MOTION

WOW! Komunitas Ini Arak Tumpeng Sampah Setinggi 3 Meter. Ternyata Ini Sebabnya!

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Komunitas Malapa Polibatam menggelar orasi dan mengarah tumpeng sampah setinggi tiga meter saat peringatan hari Bumi.

"Kita berusaha menggalakkan sejumlah kegiatan yang intinya ingin membangun kepedulian tentang lingkungan alam. Saat itu, kita juga pernah jadi tuan rumah Forum Mahasiswa Pencinta alam se-Kepri. Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan mempererat tali silaturahmi Mapala se-Kepri," katanya.

Dalam pertemuan tersebut, mereka bersama-sama menentukan isu-isu lingkungan yang sedang marak di daerah Kepri. Seperti halnya reklamasi pantai, makin berkurangnya daerah resapan air dan makin berkurangnya hutan bakau karena reklamasi, penebangan yang tidak diiringi penanaman kembali dan penimbunan guna dijadikan lahan perumahan.

"Pada dasarnya semua orang yang melihat semua perubahan yang tidak sesuai pasti merasa bertanya-tanya dalam diri. Itu juga yang kami rasakan saat melihat lingkungan di sekitar kami berubah secara signifikan,” katanya.

Keanehan tersebut misalnya, wilayah yang tadinya hutan, sekarang sudah jadi kolam raksasa dan gedung-gedung aneh. Yang tadinya bakau, sekarang jadi taman rekreasi dan perumahan.

“Itu yang membuat banyak pertanyaan bagi kami. Apakah semua kegiatan merusak alam itu memang sudah diatur sebelumnya oleh pihak pemerintah.  Atau ini kegiatan dadakan yang bisa dilakukan karena banyak kepentingan di dalamnya," katanya. (*)

Siapkan Petisi Dampak Reklamasi

TAK ingin berdiam diri dan menerima perubahan lingkungan dan kerusakan alam di Batam, komunitas Mapala Polibatam berencana melakukan survei ke daerah-daerah yang terkena dampak reklamasi.

Terutama survei dampak lingkungan. Mereka pun segera membuat petisi yang dikirimkan ke pemerintah jika hasil survei itu menunjukkan banyaknya kerugian dari dampak lingkungan.

"Memang kegiatan komunitas ini lebih ke kepedulian kita. Beberapa upaya kita akan lakukan juga dalam petisi itu tidak ada jawaban. Apabila surat petisi pertama tidak ditanggapi, maka kami kirimkan surat kedua. Apabila tak juga mendapat tanggapan, maka kami akan bersama-sama melakukan aksi," ujar Muhammad Syauqi, Dewan Penasehat Agung Malapa Polibatam, Selasa (26/12).

Sementara untuk menunggu adanya solusi tersebut, saat ini para anggota melakukan kegiatan penanaman di daerah-daerah resapan air. Karena pada dasarnya mereka pun sebenarnya tahu kalau sumber air di kota Batam hanya diandalkan dari sejumlah DAM yang dibuat. 

"Walaupun kecil, namun besar harapan kami agar mendapatkan manfaat bagi kota Batam khususnya. Kita minta pemerintah lebih bijak dalam menentukan ketetapan, lebih sadar akan dampak lingkungan yang akan terjadi ke depannya. Apabila memang diharuskan ada pembangunan di suatu daerah, imbangi dengan taman hijau," katanya.

Selain pada pemerintah, komunitas ini juga berharap masyarakat lebih sadar akan pentingnya menjaga lingkungan yang bersih. Lebih peduli lagi terhadap lingkungan sekitar. Karena masih sangat banyak tempat wisata yang disediakan oleh pemerintah dikotori dengan sampah. 

“Kita (manusia) dapat menjaga dan menggunakan sumber daya alam sesuai kebutuhannya. Itu sesuai kode etik pencinta alam se-Indonesia,” katanya. (*)

Berita Terkini