BATAM TERKINI

Pengusaha Batam Keluhkan Kebijakan Pengawasan Impor dari Post Border menjadi Border

Sejumlah pengguna jasa juga meminta agar sistem yang lama, yaitu CEISA 3.0 tetap diberlakukan sembari menunggu sistem baru berjalan optimal.

TRIBUNBATAM/HENING
FGD - Ketua Kadin Batam Jadi Rajagukguk memandu acara diskusi dalam FGD lalu lintas barang di KPBPB Batam, Senin (18/3/2024). 

TRIBUNBATAM.id, BATAM - Sejumlah pengusaha di Batam mengeluhkan kebijakan baru pengetatan barang masuk dari luar negeri ke Indonesia.

Aturan ini sebelumnya tertuang dalam Permendag Nomor 36 Tahun 2023, yang kemudian diubah menjadi Permendag Nomor 3 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.

Aturan ini juga menggeser skema pengawasan impor barang dari post border menjadi border.

Artinya, barang tidak lagi diawasi saat telah melewati kawasan pabean, melainkan dilakukan pengawasan di kawasan pabean oleh Bea dan Cukai.

Direktur PT Gembira, I Wayan Catra Yasa misalnya, sejak pertama kali mendirikan perusahaannya di tahun 2010, mengaku baru kali ini mengalami kendala yang cukup signifikan dalam kegiatan operasionalnya.

Perusahaan ini sangat bergantung pada kemudahan lalu lintas barang, karena mengimpor produk parfum dan kosmetik dari Singapura.

"Barang-barang itu tidak diedarkan di Batam. Kami kerjakan di PT, lalu kemudian dikirim lagi ke Singapura. Pekerjaan kami juga nol limbah," ujar Wayan, ketika menghadiri acara diskusi yang digelar Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Batam, pada Senin (18/3/2024). 

Baca juga: Ampuan Situmeang Nilai Aturan KPBPB Batam Tumpang Tindih 

Baca juga: Pembatasan Barang Bawaan ke Dalam Negeri Berdampak pada Ekonomi Batam, Terutama Wisata Belanja

Dengan adanya kebijakan pengetatan impor barang tersebut, Wayan mengaku agak kesulitan.

Ia bahkan harus bertandang ke Jakarta, bertemu Dirjen Pengawasan Parfum dan Kosmetik BPOM untuk menjelaskan skema bisnis perusahaannya.

Tujuannya, adalah untuk memperoleh diskresi atas peraturan baru tersebut.

"Barang-barang saya tertahan di BC (Bea Cukai), karena peraturan-peraturan yang dikeluarkan lembaga terkait," ujar Wayan.

Ia menilai, Kota Batam yang dikhususkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB), seharusnya tidak terlalu terikat oleh aturan tata niaga kepabeanan.

Sebab, status KPBPB atau Free Trade Zone (FTZ) tersebut adalah keistimewaan Batam dibandingkan daerah lain.

Apalagi, Batam merupakan wilayah yang berbatasan langsung dengan negara tetangga.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Batam, Apin Maradonald.

Halaman
12
Sumber: Tribun Batam
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved