Ini Pengakuan Dokter yang Otopsi Jasad Korban G30S/PKI, Tak Seperti yang Diberitakan

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pahlawan Revolusi

TRIBUNBATAM.id - Peristiwa G30S/PKI meletus pada tanggal 30 September 1965, atau sekitar 53 tahun lalu.

Peristiwa tersebut tentunya sulit dilupakan oleh bangsa Indonesia.

Sebab, peristiwa itu telah memakan korban sejumlah jenderal TNI.

Para jenderal tersebut diculik saat meletusnya peristiwa tersebut.

Baca: Brigjen Ahmad Soekendro Lolos dari Penculikan PKI. Ini Kisahnya

Baca: Pierre Tendean Korbankan Nyawa Demi AH Nasution Saat G30S/PKI, 2 Bulan Sebelum Rencana Menikah

Baca: Kisah Soeharto Dari Kedatangan Seorang Peramal, Hingga Meletus Peristiwa G30S/PKI

Mereka kemudian dibawa ke sebuah daerah di Lubang Buaya, Jakarta Timur.

Di tempat itu, para jenderal tersebut mengalami siksaan hingga tewas.

Seusai tewas, jenazah mereka kemudian dimasukkan ke dalam sumur tua.

Dalam buku "Soeharto, Bagaimana Ia Bisa Melanggengkan Kekuasaan Selama 32 Tahun?" karangan Peter Kasenda disebutkan, beberapa jam setelah pengangkatan jenazah para korban G30S di Lubang Buaya, Soeharto mengeluarkan perintah pembentukan tim forensik.

Tim tersebut terdiri dari Brigjen dr Roebiono Kertopati, dan Kolonel dr Frans Pattiasina.

Selain itu, juga masih ada tiga ahli forensik sipil dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof Dr Sutomo Tjokronegoro, dr Laiuw Yan Siang, dan dr Liem Joe Thay.

"Tim itu bekerja secara maraton sejak pukul 16.30 hingga 00.30 WIB di Ruang Otopsi RSPAD Gatot Soebroto," tulis Peter.

Ternyata hasil otopsi mereka berbeda jauh dengan pernyataan Soeharto.

"Tim forensik sama sekali tak menemukan bekas siksaan di tubuh korban sebelum mereka dibunuh," tulis Peter.

Namun, saat itu media sudah gencar memberitakan para korban disiksa.

Seorang dokter yang juga ikut dalam tim otopsi, Prof Dr Arif Budianto atau Liem Joe Thay mengatakan, kondisi jenazah para jenderal itu tidak seperti diberitakan oleh media massa.

Halaman
123

Berita Terkini