MOTION

WOW! Komunitas Ini Arak Tumpeng Sampah Setinggi 3 Meter. Ternyata Ini Sebabnya!

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Komunitas Malapa Polibatam menggelar orasi dan mengarah tumpeng sampah setinggi tiga meter saat peringatan hari Bumi.

MENJAGA alam merupakan hal penting yang harus diperhatikan untuk mempertahankan keselarasan kehidupan yang nyaman. Meskipun hidup di kota, lingkungan asri dan bersih adalah hal penting.

Di Kepri, khususnya Batam belakangan alam mulai rusak akibat pembangunan. Cut and fill, reklamasi serta penebangan hutan yang tidak diiringi pelestarian hutan kembali, menjadi isu hangat yang mengancam kondisi lingkungan.

Beranjak dari situlah, komunitas Mahasiswa Pecinta Alam Politeknik Batam (Mapala Polibatam) melakukan berbagai gebrakan untuk menyelamatkan alam Batam.

"Kita harus peka dengan kondisi alam sekitar kita. Oleh karenanya, kita sebagai generasi muda yang dituntut memiliki intelektualitas dengan pikiran yang harus kritis, maka kita harus paham dan sadar kondisi alam kita di Kepri," ujar Muhammad Syauqi, Dewan Penasehat Agung Malapa Polibatam, Selasa (26/12).

Ia mengutarakan rasa resah dan gelisahnya ketika melihat kondisi alam di Kepri. Menurutnya alam di Batam harus menjadi perhatian semua elemen masyarakat maupun pemerintah. Melihat kondisi alam yang kian mulai mengkhawatirkan, berbagai kegiatan pun digagas dan dijalankan oleh komunitas ini.

Baca: Nggak Cuma Artis K-Pop, Cowok Batam Juga Jago Nge-Dance, Lho!

Baca: Komunitas Foto Bintan, Kenalkan Pesona Bintan hingga Mancanegara

Baca: Komunitas APPA, Beri Semangat dan Bantuan Hukum Anak Jalanan

"Mulai penghijauan tempat resapan air hingga susur sampah kita lakukan secara rutin. Adapun juga seperti penanaman mangrove juga kita galakkan. Dengan 38 anggota aktif kita, kita berusaha mengajak kepada generasi muda untuk peduli lingkungan," katanya.

Sejumlah kegiatan positif lainnya juga turut dilaksanakan. Seperti halnya, Pendakian gunung,  peringatan hari bumi orasi dengan media kesenian (teater dan long march), lomba mewarnai & edukasi reptile kepada anak2 tingkat PAUD dan TK, Ormawa (organisasi mahasiswa) camp ground, panjat tebing, konservasi mangrove bersama RBI (Rumah Bakau Indonesia), pelatihan SAR (Search and Rescue) bersama BASARNAS, Tuan rumah Forum Mahasiswa Pencinta Alam se-Kepri ke III hingga baksos di panti asuhan dan di jalanan. (*)

Arak ‘Tumpeng’ Sampah Setinggi 3 Meter

KEPEDULIAN terhadap kondisi alam di Batam yang kian memprihatinkan juga mendorong komunitas Mapala Polibatam untuk mengajak masyarakat untuk turut peduli dan ikut ambil bagian.

"Ada beberapa kegiatan yang menurut saya memiliki daya tarik tersendiri untuk anggota mengikuti kegiatan. Salah satunya, peringatan hari bumi. Saat itu kami melakukan orasi peduli lingkungan dan aksi damai dengan media kesenian. Kami membawa arakan tumpukan sampah yang kami bentuk seperti tumpeng setinggi hampir 3 meter dan kami arak mengelilingi alun-alun kota Batam dan para peserta diwajibkan berpenampilan segila mungkin sehingga mendapat perhatian warga sekitar," ujar Muhammad Syauqi, Dewan Penasehat Agung Malapa Polibatam, Selasa (26/12).

Agar orasi berbeda dan kreatif, kala itu tim sengaja membuat acara sedemikian rupa agar masyarakat yang melihat dapat memperhatikan. Media orasi yang kreatif menurutnya lebih diterima masyarakat dan efektif. Pesan yang disampaikan pun dapat diterima dengan mudah.

Saat itu kegiatan ini juga dilakukan gabungan dengan Mapala, komunitas pecinta alam (KPA) dan komunitas se-kota Batam.

"Kita berusaha menggalakkan sejumlah kegiatan yang intinya ingin membangun kepedulian tentang lingkungan alam. Saat itu, kita juga pernah jadi tuan rumah Forum Mahasiswa Pencinta alam se-Kepri. Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan mempererat tali silaturahmi Mapala se-Kepri," katanya.

Dalam pertemuan tersebut, mereka bersama-sama menentukan isu-isu lingkungan yang sedang marak di daerah Kepri. Seperti halnya reklamasi pantai, makin berkurangnya daerah resapan air dan makin berkurangnya hutan bakau karena reklamasi, penebangan yang tidak diiringi penanaman kembali dan penimbunan guna dijadikan lahan perumahan.

"Pada dasarnya semua orang yang melihat semua perubahan yang tidak sesuai pasti merasa bertanya-tanya dalam diri. Itu juga yang kami rasakan saat melihat lingkungan di sekitar kami berubah secara signifikan,” katanya.

Keanehan tersebut misalnya, wilayah yang tadinya hutan, sekarang sudah jadi kolam raksasa dan gedung-gedung aneh. Yang tadinya bakau, sekarang jadi taman rekreasi dan perumahan.

“Itu yang membuat banyak pertanyaan bagi kami. Apakah semua kegiatan merusak alam itu memang sudah diatur sebelumnya oleh pihak pemerintah.  Atau ini kegiatan dadakan yang bisa dilakukan karena banyak kepentingan di dalamnya," katanya. (*)

Siapkan Petisi Dampak Reklamasi

TAK ingin berdiam diri dan menerima perubahan lingkungan dan kerusakan alam di Batam, komunitas Mapala Polibatam berencana melakukan survei ke daerah-daerah yang terkena dampak reklamasi.

Terutama survei dampak lingkungan. Mereka pun segera membuat petisi yang dikirimkan ke pemerintah jika hasil survei itu menunjukkan banyaknya kerugian dari dampak lingkungan.

"Memang kegiatan komunitas ini lebih ke kepedulian kita. Beberapa upaya kita akan lakukan juga dalam petisi itu tidak ada jawaban. Apabila surat petisi pertama tidak ditanggapi, maka kami kirimkan surat kedua. Apabila tak juga mendapat tanggapan, maka kami akan bersama-sama melakukan aksi," ujar Muhammad Syauqi, Dewan Penasehat Agung Malapa Polibatam, Selasa (26/12).

Sementara untuk menunggu adanya solusi tersebut, saat ini para anggota melakukan kegiatan penanaman di daerah-daerah resapan air. Karena pada dasarnya mereka pun sebenarnya tahu kalau sumber air di kota Batam hanya diandalkan dari sejumlah DAM yang dibuat. 

"Walaupun kecil, namun besar harapan kami agar mendapatkan manfaat bagi kota Batam khususnya. Kita minta pemerintah lebih bijak dalam menentukan ketetapan, lebih sadar akan dampak lingkungan yang akan terjadi ke depannya. Apabila memang diharuskan ada pembangunan di suatu daerah, imbangi dengan taman hijau," katanya.

Selain pada pemerintah, komunitas ini juga berharap masyarakat lebih sadar akan pentingnya menjaga lingkungan yang bersih. Lebih peduli lagi terhadap lingkungan sekitar. Karena masih sangat banyak tempat wisata yang disediakan oleh pemerintah dikotori dengan sampah. 

“Kita (manusia) dapat menjaga dan menggunakan sumber daya alam sesuai kebutuhannya. Itu sesuai kode etik pencinta alam se-Indonesia,” katanya. (*)

Berita Terkini