DEMO HONG KONG

Mata Cacat Permanen, Wartawan Indonesia yang Tertembak saat Liput Demo Akan Gugat Polisi Hong Kong

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Feby Mega Indah, wartawan asal Indonesia yang tertembak peluru karet saat meliput demo Hong Kong, Minggu (29/9/2019).

TRIBUNBATAM.ID, HONG KONG - Mata kanan Veby Mega Indah, jurnalis asal Indonesia yang terkena peluru karet saat meliput demo Hong Kong, beberapa waktu lalu, dilaporkan cacat permanen.

Veby Mega Indah yang merupakan editor "Suara News", media berbahasa Indonesia di Hong Kong, terkena pecahan peluru karet dalam demo yang berlangsung rusuh, bentrokan Minggu (29/9/2019).

Veby saat itu melakukan live streaming demo Hong Kong melalui akun Facebook media temoatnya bekerja.

Veby yang hingga saat ini masih dirawat di rumah sakit, sudah menunjuk pengacara untuk menggugat kepolisian Hong Kong.

Dari Skandal Perempuan Hingga Bisnis Keluarga, Akankah Trump Kali Ini Terusir dari Gedung Putih?

Empat Polisi Tewas Diserang oleh Seorang Pria Pakai Pisau di Paris

Incar Demonstran Radikal, Pemerintah Hong Kong Akan Larang Demo Pakai Topeng

Meskipun Veby menggunakan kaca mata pelindung khusus untuk menghindari gas air mata, pengacaranya Michael Vidler mengatakan, peluru itu menembus kaca tersebut.

Informasi yang diperoleh, Veby Mega Indah tertembak dari jarak 12 meter dan melukai mata kanannya.

Para demonstran Hong Kong menghancurkan taksi karena marah, Minggu (29/9/2019) malam. (South China Morning Post)

Dokter yang memeriksanya, Rabu, mengatakan bahwa mata kanan Feby diperkirakan akan mengalami cacat permanen alias buta.

Wanita 39 tahun ini kini dalam kondisi stabil dan terus mendapat pendampingan dari KJRI Hong Kong.

Menurut pengakuan Veby, sebelum penembakan, jurnalis sempat berteriak "jangan tembak, kami wartawan", namun polisi tetap melakukan penembakan di dekat jembatan Gloucester Road di Wan Chai tersebut.

Foto yang dilansir dari @yukisuet1, Veby Mega Indah terlihat terbaring dan mendapat pertolongan dari sejumlah petugas medis di lokasi.

• Demo Hong Kong Makin Brutal, Dua Taksi Hancur dan Wartawan Perempuan asal Indonesia Jadi Korban

• Marc Marquez Match Point di MotoGP Thailand, Legenda Honda Ungkap Rahasia Marc Marquez

• Profil Edson Tavares Pelatih Baru Persija Jakarta, Pernah Cicipi Juara Liga Champions Asia

Bagian matanya diperban dan kemudian dilarikan ke rumah sakit terdekat.

South China Morning Post menyebutkan, Veby saat ini dirawat di Pamela Youde Nethersole Eastern Hospital di Wan Chai.

Konsulat Jenderal Indonesia di Hong Kong saat dikonfirmasi The Jakarta Post, Minggu malam, membenarkan kejadian tersebut.

"Dilaporkan bahwa wartawan itu segera menerima perawatan dari tim medis dan dilarikan ke rumah sakit," kata Konsul Jenderal Ricky Suhendar dalam sebuah pernyataan.

KJRI Hong Kong mengatakan bahwa pihaknya segera pergi ke rumah sakit untuk memastikan Veby menerima bantuan yang dibutuhkannya.

"Saat ini Veby sadar dan sedang dirawat oleh dokter. Konsulat Jenderal akan terus menemaninya saat dia masih di rumah sakit," katanya.

KJRI meminta semua warga Indonesia yang ada di Hong Kong untuk menjauh dari lokasi demonstrasi saat ini, yakni Causeway Bay, Wan Chai, Admiralty dan Central.

Semakin malam, demo Hong Kong makin brutal, Minggu (29/9/2019).

Para pendemo menghancurkan dua taksi di jalanan karena tidak mau dihentikan oleh pendemo. kemudian dihancurkan di sekitar flyover Canal Road dan Causeway Bay.

Taksi yang dikemudikan pria tua itu hancur oleh pendemo yang marah. Seluruh kacanya pecah dan polisi kemudian menyelamatkan para sopir taksi setelah memukul pmundur pendemo yang marah.

 Hong Kong Makin Mencekam, Seorang Siswa tertembak, Polisi Minta Pemerintah Berlakukan Jam Malam

Seorang remaja jadi korban tembak saat demo Hong Kong yang berlangsung rusuh, Selasa (1/10/2019), bertepatan dengan peringatan 70 tahun Republik Rakayat China. (South China Morning Post)

Aksi demo Hong Kong yang awalnya memprotes pemerintah kini secara terang-terangan melakukan gerakan anti-China dan meminta dukungan berbagai negara untuk ikut mendukung pembebasan Hong Kong dari China.

Kampanye anti-totalitarian China punb menggema di berbagai negara dan mereka akan melakukan aksi dukungan terhadap demonstran Hong Kong.

Sepanjang Minggu sore hingga tengah malam ini, para pemprotes tidfak hanya terlibat bentrokan dengan polisi, tetapi juga melakukan aksi pelecehan terhadap bendera China, seperti menginjak-injak, membakarnya atau membuangnya ke sungai.

Para pemrotes mengadakan setidaknya melaqkukan aksi di tiga titik, termasuk pawai dari Causeway Bay ke Admiralty (kantor pemerintahan) sejak pukul 14.30 siang.

 

Demo lainnya berlangsung di Walk Festival di Kowloon Tong, dan demonstrasi siswa sekolah menengah di Tsuen Wan.

Aksi yang sudah memasuki 17 minggu sejak awal Juni lalu ini diperkirakan masih akan terus berlangsung hingga peringatan 70 tahun berdirinya Republik Rakyat China, 1 Oktober 2019.

Dilansir TribunBatam.id darti South China Morning Post, polisi menggunakan meriam air dan gas air mata pada ribuan pendemo dekat Admiralty.

Sementara pengunjuk rasa melemparkan bom molotov untuk melawan polisi.

Aksi demo ini jugadikampanyekan di 72 kota dari lebih 20 negara dunia.

Grup online “Stand With Hong Kong” meminta orang untuk berbaris pada hari Minggu untuk menentang totalitarianisme selama akhir pekan, untuk mendukung Hong Kong.

Bentrokan yang terjadi pada Minggu hari ini masuk dalam beberapa kekerasan paling luas yang terjadi Hong Kong sejak Juni lalu.

Bentrokan keras terjadi di distrik perbelanjaan Causeway Bay, area bar Wan Chai dan distrik Admiralty.

Polisi juga menembakkan gas air mata dari atap gedung Dewan Legislatif, yang dihancurkan aktivis pada Juni lalu.

Para pengunjuk dengan cfiri khas pakaian hitam dengan masker wajah ini rasa berlindung di balik payunhg ketika polisi menembakkan gas air mata.

Mereka membangun barikade dengan troli dan tong sampah dan puing-puing lainnya dan melemparkan bom molotov ke polisi di stasiun metro Wan Chai.

PENDEMO MEMBAKAR BENDERA CHINA:

Setidaknya satu bom bensin mendarat di halaman kantor pemerintah pusat dan beberapa jendela hancur oleh lemparan batu.

Polisi juga melakukan beberapa penangkapan, dan jumlah orang yang ditangkap belum diketahui.

Meriam air menembakkan air dengan zat pewarna biru yang tujuannya untuk menandai para pendemo.

Beberapa toko tutup dan pendemo juga merusak gerai McDonalds dengan alasan bahwa pemilik franchise-nya adalah pengusaha pro-China.

Gerai McDonalds jadi sasaran pendemo

Sekitar 200 pendukung China mengenakan T-shirt merah berkumpul di atas Victoria Peak, menghadap ke pelabuhan, sekitar tengah hari.

Mereka menyanyikan lagu kebangsaan Tiongkok dan meneriakkan "Aku cinta China".

Angela, seorang ibu rumah tangga berusia 40-an, dengan sebuah stiker bendera China di pipinya mengatakan para pengunjuk rasa adalah "penjahat".

"Jika pemerintah mengambil tindakan kekerasan saya tidak keberatan," katanya. "Kami telah cukup toleran. Saya pikir saya memiliki masalah emosional karena kerusuhan. Karena tidak aman untuk keluar rumah."

Sehari sebelumnya, demonstran juga mencoba memprovokasi markas militer China di Hong Kong, namun cepat dibubarkan oleh polisi.

China sendiri menolak tuduhan bahwa mereka melakukan intervensi terhadap Hong Kong dan menuduh pemerintah asing, termasuk Amerika Serikat dan Inggris, menjadi provokator sentimen anti-Cina.

Demo di Negara Lain

Aksi demo mendukung Hong Kong di Sidney, Australia (AFP)

Aksi demo ini juga terus dikampanyekan aktivis Hong Kong ke seluruh dunia.

Mereka mengklaim 74 kota dari lebih 20 negara akan ikut melakukan aksi “Stand with Hong Kong” dan melakukan aksi anti-totalitarian” yang ditujukan kepada China.

Aksi terjadi di sejumlah kota di Australia, terbesar di Sidney, Minggu.

Mereka meniru aktivis Hong Kong, mengenakan pakaian hitam dan menggunakan masker.

Plakat menggambarkan Presiden Cina Xi Jinping dengan tanda salib di wajahnya juga cukup banyak ditampilkan pendemo.

Lebih dari 1.000 orang berdemonstrasi di Sydney, menandakan aksi stand with Hong Kong secara global.

Beberapa pemrotes memegang papan bertuliskan "Selamatkan Hong Kong" dan "Hentikan tirani", sementara yang lain membawa payung kuning atau membagikan berbagai plakat.

Sementara para pendukung pro-Cina menjauh, untuk menghindari terulangnya bentrokan yang berkobar bulan lalu.

Bill Lam (25) yang ikut demonstrasi di Hong Kong sebelum pindah ke Sydney untuk belajar dua bulan lalu mengatakan, para pemrotes menjadi "sangat putus asa" dan hanya ingin pihak berwenang menghormati "hak asasi manusia mereka".

"Saya pindah ke sini tetapi saya ingin mendukung mereka dari Australia," katanya kepada Kantor Berita AFP.

"Saya merasa sangat sedih setiap malam karena saya menonton video langsung (dari Hong Kong) di Facebook dan beberapa media sosial."

Frankie Lo (47) mengatakan, dia telah tinggal di Australia selama bertahun-tahun, tetapi terus sangat peduli dengan situasi di rumah.

"Kami masih percaya pada satu negara, dua sistem tetapi mereka hanya harus mengikuti hukum dasar. Ini bukan soal kemerdekaan," katanya.

Berita Terkini