 40 hari lamanya kepala keluarganya itu mendekam di sel tahanan Polresta Barelang.
Sampai ada secercah harapan akan nasib suaminya.
Tepatnya saat pertemuan tertutup dengan Kepala BP Batam di gedung PIH Asrama Haji Batam Center, Kamis (19/10) sore.
Baca juga: Kapolda Kepri Sebut Situasi Rempang Terkini Kondusif Depan Komisi III DPR RI
Mencoba mengikuti pertemuan itu, konsentrasi Mashita pecah antara mendengarkan apa yang disampaikan oleh pejabat BP Batam dengan tangisan dua anak kembarnya.
Namun, ia mendengar adanya opsi penangguhan penahanan terhadap 35 orang yang ditahan dalam bentrok terkait nasib Pulau Rempang.
“Iya nak, sabar. Jangan nangis, nanti kita ketemu ayah kok,” ketus Mashita dengan nada kecil membujuk sang anak agar tidak menangis lagi.
Mashita tampak kesulitan menenangkan kedua anaknya yang rewel, Rina dan Rini.
Ia pun berupaya menggendong kedua anak kembar itu dan menempel di tubuhnya.
Langkah Mashita keluar dari gedung PIH tampak gontai.
Ia bahkan terlihat hampir terjatuh.
Secara perlahan ia menurunkan salah satu anaknya berjalan menuju mobil untuk meninggalkan gedung PIH usai mengikuti pertemuan dengan kepala BP Batam sore itu.
“Semenjak ayahnya tak lagi dilihat, anak sering rewel. Kapan lah ayah ni bisa pulang kerumah,” ucap Mashita penuh rindu.
Baca juga: Komnas Perempuan Temui Sekdako Batam Bahas Kisruh Rempang
Saat ini, tak banyak yang diharapkan Mashita.
Ia hanya ingin sang suami dapat bebas dan keluar penjara agar dapat berkumpul kembali seperti sedia kala.
Bagi Mashita, hidup keluarga tanpa suami bagai penderitaan.
Tak ada tulang punggung, tak ada kepala keluarga, ditambah lagi anak-anaknya masih kecil.
Mashita mengungkapkan selama suaminya mendekam dalam penjara, hidup keluarganya hanya mengandalkan belas kasihan dari warga kampung juga sanak saudara.
Beruntung Mashita tinggal di perkampungan pulau yang dikenal kompak dan saling memperhatikan.
Tepatnya di kampung tua Tanjung Banun, Kelurahan Sembulang.
Baca juga: Jadwal Kapal Roro Tanjunguban ke Batam, 13 Trip Keberangkatan hingga Malam Hari Ini
“Semenjak abang tak di kampung, kami tak ada dapat penghasilan. Biasanya kan, abang yang selama ini kerja cari uang. Kadang turun melaut, kadang ikut kerja bangunan,” ungkap Mashita.
Namun sejak suaminya di dalam penjara, Mashita mengaku harus hidup lebih mandiri.
Mengurus anaknya sendirian, sering kali ia menangis melihat keadaannya.
Hari-hari ia lalui sepanjang hari tanpa suami.
Nazaruddin (34), suami dari Mashita warga Tj Banun itu kini hidup penuh keterbatasan.
Mashita hanyalah seorang ibu rumah tangga yang tak punya pekerjaan.
Kini, hidup Mashita pun hanya berharap pada belas kasihan warga.
Mengingat kondisi kehidupannya yang sulit saat ini, Mashita tak lagi dapat membendung air matanya.
“Ayok nak, kita jenguk ayah ke Polres. Ayah akan keluar dari penjara,” ucap Mashita meneteskan air mata.
Nada Mashita terbata-bata, ia berusaha tegar.
Namun dorongan hatinya yang terluka membuatnya menangis.
“Sudah sebulan kami tinggal sendirian dalam rumah, tak ada yang biayain hidup anak-anak. Kalau yang dimasak tak ada, kami ke rumah mamak,” ungkap Mashita.
Dapat bertahan sampai saat ini, kata dia lantaran ada beberapa bantuan yang diterimanya, mulai dari bantuan warga dan orang tuanya.
Bantuan itu pun hanya cukup untuk kebutuhan makan.
Sedangkan buat biaya kebutuhan anak, Mashita mengaku harus pinjam uang pada kerabat.
Namun Mashita mengaku bingung cara mengembalikan uang yang ia pinjam itu.
“Abang,, cepatlah pulang. Anak-anak butuh ayah,” ucap Mashita meninggalkan gedung PIH.(TRIBUNBATAM.id/Bereslumbantobing)
Warga Rempang Ziarahi Makam Leluhur, Peringati Setahun Lalu Bentrok dengan Aparat |
![]() |
---|
Terdakwa Aksi Bela Rempang Ini Dijerat UU ITE, Sidang Masih Bergulir di PN Batam |
![]() |
---|
Momen Mengharukan Keluar Dari Rutan, Supiandra Sebut Banyak Sekali Hal yang Dirindukan |
![]() |
---|
21 Orang Aksi Bela Rempang Bebas Hari Ini, Keluarga Menjemput di Rutan Batam |
![]() |
---|
Delapan Terdakwa Kasus Sidang Rempang Divonis Berbeda, Berikut Rinciannya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.