PARIWISATA KEPRI AMAN

Pulau Bayan di Tanjungpinang Kepri Sarat Nilai Sejarah Masa Kerajaan Melayu Riau

Sejarah Pulau Bayan di Kota Tanjungpinang Provinsi Kepri yang mungkin saja tak diketahui banyak orang ternyata menyimpan potensi wisata luar biasa.

Penulis: Endra Kaputra | Editor: Septyan Mulia Rohman
TribunBatam.id/Endra Kaputra
WISATA TANJUNGPINANG - Bangunan di Pulau Bayan, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Pulau ini diketahui memiliki nilai sejarah saat Kerajaan Melayu Riau. 

TRIBUNBATAM.id, TANJUNGPINANG - Pulau yang terletak di tengah Hulu Riau Sungai Carang, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) ini sekilas nampak seperti sebuah perkampungan kecil.

Terdapat susunan bangunan kayu berdiri di atas pantai dengan sekelompok pohon rindang di bagian tengahnya.

Pada bagian kiri, berdiri sebuah bangunan bertuliskan Pulau Bayan Marina Club.

Ya, bangunan yang ada di sana dulunya memang sebuah hotel dan resort.

Penggiat fotografi Kepri, Andri Mediansyah menyebut dalam tulisannya, jika hotel dan resort itu dibangun sekitar tahun 1980.

Hotel itu dibangun dengan kayu-kayu berkualitas tinggi yang didatangkan dari Kalimantan.

Posisinya menghadap barat dan utara.

Untuk melengkapi sarana inap yang nyaman, pengelola saat itu membangun sebuah kolam renang dilengkapi lobi pemesanan
minuman di tengah-tengahnya.

Pulau Bayan yang dulunya juga sempat sepi, berubah ramai didatangi turis-turis asing.

Mereka berbangsa Eropa, Singapura dan beberapa negara lain di Asia merasakan kenyamanan fasilitas hotel.

Mereka menikmati hari-hari dengan berendam di kolam renang.

Baca juga: Destinasi Wisata Tanjungpinang Pantai Setumu, Cukup 10 Menit dari Pelabuhan SBP

Pulau Bayan Kota Tanjungpinang Kepri
WISATA TANJUNGPINANG - Potret Pulau Bayan, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).

Atau berselancar di air laut yang jernih dan teduh.

Sampai akhirnya, sebuah peristiwa menghebohkan terjadi.

Seorang wanita asal Singapura meninggal secara misterius.

Dia tenggelam di dasar kolam renang di awal tahun 1990.

Sejak saat itu, tak ada lagi kunjungan turis asing.

Pulau Bayan yang tadinya ramai perlahan namun pasti berubah sepi ibarat pulau tak berpenghuni.

Dengan sisa kemegahan hotel serta asrinya pulau seluas sekitar 1 hektare itu, terlihat jelas bangunan berdiri di atas berton-ton batu granit yang menimbun laut di Rimba Jaya, Gudang Minyak.

Tempat itu memang bukan sebuah tujuan para penambang pompong.

Dekat, namun terasa terisolir.

Untuk tiba di sana, berdirilah di tepian timbunan abu granit itu, panggil pompong yang melintas untuk melakukan transaksi jasa mengantar ke sana.

Hanya butuh waktu 5 menit perjalanan pompong untuk menapak pasir kasar Pulau Bayan.

Pulau Bayan sejatinya merupakan pulau terpenting pada masa Kerajaan Melayu Riau.

Rendra Setyadiharja mengungkap Pulau Bayan itu dalam bukuberjudul Raja Ali dan Pulau Bayan: Alihaksara dan Kajian Sejarah Berdasarkan Tuhfat al-Nafis.

Ia menjelaskan, pada masa Kesultanan Riau-Johor awal, tatkala ibukota berada di Sungai Carang Hulu Riau tepatnya pada sebuah Kawasan yang disebut dengan Pangkalanrama, Pulau Bayan memiliki peran yang sangat strategis tatkala peperangan antara Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah I (1722-1760) dengan Raja Kecik.

Baca juga: Wisata Tanjungpinang, Indahnya Sunset di Pantai Tanjung Siambang yang Punya Pasir Putih

Hal ini sebagaimana juga dijelaskan di dalam sebuah karya agung Raja Ali Haji berjudul Tuhfat al-Nafis.

Pada tahun 1781 pada saat Raja Haji menjabat sebagai Yang Dipertuan Muda IV Riau, Pulau Bayan saksi bisu pernah bertapaknya Istana Kecil Raja Haji.

Berdasarkan Tuhfat al-Nafis juga menyatakan bahwa kapal Betsy yang merupakan salah satu penyebab terjadinya Perang Riau I (1782-1784) berlabuh di Pulau Bayan pada saat ditawan di Riau.

Setelah Raja Haji Fisabilillah gugur pada 18 Juni 1784, Istana Kecil bekas Istana Raja Haji itu itu kemudian digunakan oleh Residen Riau pertama yaitu David Ruhde sebagai kantornya mulai 17 Juni 1785.

"Sebelum akhirnya pindah ke Benteng Krooonprins pada pertengahan 1786 “ujar Rendra Setyadiharja sebagaimana ia tuliskan dalam bukunya.

Pada 21 Desember 1804, Raja Ali Ibni Daeng Kamboja resmi menjabat kembali Yang Dipertuan Muda V Riau.

Baca juga: Spot Wisata Tanjungpinang Terbaru, Pagoda Sata Sahasra Buddha Pecahkan Rekor MURI

Beliau menjadikan Pulau Bayan sebagai kantor pemerintahannya, hingga akhirnya beliau wafat di pulau ini.

Sehingga Beliau dikenal hingga kini dengan gelar posthumous Marhum Pulau Bayan, meski makam beliau saat ini berada di Tanjung Unggat.

Namun, sayang, tapak sejarah itu kini sudah tidak berbekas lagi.

Pada tahu 1942 hingga 1945, bangsa Jepang juga pernah bercokol di Pulau Bayan setelah mengusir mundur Belanda dari Indonesia.

Ibrahim Syamsuddin, veteran perang asal Bangka megaku pernah mendengar kalau Pulau Bayan dijadikan sebagai tempat mengumpulkan para tahanan perang.

Setelah dibawa ke sana, para tahanan yang merupakan penduduk Melayu tempatan, Bangsa Cina dan India bisanya tidak akan pernah kembali lagi.

Baca juga: Panduan Menuju Pulau Penyengat Destinasi Wisata Tanjungpinang Sarat Nilai Sejarah

Perbincangan masyarakat ketika itu, di sana para tahan tersebut disiksa bahkan dieksekusi mati.

Lalu jasad tak bernyawanya ditanam ke dalam tanah. Para serdadu Jepang bertindak layaknya algojo.

Tahun 1947, sepeninggalnya Jepang yang kalah dalam Perang Dunia ke II, Pulau Bayanyang kala itu masih masuk dalam kawasan Bangka-Belitung-Riau (Baberi), dijadikan sebagai kantor kejaksaan – menyimpan barang-barang tangkapan untuk kemudian dilelang.

Kantor kejaksaan itu disebut Ibrahim merupakan sebuah bangunan permanen satu lantai yang berdinding beton.

Bangunan yang menghadap ke arah Kampung Bugis itu dilengkapi dua gudang penyimpanan barang yang dijaga oleh petugas Kepolisian Republik Indonesia Serikat (RIS).

Tidak semua orang bisa bebas masuk ke Pulau Bayan.

Namun sayangnya, Ibrahim tidak mengingat pasti sampai kapan kantor kejaksaan itu bertahan.

Baca juga: Peserta Bintan Triathlon 2024 Tak Perlu Khawatir, Berikut Akses Menuju Bintan Resorts

Ini karena pada tahun-tahun itu dia sudah mulai aktif mengajar di berbagai Sekolah Rakyat di hampir seluruh pulau berpenduduk yang ada di Kepulauan Riau.

Tahun 1963, Pulau Bayan pernah pula sesak oleh ratusan sukarelawan yang siap bertaruh nyawa ketika masa konfrontasi dengan Malaysia.

Mereka datang dari berbagai wilayah yang ada di Indonesia, menumpuk senjata di tempat itu, untuk kemudian menunggu komando
pimpinan tertinggi Indonesia Presiden Soekarno yang menggemakan akan mengganyang Negeri Jiran tersebut.

Tahun 1973, Pulau Bayan yang telah menyerupai hutan kembali menggeliat. PN Perikani membangun galangan kapal yang juga dilengkapi sebuah dermaga beton.

Sekitar 40 orang pekerja dilibatkan dalam empat divisi: pembuatan kapal, perbaikan, bengkel dan gudang kayu.

Baca juga: Pengunjung Taman Kolam Kijang Destinasi Wisata Bintan Makin Ramai, Lokasi Adem

Di tempat terpisah, Kepala Dinas Pariwisata Kepulauan Riau atau Kepala Dispar Kepri, Guntur Sakti mengatakan terdapat wisata sejarah di Kepri yang menjadi magnet serta peluang untuk potensi pariwisata Kepri.

"Satu di antaranya Pulau Bayan di Tanjungpinang ini," ujarnya.

Pemerintah Provinsi Kepri telah menetapkan sejumlah kawasan wisata strategis yang termuat dalam Surat Keputusan (SK) Gubernur Kepri Nomor 1263 tahun 2022 tentang Destinasi Pariwisata, Kawasan Strategis Pariwisata, dan Daya Tarik Wisata Provinsi Kepri.

Penetapan itu bertujuan memajukan kesejahteraan masyarakat, meratakan kesempatan berusaha, dan optimalisasi potensi ekonomi dan karakteristik daerah.

"Selain itu, penetapan kawasan wisata strategis juga bertujuan untuk mengangkat dan melindungi nilai-nilai budaya, agama, adat istiadat, dan menjaga kelestarian alam," ujarnya.

Penetapan itu dilakukan untuk mendukung pembangunan dan pengembangan pariwisata di Kepri. (TribunBatam.id/Endra Kaputra)

Baca juga Berita TribunBatam.id lainnya di Google News

Sumber: Tribun Batam
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved