Menurutnya, komunikasi BPKN terhadap KPK dapat berupa lisan maupun tulisan, dalam hal ini berbentuk surat resmi.
"Karena kasus ini menurut kami melibatkan sindikat atau beberapa pihak yang terlibat," tegasnya.
3 Hutan Lindung Batam Jadi Kavling
Direktur Penegakan Hukum Pidana (Gakkum) KLHK RI, Yazid Nurhuda mengaku, pihaknya telah menindaklanjuti tiga kasus alih fungsi hutan lindung menjadi kaveling di Batam.
"Yang sedang saya tangani saat ini ada 3 kasus. Untuk ketiganya sprindik (Surat Perintah Penyidikan) telah keluar," tegasnya kepada TRIBUNBATAM.id, Minggu (23/2/2020).
Kasus terbaru yang ditanganinya adalah kasus kaveling bodong milik PT Prima Makmur Batam (PMB).
Proses hukum terhadap kasus ini menurutnya masih terus berjalan.
"Untuk PMB, masih kami sidik. Sprindik dan SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) juga sudah terbit," sambungnya.
Yazid menambahkan, pihaknya juga akan meminta seluruh keterangan dari pihak terkait, termasuk korporasi maupun perseorangan.
Ia menerangkan, permasalahan alih fungsi hutan lindung bukan perkara mudah.
Sebab, ada prosedur hukum yang harus dilalui seperti pengurusan izin lingkungan dan lainnya.
Terhadap kasus PT PMB, beberapa hari lalu pihak Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) sendiri telah menyimpulkan jika pada perkara ini terdapat dugaan penyalahgunaan lahan kawasan hutan lindung di Kota Batam.
Hal ini disebabkan adanya pembiaran yang dilakukan pemangku kepentingan terkait penyalahgunaan lahan kawasan hutan lindung.
"Lemahnya pengendalian dan pengawasan lahan di kawasan BP Batam," bunyi hasil kesimpulan BPKN yang diterima Tribun.
Selain itu, kabar ditahannya Komisaris PT Prima Makmur Batam (PMB), Zazli, membuat ribuan konsumen di Kota Batam senang.
Salah satunya Aan. Menurutnya, kabar ini menjadi jawaban atas ketidakpastian yang selama ini diterimanya.
"Saya sudah setorkan uang puluhan juta untuk membeli dua kaveling. Bukan saya aja, tapi adik ipar saya juga. Kami rugi banyak," ungkapnya kepada Tribun, Jumat (23/2) lalu.
Walau Aan mengaku senang, tapi ia berharap kerugian materil miliknya dapat segera diganti oleh pihak perusahaan.
"Mereka itu jual denah ke saya. Istilahnya denah ada, tapi alokasi lahan tidak ada. Saat ditanya, mereka selalu berkilah," sesalnya.
Diketahui, Aan serta ribuan konsumen lainnya menjadi korban dugaan kaveling bodong yang dikelola oleh PT PMB.
Lahan yang diduga milik perusahaan itu ternyata memiliki status sebagai hutan lindung. Hal ini berdasarkan informasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia.
Terpisah, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) memastikan kasus ini memenuhi unsur pidana. Seperti penuturan Ketua Komisi Advokasi BPKN Republik Indonesia, Rizal E. Halim.
"Ini jelas pidana. Pelanggaran UU Konsumen dan kehutanan," ungkapnya kepada Tribun Batam.
Sedangkan saat ditanyakan perihal kerugian materil ribuan konsumen PT. PMB, Rizal hanya menyebut hal itu merupakan tanggung jawab pihak perusahaan.
"Nanti kita lihat bagaimana. Sekarang semua sedang dipersiapkan," sambungnya.
Beberapa kali Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi I DPRD Kota Batam telah digelar perihal dugaan kasus kaveling bodong ini.
Namun, beberapa kali juga beberapa konsumen kecewa sebab tak ada langkah tegas untuk pihak terkait menindak Direktur PT PMB yang juga memiliki wewenang dalam menyelesaikan permasalahan kerugian konsumen.
Sementara itu, mimpi Sukardi untuk dapat memiliki rumah pribadi harus pupus. Ini terjadi setelah legalitas lahan milik PT. Prima Makmur Batam (PMB) bermasalah dengan hukum.
Pria yang kesehariannya bekerja sebagai buruh kasar itu pun mengaku sangat kecewa. Apalagi ia telah merogoh kocek pribadinya dengan jumlah cukup besar.
"Sama istri akhirnya sepakat untuk beli lahan di sana untuk dibangun rumah, dan uangnya bagi kami tidak sedikit bang. Total hampir Rp 20 juta," katanya kepada Tribun.
Sukardi menceritakan, mulanya ia diajak oleh rekan seprofesinya untuk bersama-sama membeli lahan yang terletak di Kaveling Punggur, Kecamatan Nongsa, Kota Batam, itu. Ia tertarik akibat harga murah yang ditawarkan oleh pihak perusahaan.
"Kami hanya wong cilik (orang kecil), ada lahan murah ya tertarik," sambungnya sambil menjelaskan jika telah terbeli, lahan itu akan dibangunnya rumah tanpa harus menyewa tukang.
Ia mengatakan sebagai buruh kasar, ia tak perlu lagi repot-repot untuk membangun rumah dengan mengeluarkan biaya yang besar.
"Kan kita kuli bang. Jadi memang sudah direncanakan, karena kalau dikasih tukang ada biaya lagi," keluhnya.
Sukardi mengakui jika ia bersama istrinya sampai harus menggadaikan rumah milik mereka di kampung halaman demi mewujudkan cita-cita memiliki rumah sendiri.
"Harga lahan di sana (Punggur) Rp 24 juta, kami cuma ada beberapa juta saja. Jadi sepakat menggadaikan rumah ke bank. Rumah tak dapat, utang nambah," jelasnya sambil menceritakan keinginannya bersama keluarga sangat kuat untuk memiliki rumah di Kota Batam.
Maksud hati melunasi pembayaran agar lahan dapat segera dibangun rumah, Sukardi malah jadi buntung.
Pasalnya, KLHK kini telah menindaklanjuti pihak perusahaan terkait dugaan pengalihan hutan lindung menjadi kaveling.
Apa daya, Sukardi kini harus merelakan uang puluhan juta miliknya sambil berharap pihak terkait dapat segera menyelesaikan permasalahan ini.
"Saya tak berpendidikan tinggi, mana tahu itu hutan lindung atau tidak. Berharap ada solusi saja," tambahnya.
Sukardi diketahui membeli lahan seluas 8X12 meter persegi. (TRIBUNBATAM.id/Leo Halawa/Ichwan Nur Fadillah)