Batik Mangrove Genting Pulur, Produk Khas Anambas dari Alam dengan Motif Budaya Lokal

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

BATIK MANGROVE - Ketua Kelompok Batik Mangrove Genting Pulur Bambang Asmara (kemeja merah) saat mendampingi penyerahan Batik Mangrove motif jongkong keluaran baru bersama pihak Harbour Energy ke DKUMPP Anambas, Kamis (28/8/2025).

ANAMBAS, TRIBUNBATAM.id - Kabupaten Kepulauan Anambas, Provinsi Kepri tak hanya dikenal dengan produk kulinernya, melainkan produk kerajinan tangan.

Di daerah terdepan Indonesia itu, salah satu produk kerajinan tangan khas lokalnya yakni batik mangrove.

Batik mangrove ini produk asli tempatan yang diproduksi di Desa Genting Pulur, Kecamatan Jemaja Timur.

Pembuatannya menggunakan bahan alami dari buah mangrove (propagul) dan kulit batang mangrove.

Dari buah dan kulit batang mangrove itu, kemudian dijemur hingga kering dan direbus.

Setelah mendidih, air rebusan bahan mangrove digunakan sebagai warna kain batik.

Untuk motifnya menggunakan teknik cap atau stempel.

Batik Mangrove Genting Pulur saat ini memiliki sepuluh pembatik dari kalangan pemuda dan orang tua.

Kelompok Batik Mangrove Genting Pulur yang diketuai Bambang Asmara ini berada di bawah binaan Kelompok KOMPAK dan Harbour Energy.

Setelah beroperasi sejak 2023, Kelompok Batik Mangrove telah meluncurkan produk lima motif batik. Terbaru motif jongkong.

Batik motif jongkong ini untuk pertama kalinya dipamerkan kepada para pejabat pemerintah daerah di Anambas, Forkopimda dan para siswa berbagai sekolah dalam acara sosialisasi batik mangrove, Kamis (28/8/2025).

"Alhamdulillah, kami dapat menyosialisasikan produk batik kami dengan salah satunya yang terbaru motif jongkong kepada semua pihak. Kami bangga apresiasi yang kami terima positif," ucap Bambang saat ditemui Tribunbatam.id.

Bambang mengatakan, beragam motif batik mangrove yang mereka buat mengangkat aspek kearifan budaya lokal Anambas.

Sejumlah motif itu seperti motif Bulan Purnama, motif Sampan Layar, motif Pucuk Rebung, motif Ikan Sekawan dan yang terbaru motif Jongkong.

"Semua motif yang kami buat dalam kerajinan tangan ini memiliki nilai kearifan lokal. Kami ingin semua para pecinta batik mengenal tentang Anambas dan cerita rakyatnya," katanya.

Di bawah binaan Komunitas KOMPAK dan Harbour Energy, penggiat Batik Mangrove Genting Pulur dibekali pengetahuan dengan belajar membatik dari daerah Jawa.

Di sana, sepuluh penggiat Batik Mangrove Genting Pulur diajarkan cara membatik dengan teknik cap atau setempel.

"Ilmu yang kami dapat, kami terapkan di Anambas. Produk batik yang kami buat ini batik cap. Kalau batik tulis membutuhkan waktu yang cukup panjang," ujarnya.

Sepanjang usianya berdiri, produk Batik Mangrove Genting Pulur, diakui Bambang masih belum maksimal alias terbatas.

Aktivitas membatik baru akan dilakukan ketika adanya pemesanan dari para konsumen.

Meski begitu, untuk mempromosikan hasil produk lokal Anambas ini, pihaknya telah mengikuti sejumlah pameran dari tingkat lokal hingga nasional.

Promosi tersebut seperti pameran LKKPN Pekanbaru, pameran MTQ tingkat kabupaten dan tingkat provinsi hingga pameran SKK Migas di Jakarta.

"Berhubung kami masih baru, upaya promosi pun sedang kami gesa. Untuk melihat produk batik mangrove ini kami juga promo lewat media sosial Instagram Batik Manggrove Genting Pulur," kata Bambang.

Adapun harga pasaran batik mangrove per helai dibanderol Rp400 ribu dengan ukuran 2,5 x 1 Meter berbagai motif.

Menurutnya, meski masih tergolong sepi peminat, namun sejumlah sekolah, perkantoran pemerintahaan desa maupun daerah sudah ada yang menggunakan hasil produk batik mereka.

"Alhamdulillah meski pemasaran masih sedikit, tetapi sudah ada beberapa kalangan yang memakai produk kami. Selain menyejahterakan para penggiat batik ini juga mempromosikan kearifan lokal," tutur Bambang.

Sementara itu, Kepala Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Perindustrian dan Perdagangan (DKUMPP) Anambas Masykur mengaku, dari pemerintah daerah pihaknya turut mendukung kerajinan tangan Batik Mangrove Genting Pulur.

Bahkan pihaknya, berkomitmen agar produk kerajinan tangan asal Anambas ini segera mendapat hak patennya.

"Kami juga berharap ya, meski ini baru gagasan saja. Jika boleh ke depannya, perempuan atau gadis di Desa Genting Pulur itu, jika ingin keluar daerah atau mau menikah mesti harus membatik dulu," katanya.

"Saya terinspirasi dari kunjungan Pangkogabwilhan. Pak Kunto katakan jika di pelosok Jambi di sana, bagi perempuan yang ingin menikah, harus membatik dulu. Nah ini barang kali bisa kita jadikan tradisi khususnya di Genting Pulur," pungkasnya. (TRIBUNBATAM.id/Novenri Simanjuntak)

Berita Terkini