BATAM, TRIBUNBATAM.id - Wakil Ketua DPW PSI Kepri, Yudi Sanjaya menekankan pentingnya sosialisasi terkait Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang pengelolaan hasil sedimentasi laut.
Tidak hanya itu, ia juga menilai perlunya pengawasan secara ketat agar peraturan yang salah satunya mengatur tentang ekspor pasir laut tidak disalahgunakan.
Pernyataan yang ia sampaikan sekaligus menjawab pertanyaan kekhawatiran terbitnya peraturan pemerintah ini dengan dampak kerusakan lingkungan.
Khususnya jika sedimentasi laut dan dijual.
Apalagi yang membeli adalah tetangga Batam, Singapura.
Kemudian timbul lagi pertanyaan lainnya wilayah Singapura akan lebih luas, serta akan menggeser batas wilayah.
Baca juga: Polemik Ekspor Pasir Laut, Pengusaha Kepri Ini Singgung RZWP3K Hingga Mendagri
"Menurut saya pertanyaan mengenai kekhawatiran masyarakat Indonesia tersebut, sudah masuk dalam kajian-kajian pemerintah pusat sebelum mengeluarkan PP nomor 26 Tahun 2023," kata Yudi Sanjaya dalam program Mata Lokal Corner Tribun Batam, Kamis (15/6/2023).
Menurutnya Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang ekspor pasir laut ini sebenarnya mengatur pemanfaatan sedimentasi laut.
Ia mengatakan jika sedimentasi laut itu harus diambil agar tidak mengganggu jalur pelayaran.
Termasuk aktivitas lain di laut.
"Oleh sebab itu menurut saya yang penting di sini adalah sosialisasi pemerintah kepada masyarakat. Mengenai tambang pasir laut siapa yang diuntungkan, saya kira semua pihak diuntungkan. Pemerintah juga bisa menarik pajak," sebutnya.
NASIB Nelayan Hinterland
Sementara politisi Partai Gerindra daerah pemilihan hinterland, Anwar Anas menilai terbitnya peraturan pemerintah itu mengancam nasib nelayan di sana.
Baca juga: Mata Lokal Corner, Ekspor Pasir Laut Dibuka, Untungkan Siapa?
Anwar Anas menampik pernyataan ketua Harian Asosiasi pengusaha Pasir Laut Kepri, Irsafwin Chaniago, yang mengatakan ekspor pasir laut menguntungkan semua pihak.
Ia menegaskan bahwa ekspor pasir laut di Kepri hanya menguntungkan pengusaha, termasuk negara tetangga, Singapura.
Apalagi dengan dikeluarkanny PP nomor 26 Tahun 2023, Anwar Anas mengatakan hal tersebut menjadi mimpi buruk bagi Nelayan khususnya masyarakat di Hinterland.
"Saya Sangat yakin kalau Pasir laut pasti ada yang beli. Sekarang pertanyaanja kalau sedimentasi apakah ada yang beli," kata Anwar Anas.
Dia juga mempertanyakan pemerintah kajian dari pemerintah pusat sebelum mengeluarkan PP nomor 26 tahun 2023.
"Kami percaya pemerintah pusat sudah membuat kajian terlebih dahulu sebelum mengeluarkan PP nomor 26 tahun 2023, pertanyaan kita apakah semua yang memiliki kepentingan di dalamnya di ikut sertakan, baik nelayannya dan juga yang lainnya," sebutnya.
Baca juga: Alasan Menteri KKP RI Kasih Restu Izin Ekspor Pasir Laut
Bahkan dia menegaskan sejak tahun 1976 sampai dengan tahun 2022 ekspor pasir laut Kepri dieksploitasi dan yang diuntungkan adalah negara tetangga.
"Jadi menurut saya tambang pasir laut ini, bukan hanya mengekspoloitasi pasir, tetapi kehidupan nelayan, dan juga budaya. Khususnya masyarakat yang mencari nafkah di laut," ujarnya.
Di tempat yang sama Sandana Ginting, Wakil Ketua satu urusan Organisasi Exco Partai Buruh Provinsi Kepri, mempertanyakan munculnya PP nomor 26 tahun 2023.
Menurutnya, PP itu muncul secara tiba-tiba.
"Ini jelas ada kepentingan yang sangat besar di dalamnya. Dimana selama ini adem-adem, tiba-tiba sekarang muncul," kata Sandana.
Sandana mengatakan pihaknya dari Partai Buruh belum bisa memberikan jawaban menganai siapa yang diuntungkan dengan terbitnya PP Nomor 26 tahun 2023 tersebut.
Baca juga: Polemik Izin Ekspor Pasir Laut, Anggota DPRD Kepri Singgung Kontribusi Daerah
Karena hal itu belum diimplementasikan di lapangan.
"Jika nanti sudah diimplementasikan mungkin kita baru bisa kasih jawaban,"kata Sandana.
Dia mengatakan selama ini pemerintah sering terlihat terburu-buru dalam mengeluarkan aturan.
"Pertanyaannya apakah sebelum mengeluarkam aturan tersebut seluruh yang berkepentingan dan juga stakeholder terkait sudah diajak dalam pembahasannya," sebutnya.
Belajar dari pengalaman kata Sandana, bahwa banyak aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah terlepas dari pengawasan.
Bahkan kata Sandana, saat ini pemerintah dalam melakukan pengawasan di darat saja pemerintah kewalahan, padahal namanya di darat hambatannya tidak terlalu berat.
"Saat ini ada aturan mengenai pemanfaatan sedimentasi laut. Pertanyaannya sekarang apakah pemerintah bisa mengawasi di lapangan bahwa pengusaha benar-benar mengambil sedimentasi. Karena pada umunya banyak juga pengusaha yang tidak mengikuti aturan yang sudah ada dan maunya bypass," kata Sandana.
Dia juga mengatakan kelemahan dalam PP nomor 26 tahun 2023 tidak ada tindakan tegas yang disebutkan.
Yang ada menurutnya hanya berupa sanksi.
"Jadi ini sangat jelas dan akan menjadi celah bagi pengusaha Nakal untuk menjalankan usaha tanpa mengikuti aturan. Contohnya yang diperbolehkan sendimentasi, tapi kenyataan di lapangan malah eksploitasi pasir laut," kata Sandana.(TribunBatam.id/Pertanian Sitanggang)