Feature
Mengenal Nasi Dagang, Makanan Khas Melayu di Natuna Kepri yang Laris hingga Kini
Nasi dagang, makanan khas Melayu yang masih bisa dijumpai di Natuna maupun daerah lain di Kepri. Menu ini kerap dijadikan sarapan pagi oleh warga
Penulis: Birri Fikrudin | Editor: Dewi Haryati
NATUNA, TRIBUNBATAM.id - Suasana pagi di Kota Ranai, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepri, selalu diwarnai dengan keramaian warga yang berburu sarapan di pinggir-pinggir jalan.
Dari aneka pilihan kue hingga makanan berat yang tersedia, ada satu menu sederhana tampak paling cepat ludes diborong pembeli.
Menu itu adalah nasi dagang, makanan khas Melayu yang masih bisa dijumpai di Natuna maupun daerah lain di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).
Makanan ini dibungkus dengan daun pisang berbentuk segitiga, dan dijual hanya seharga Rp2 ribu per bungkus.
Baca juga: Bazar Kuliner Ikut Meriahkan MTQH X Kepri di Batam, Ada Nasi Dagang dari Anambas
Nasi mungil ini tampak sederhana, namun punya rasa yang kaya rempah dan menggugah selera.
Disajikan dengan lauk seperti gulai ikan simbok atau tongkol, bisa juga dengan gulai telur, dan sambal ikan salai.
Hingga kini, nasi dagang kerap jadi andalan warga untuk sarapan pagi, hingga bekal anak sekolah.
"Itu nasi dagang namanya, biasanya lauknya bervariasi. Ada gulai ikan tongkol, ada juga yang pakai telur atau sambal ikan salai," ujar Rini, salah satu warga yang membeli nasi dagang, Minggu (13/4/2025).
Tak heran, tiap pagi makanan ini jadi buruan. Bahkan, banyak pembeli yang membeli lebih dari lima bungkus untuk dinikmati bersama keluarga di rumah.
"Saya beli buat sarapan keluarga, dan biasanya beli juga buat menu bekal anak-anak ke sekolah," ungkapnya.
Selain praktis, nasi dagang juga dikenal karena aroma khas dari daun pisang yang membungkusnya, serta kuah santan atau sambal ikan yang menyatu sempurna dengan nasi berbumbu rempah.
"Untuk nasinya itu, berasnya dimasak dengan rempah-rempah seperti bawang merah dan bawang putih yang ditumis, kemudian ditambahkan alba, dan juga serai," ujar Lin, warga lainnya.
Nasi dagang bukan sekadar makanan, tetapi juga bagian dari sejarah.

Menurut cerita warga, makanan ini sudah ada sejak zaman dahulu dan menjadi bagian dari budaya masyarakat setempat.
"Dari cerita yang pernah saya dengar dari orang terdahulu, nasi dagang itu diberi nama karena orang dulu-dulu berdagang atau menjajakkan nasi dari rumah ke rumah, yang dibungkus dengan daun pisang. Dan akhirnya masyarakat lokal menyebutnya dengan nama Nasi Dagang, dan masih ada hingga sekarang ini," ujar Lin.
Baca juga: Cara Membuat Kue Talam Jagung, Makanan Tradisional untuk Menu Takjil
Kini, nasi dagang tidak hanya dijajakan sebagai menu sarapan, namun juga kerap hadir dalam berbagai acara seperti syukuran, hajatan kecil, hingga tradisi keluarga.
Rasanya yang khas dan porsinya yang pas, menjadikannya cocok untuk segala suasana.
“Sudah lama ada nasi dagang ini, dan sudah turun temurun dari zaman dulu. Sudah jadi salah satu makanan khas kita di Natuna,” pungkas Lin.
Dengan cita rasa khas dan sejarahnya, nasi dagang tetap bertahan sebagai menu makanan maupun sarapan favorit masyarakat Melayu di Ujung Utara Indonesia. (Tribunbatam.id/Birri Fikrudin)
Di Tengah Tren Kekinian, Griya Jamu Batam Rintisan Ayna Bertahan dengan Ramuan Tradisional |
![]() |
---|
Kampung Tua Bakau Serip, Nasib Si Sabuk Hijau di Ujung Nongsa yang Sunyi |
![]() |
---|
Cerita Petugas Damkar Bintan, Disambut Warga Bak Pahlawan Setelah Respons Cepat Kebakaran |
![]() |
---|
Sekolah di Anambas Raup Cuan dari Pisang Usai Sulap Lahan Kosong Jadi Kebun Produktif |
![]() |
---|
Sosok Idrus M Tahar, Sastrawan yang Kini Diabadikan Jadi Nama Perpustakaan Natuna |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.